Kejagung Mulai Periksa Pegawai Pengadilan Di Kasus Vonis Lepas Korupsi Minyak Goreng

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan pemeriksaan terhadap pegawai dari pengadilan mengenai kasus vonis lepas terdakwa korporasi perkara korupsi minyak goreng. Sejauh ini, sudah ada empat pengadil nan ditetapkan sebagai tersangka.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, ada tiga saksi nan diperiksa pada Jumat, 18 April 2025 di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan.

“Ketiga orang saksi diperiksa mengenai dengan investigasi perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan alias gratifikasi mengenai penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama tersangka WG dan kawan-kawan,” tutur Harli dalam keterangannya, Sabtu (19/4/2025).

Para saksi nan diperiksa adalah BM selaku Pegawai pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), EI selaku Driver Wakil Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), dan IS selaku istri dari tersangka Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku pengadil PN Jakpus.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Harli.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya proses tawar menawar duit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjatuhkan vonis lepas bagi terdakwa korporasi perkara mafia minyak goreng. Tempat nan dikenal sebagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu pun tercoreng dengan praktik suap dan gratifikasi.

Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Djuyamto (DJU) selaku pengadil PN Jaksel nan dulunya menjadi ketua majelis pengadil kasus tersebut, Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku pengadil PN Jakpus, dan Ali Muhtarom (AM) selaku pengadil ad hoc PN Jakpus.

Kemudian saksi DAK dan LK selaku staf legal PT Daya Labuhan Indah Grup Wilmar, serta AH dan TH selaku tenaga kerja Indah Kusuma, instansi pengacara Marcella Santoso (MS).

“Adapun hasil dari pemeriksaan para saksi diperoleh kebenaran sebagai berikut. Bermula adanya kesepakatan antara Aryanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng, dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan duit sebesar Rp20 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

Tersangka Wahyu Gunawan (WG) pun menyampaikan perihal tersebut kepada tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nan saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus, agar perkara tersebut diputus onslag van rechtvervolging alias divonis lepas.

“Dan Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta duit Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar,” jelas dia.

Tersangka Wahyu Gunawan lantas menyampaikan permintaan tersebut kepada tersangka Aryanto Bakri agar menyiapkan duit sebesar Rp60 miliar dan perihal itu pun disetujui. Beberapa waktu kemudian, tersangka Aryanto Bakri pun menyerahkan duit sebesar Rp60 miliar dalam corak dolar AS kepada tersangka Wahyu Gunawan.

“Kemudian oleh Wahyu Gunawan duit sejumlah Rp60 miliar jika di-kurs-kan ya lantaran duit nan diserahkan adalah dolar AS, diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanta, dan pada saat itu Wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanta sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan duit tersebut,” ungkap Qohar.

Setelah menerima duit tersebut, tersangka Muhammad Arif Nuryanta nan saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus lantas menunjuk majelis pengadil nan bakal menyidangkan terdakwa korporasi di kasus korupsi pemberian akomodasi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

Mereka adalah Djuyamto (DJU) sebagai ketua majelis hakim, serta Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) sebagai pengadil anggota. Setelahnya, tersangka Muhammad Arif Nuryanta kemudian memanggil pengadil Djuyamto dan pengadil Agam Syarif Baharuddin untuk bertemu.

“Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan duit dolar, jika di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana duit tersebut diberikan sebagai duit untuk baca jejak perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” kata Qohar.

Menurutnya, setelah menerima duit senilai Rp4,5 miliar, tersangka Agam Syarif Baharuddin memasukkannya ke dalam goody bag. Saat keluar dari ruangan, duit tersebut dibagikan kepada tiga orang, ialah pengadil Agam Syarif Baharuddin sendiri, pengadil ad hoc Ali Muhtarom, dan pengadil Djuyamto.

“Bahwa pada bulan September alias Oktober, lantaran nan tersebut tadi tidak ingat lantaran sudah lama, pada tahun 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan kembali duit Dolar AS, jika dirupiahkan senilai Rp18 miliar kepada DJU, nan kemudian oleh DJU duit tersebut dibagi tiga,” jelas dia.

Adapun penyerahan duit tersebut dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat, dengan porsi pembagian untuk pengadil Agam Syarif Baharuddin menerima sekitar Rp4,5 miliar; kemudian pengadil Djuyamto sekitar Rp6 miliar; dan pengadil Ali Muhtarom sekitar Rp5 miliar.

Sementara itu, pengadil Djuyamto memangkas hasil suapnya senilai Rp300 juta untuk diberikan kepada tersangka Wahyu Gunawan, nan menjadi perantara pengurusan kasus.

“Bahwa ketiga pengadil tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang, agar perkara tersebut diputus onslag, dan perihal ini menjadi nyata ketika pada tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim,” Qohar menandaskan.

Selengkapnya