ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan adanya tambahan hitungan kerugian negara di kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023, ialah menjadi Rp285 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyebut nomor tersebut merupakan hasil total hitungan dari kerugian finansial negara dan kerugian perekonomian negara.
"Bahwa kerugian perekonomian negara dan finansial negara berasas hasil hitung nan sudah pasti itu Rp285.017.731.964.389. Ini dari dua komponen, kerugian finansial negara, kedua adalah kerugian perekonomian negara," tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis malam (10/7/2025).
Pada pengungkapan awal, Kejagung sempat mengulas kerugian negara dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.
Qohar merinci komponen kerugian negara itu, ialah berasal dari kerugian ekspor dalam negeri, kerugian impor melalui broker, kerugian impor melalui broker, serta kerugian dikarenakan subsidi.
"Seiring perjalanan waktu, lantaran perkara terus berkembang, kami undang meminta mahir untuk menghitung kerugian perekonomian negara. Jadi benar, selain kerugian negara, interogator juga menghitung kerugian perekonomian negara," kata Qohar.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan sembilan tersangka baru di kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satunya adalah Mohammad Riza Chalid (MRC).
"Bahwa masing-masing tersangka tersebut telah melakukan beragam penyimpangan nan merupakan perbuatan melawan norma dalam tata kelola minyak nan mengakibatkan kerugian negara maupun kerugian perekonomian negara," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025).
Qohar mengulas penyimpangan nan dimaksud, ialah penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor BBM, sewa kapal, sewa Terminal BBM PT Orbit Terminal Merak (OTM), proses pemberian kompensasi produk Pertalite, dan penjualan solar non subsidi kepada pihak swasta dan BUMN dengan di bawah nilai dasar.
"Perbuatan para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) alias Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," jelas dia.
Bicara soal korupsi tata kelola minyak, mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku siap dipanggil interogator Kejaksaan Agung untuk bersaksi. Supaya kasus ini bisa terungkap terang benderang, Ahok apalagi meminta persidang...