Ketua Komisi Ii Sepakat Usulan Pemilu Dan Pilkada Digelar Beda Tahun

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com

Rabu, 30 Apr 2025 04:30 WIB

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda setuju penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan pada tahun nan berbeda. Ilustrasi. Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda setuju penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan pada tahun nan berbeda. (detikai.com/Andry Novelino)

Jakarta, detikai.com --

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyepakati usulan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja agar penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan pada tahun nan berbeda.

"Terkait dengan tahapan, saya sepakat. Bahwa tahapan pemilu kita, pileg, pilkada, pilpres itu minimal jedanya setahun. Minimal," kata Rifqinizamy dalam obrolan berjudul Masa Depan Demokrasi Elektoral di Indonesia di area Menteng, Jakarta, Selasa (29/4).

"Jadi kelak jika 2029, ya minimal pilkadanya 2030. Tahun 2031 juga tidak apa-apa," tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan salah satu argumen pemilu dan pilkada digelar di tahun berbeda untuk memberikan jarak sekaligus argumen agar penyelenggara di provinsi, kabupaten, kota menjadi permanen.

"Tetapi saya juga mau menyampaikan di forum ini bahwa kemauan untuk menjadikan pilkada untuk tidak langsung juga lantaran itu, kita juga kudu bersiap apapun nan bakal terjadi ke depan. Kita kudu mempunyai skenario dalam konteks keaktivisan," ujarnya.

Selain itu, Rifqinizamy juga menyoroti biaya hibah dalam penyelenggaraan pilkada nan berpotensi dikelola dengan tidak benar. Ia mengusulkan agar pengelolaan biaya hibah tak hanya diperiksa oleh internal penyelenggara pemilu, melainkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia, apalagi mungkin dalam sejarah dunia, karena penyelenggaraan serentak pilpres, pileg dan pilkada dalam tahun nan sama belum pernah terjadi sebelumnya.

Dia menyebut tumpang tindih tahapan menimbulkan tantangan besar, khususnya bagi penyelenggara di tingkat pusat hingga daerah. KPU kudu menjalankan "double burden" tanpa jarak nan cukup.

"Kadang orang bertanya, KPU ngapain lenyap ini? Padahal tahapan pemilu itu minimal 22 bulan. Kalau lima tahun, tinggal tiga tahun untuk persiapan berikutnya," jelas Afifuddin.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya pertimbangan sistemik terhadap kreasi waktu penyelenggaraan pemilu ke depan.

(antara/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya