Kredibilitas Data Statistik Versus Kredibilitas Proyeksi Ekonom

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Jakarta -

Perbedaan hasil proyeksi ahli ekonomi dengan realitas pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua tahun 2025 mengingatkan kembali pada pertanyaan ratu Inggris, Queen Elizabeth kepada para ahli ekonomi di London School of Economics (LSE), "The Queen asks why no one saw the credit crunch coming?" (The Telegraph, 05/11/2008).

Salah satu bankir nan sekaligus ahli ekonomi terkemuka memberi tahu ratu Inggris bahwa krisis finansial mirip dengan gempa bumi dan pandemi flu nan jarang terjadi dan susah diprediksi. Ratu Inggris kemudian dengan bercanda, "apakah bakal ada lagi krisis berikutnya?" Lalu ratu Inggris memperingatkan, "semoga tidak terulang lagi."

Hal ini senada dengan pandangan ekonom, Chatib Basri nan menyatakan "sebenarnya ketika para ahli ekonomi memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% hingga 5,5% menandakan bahwa mereka mempunyai rasa lawaktinggi."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal di atas menggambarkan sungguh sulitnya untuk memproyeksi secara pasti realisasi nomor pertumbuhan ekonomi suatu negara alias perekonomian. Selama ini, para ahli ekonomi hanya dapat memproyeksi secara tepat arah pertumbuhan ekonomi suatu negara alias perekonomian, apakah bakal mengalami ekspansi alias pelambatan.

Sebagai contoh, pada kuartal kedua tahun 2025, arah pertumbuhan ekonomi nasional dalam proyeksi para ahli ekonomi adalah melambat, namun dengan realisasi pertumbuhan nan justru mengalami ekspansi berasas publikasi Badan Pusat Statistik (BPS).

Perbedaan di atas melahirkan polemik mengingat konsensus ahli ekonomi memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 hanya 4,8%, sementara realisasinya lebih besar, sekitar 5,12% (Trading Economics, 11/08/2025).

Arah pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia ditunjukkan oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada kuartal kedua 2025 lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun 2025 sebesar 4,87%.

Faktanya, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 mengalami kenaikan, ialah menjadi 5,12% (year-on-year). Angka ini merupakan nan tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2023.

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025, pada sisi eksternal, ialah pertumbuhan ekspor sebesar 10,67% dari sebelumnya pada kuartal pertama 2025 hanya sebesar 6,46%.

Hal ini didorong oleh sikap eksportir dalam menyiasati tarif resiprokal Trump nan merealisasikan ekspornya secara besar-besaran sebelum pemberlakuan tarif resiprokal Trump pada 1 Agustus 2025.

Secara internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 juga didorong oleh pertumbuhan investasi sebesar 6,99%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan investasi pada kuartal pertama tahun 2025 nan hanya 2,12%.

Demikian juga dengan konsumsi rumah tangga nan menyumbang lebih dari separuh terhadap Gross Domestic Product (GDP) nan mengalami pertumbuhan sebesar 4,97%. Sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal pertama tahun 2025 sebesar 4,95%%.

Namun, realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua 2025 dianggap meragukan lantaran beberapa waktu sebelumnya International Monetary Fund (IMF) selama tahun 2025, dua kali dalam waktu nan berdekatan, melakukan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi global, ialah proyeksi pertama pada bulan Januari dan proyeksi kedua pada April 2025 nan mengoreksi ke bawah proyeksi Januari 2025.

Pada proyeksi Januari 2025, IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia bakal mencapai 3,2% pada tahun 2025. Namun, akibat kebijakan tarif resiprokal Trump, IMF mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 2,4%, ialah lebih mini 0,8% dibandingkan proyeksi Januari 2025.

Kecenderungan nan sama terjadi dalam perekonomian Amerika Serikat (AS) pada tahun 2025 nan diperkirakan tumbuh 2,4% berasas proyeksi Januari 2025. Proyeksi ini kemudian direvisi menjadi 1,5%, turun 0,9% sebagai akibat dari perang tarif dengan China dan pemberlakuan tarif ekstra tinggi terhadap negara mitra jual beli AS.

IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada proyeksi April 2025 dibandingkan proyeksi Januari 2025, ialah dari nan diperkirakan tumbuh 5,1% menjadi hanya 4,7% tahun 2025. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat 0,4% pada 2025.

Trend pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju dan EMEs, ialah mengalami ekspansi. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi AS mengalami rebound (pembalikan arah) dari terkontraksi 0,5% pada kuartal pertama 2025 menjadi ekspansi sebesar 3,0% pada kuartal kedua 2025.

Realisasi pertumbuhan ekonomi AS tidak menimbulkan polemik lantaran tetap sesuai dengan proyeksi ahli ekonomi mengenai arah pertumbuhan ekonomi AS nan diperkirakan mengalami ekspansi. Di mana, ahli ekonomi memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2,4% pada kuartal kedua 2025.

Dalam menjawab polemik info BPS, masyarakat Indonesia perlu penjelasan nan perincian dari BPS mengenai perbedaan arah pertumbuhan ekonomi nasional, ialah antara proyeksi ahli ekonomi dan pelaku pasar bakal mengalami pelambatan menjadi 4,8% dengan realisasi nan justru mengalami ekspansi sebesar 5,12%.

Sebagai penyedia info statistik nan kredibel, BPS kudu membuktikan diri terlepas dari pengaruh politik dalam menyusun info statistik. BPS kudu bersikap sama dengan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) di AS, ialah konsisten pada platform kebijakan moneternya dan menjaga independensi kebijakan moneter AS dari intervensi presiden Trump nan acapkali menakut-nakuti memecat gubernur The Fed jika tidak menurunkan suku kembang acuan.

Akhirnya, dalam rangka menjaga kredibilitas publikasi info BPS, salah satu agenda reformasi kelembagaan BPS nan dapat dilakukan adalah menjadikan BPS sebagai lembaga independen sama dengan Bank Indonesia (BI). Dimana, pengangkatan dan pemberhentian ketua BPS dilakukan sekali dalam lima tahun.


Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas
Chairman ASEAN Competition Institute (ACI)

Simak Video "Video: BPS Dilaporkan ke PBB soal Data Pertumbuhan Ekonomi 5,12%"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)


Selengkapnya