Kemendagri Target Seluruh Desa Terapkan Sistem E-voting Di Pilkades

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal menerapkan pemungutan bunyi secara elektronik alias e-voting pada pemilihan kepala desa (Pilkades).

"Jadi kelak ketika pilkades gelombang selanjutnya sudah jelas, Kemendagri bakal memaksimalkan penggunaan e voting di seluruh Pilkades," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam aktivitas Proklamasi Democracy Forum nan dihelat Partai Demokrat di Jakarta, Senin (19/5). 

Bima menyebut sistem itu sudah diterapkan di 1.700 desa sebelumnya. Ia mengatakan gelaran Pilkades di 1.700 desa itu melangkah dengan kondusif dan kondusif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tadinya banyak nan enggak percaya. Tapi kemudian ketika para kandidat itu memandang 'wah sistem ini membikin lapangan rata' enggak ada intervensi, maka semua mendukung," ujarnya.

Bima menjelaskan sistem pemungutan bunyi itu pun dibantu dengan teknologi nan digagas oleh BRIN.

Ia menyebut penerapan itu dapat menekan anggaran untuk pilkades.

"Touch screen kemudian di print dan hard copy dimasukkan ke kotak suara, satu diambil oleh si voters, lancar," ucap dia.

Perludem usul hapus periode pemisah pencalonan kepala daerah

Pada forum nan sama Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengusulkan penghapusan periode pemisah pencalonan kepala daerah.

Ia menyampaikan itu dalam konteks dibatalkannya pasal di UU Pemilu nan mengatur periode pemisah pencalonan presiden namalain presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

"Penghapusan periode pemisah pencalonan kepala wilayah jika di nasional, presiden dihapus, kenapa di kepala wilayah kudu dipertahankan padahal pelaksana nasional adalah referensi untuk pelaksana daerah," kata Titi.

Titi juga mengusulkan penyelenggaraan pemilu nasional dengan lokal dijeda selama dua tahun.

"Yang kami usulkan adalah model keserentakan pemilu nasional memilih DPR, DPD, dan Presiden secara berbarengan pada satu hari nan sama. Kemudian pemilu serentak lokal memilih DPRD dan kepala wilayah di hari nan sama, tapi jarak antara serentak nasional dan lokal itu dua tahun," kata dia.

Titi menjelaskan jarak dua tahun itu untuk mencegah praktik borong kekuasaan nan berpotensi terjadi ketika pemilu serentak nasional dan lokal digelar berdekatan.

Ia menyebut saat pemilu nasional dan lokal digelar di tahun nan sama, bakal ada praktik 'pemaksaan' koalisi nasional nan membikin partai kehilangan identitasnya.

"Selain itu adalah agar ada hubungan antara pencalonan kepala wilayah dengan penguatan kelembagaan partai di daerah," ujarnya.

(mnf/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya