ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) memberikan hukuman kepada 66 pemasok dan pengecer nan melanggar penjualan Minyakita. Hal ini sebagai hasil dari pengawasan pengedaran Minyakita terhadap 316 pelaku upaya di 23 provinsi.
Pengawasan pengedaran minyak goreng bungkusan sederhana merek pemerintah ini sebagai langkah menjaga stabilitas pasokan dan harga, terutama saat Ramadan dan menjelang Lebaran 2025.
"Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 66 pelaku upaya di tingkat pemasok dan pengecer terbukti melanggar patokan dan telah dikenai hukuman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Moga dalam keterangannya, dikutip Senin (17/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moga mengungkap modus pelanggaran nan ditemukan meliputi, pelaku upaya nan tidak mempunyai tanda daftar penyimpanan (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) perdagangan nan sesuai. Kemudian, pelaku upaya tidak memberikan info dan info kepada petugas pengawas serta mengurangi volume alias takaran Minyakita.
Modus pelanggaran lainnya ditemukan antara lain penjualan Minyakita di atas domestic price obligation (DPO) dan nilai satuan tertinggi (HET).
"Selain itu juga penjualan Minyakita antar-pengecer, bukan langsung ke konsumen akhir, nan memperpanjang rantai pengedaran sehingga nilai di tingkat konsumen melampaui HET; serta tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer nan menyebabkan pengedaran Minyakita tidak merata," sambung Moga.
Moga menegaskan, andaikan ditemukan kembali melanggar, maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, produsen/repacker nan melakukan pelanggaran dikenakan hukuman lanjutan setelah teguran tertulis, berupa penarikan peralatan dari distribusi.
"Jika tetap terus melanggar, hukuman dapat ditingkatkan menjadi penghentian sementara aktivitas usaha, penutupan gudang, dan/atau rekomendasi pencabutan izin usaha," jelasnya.
Sementara itu, berasas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku upaya wajib memproduksi dan/atau memperdagangkan peralatan sesuai dengan berat bersih, ukuran, alias takaran nan tercantum dalam label. Jika melanggar ketentuan tersebut, mereka dapat dipidana dengan balasan penjara maksimal lima tahun alias denda hingga Rp 2 miliar.
Lebih lanjut, Moga menyebut, Kemendag melalui Direktorat Metrologi dan Unit Metrologi Legal di Kabupaten/Kota juga telah melakukan pengawasan terhadap produk nan sudah beredar di pasaran (post market) dengan memeriksa 88 produsen/pengemas ulang (repacker) di 168 kabupaten/kota. Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 40 produsen/repacker nan volume produknya tidak sesuai dengan label bungkusan bakal dikenai hukuman administratif dan diwajibkan segera melakukan perbaikan dengan pemantauan dari pemerintah wilayah untuk mencegah kelangkaan.
Di sisi lain, Kemendag telah meminta produsen untuk menambah jumlah pasokan Minyakita menjadi dua kali lipat guna menjaga stabilitas pasokan dan nilai peralatan kebutuhan pokok (bapok) selama hari besar keagamaan nasional (HBKN) Ramadan dan menjelang Lebaran 2025.
Permintaan ini didasarkan pada surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor BP.00.01/83/PDN/SD/02/2025 tertanggal 28 Februari 2025 nan ditujukan kepada produsen minyak goreng nan terdaftar dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
Moga menegaskan, Kemendag berbareng dengan Satgas Pangan Polri bakal terus meningkatkan pengawasan terhadap produsen, distributor, dan pengecer. Langkah ini bermaksud untuk memastikan kelancaran distribusi, kesiapan stok, serta kepatuhan terhadap HET Minyakita sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Moga juga mengungkapkan, Kemendag bekerja sama dengan Satgas Pangan Polri guna menindaklanjuti proses norma lebih lanjut untuk pelanggaran nan berpotensi dikenai hukuman pidana.
(ada/ara)