ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap mendalami motif tersangka Djuyamto (DJU) selaku pengadil Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menitipkan sebuah tas kepada Satpam PN Jaksel sebelum ditahan, mengenai kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng.
“Perlu saya sampaikan bahwa interogator juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap security nan dimaksud. Nah, tetapi nan berkepentingan hanya dititipin, jadi nan berkepentingan juga tidak tahu apa menjadi motif dari penitipan itu,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Senin (21/4/2025).
Menurut Harli, satpam tersebut menyerahkan secara sukarela tas nan dititipkan oleh tersangka Djuyamto kepada interogator dan kemudian dibuatkan buletin aktivitas penyitaan peralatan tersebut.
“Nah barangkali memang kita kudu melakukan pemeriksaan terhadap DJU, apa nan menjadi motif sehingga kudu menyampaikan tas nan berisi sejumlah duit itu misalnya. Apakah memang agar diantar ke interogator alias ada motif lain misalnya,” jelas dia.
Secara rinci, di dalam tas tersebut berisikan dua unit handphone, duit Rp40 juta dengan pecahan Rp100 ribu, dan Rp8.750.000 dengan pecahan Rp50.000. Kemudian mata duit asing ialah dolar Singapura sebanyak 39 lembar dengan nilai 1.000 SGD dan sebuah cincin berbatu permata hijau. Sejauh ini, belum ada pemeriksaan perihal temuan tersebut terhadap tersangka Djuyamto.
“Nah, kan ini nan berkepentingan nan memahami, sedangkan security itu hanya menyatakan bahwa saya dititipin oleh nan bersangkutan, dan diserahkan ke interogator sehingga interogator melakukan penyitaan,” Harli menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) membenarkan tersangka Djuyamto (DJU) selaku pengadil Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sempat menitipkan sebuah tas kepada Satpam PN Jaksel sebelum ditahan mengenai kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng. Ternyata, tas tersebut berisikan duit dolar Singapura alias SGD.
“Benar, tapi baru kemarin siang (Rabu, 16 April 2025) diserahkan oleh Satpam nan ditutupi dua HP dan duit dolar Singapura 37 lembar jika tidak salah,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).
“Jadi bukan sehari sebelumnya (diserahkan setelah ditangkap),” sambungnya.
Proses Tawar Menawar
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya proses tawar menawar duit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjatuhkan vonis lepas bagi terdakwa korporasi perkara mafia minyak goreng. Tempat nan dikenal sebagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu pun tercoreng dengan praktik suap dan gratifikasi.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Djuyamto (DJU) selaku pengadil PN Jaksel nan dulunya menjadi ketua majelis pengadil kasus tersebut, Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku pengadil PN Jakpus, dan Ali Muhtarom (AM) selaku pengadil ad hoc PN Jakpus.
Kemudian saksi DAK dan LK selaku staf legal PT Daya Labuhan Indah Grup Wilmar, serta AH dan TH selaku tenaga kerja Indah Kusuma, instansi pengacara Marcella Santoso (MS).
“Adapun hasil dari pemeriksaan para saksi diperoleh kebenaran sebagai berikut. Bermula adanya kesepakatan antara Aryanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng, dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan duit sebesar Rp20 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).
Tersangka Wahyu Gunawan (WG) pun menyampaikan perihal tersebut kepada tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nan saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus, agar perkara tersebut diputus onslag van rechtvervolging alias divonis lepas.
“Dan Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta duit Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar,” jelas dia.
Uang Diserahkan dalam Bentuk Dolar AS
Tersangka Wahyu Gunawan lantas menyampaikan permintaan tersebut kepada tersangka Aryanto Bakri agar menyiapkan duit sebesar Rp60 miliar dan perihal itu pun disetujui. Beberapa waktu kemudian, tersangka Aryanto Bakri pun menyerahkan duit sebesar Rp60 miliar dalam corak dolar AS kepada tersangka Wahyu Gunawan.
“Kemudian oleh Wahyu Gunawan duit sejumlah Rp60 miliar jika di-kurs-kan ya lantaran duit nan diserahkan adalah dolar AS, diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanta, dan pada saat itu Wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanta sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan duit tersebut,” ungkap Qohar.
Setelah menerima duit tersebut, tersangka Muhammad Arif Nuryanta nan saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus lantas menunjuk majelis pengadil nan bakal menyidangkan terdakwa korporasi di kasus korupsi pemberian akomodasi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.
Mereka adalah Djuyamto (DJU) sebagai ketua majelis hakim, serta Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) sebagai pengadil anggota. Setelahnya, tersangka Muhammad Arif Nuryanta kemudian memanggil pengadil Djuyamto dan pengadil Agam Syarif Baharuddin untuk bertemu.
“Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan duit dolar, jika di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana duit tersebut diberikan sebagai duit untuk baca jejak perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” kata Qohar.
Dibagikan ke Tiga Hakim
Menurutnya, setelah menerima duit senilai Rp4,5 miliar, tersangka Agam Syarif Baharuddin memasukkannya ke dalam goody bag. Saat keluar dari ruangan, duit tersebut dibagikan kepada tiga orang, ialah pengadil Agam Syarif Baharuddin sendiri, pengadil ad hoc Ali Muhtarom, dan pengadil Djuyamto.
“Bahwa pada bulan September alias Oktober, lantaran nan tersebut tadi tidak ingat lantaran sudah lama, pada tahun 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan kembali duit Dolar AS, jika dirupiahkan senilai Rp18 miliar kepada DJU, nan kemudian oleh DJU duit tersebut dibagi tiga,” jelas dia.
Adapun penyerahan duit tersebut dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat, dengan porsi pembagian untuk pengadil Agam Syarif Baharuddin menerima sekitar Rp4,5 miliar; kemudian pengadil Djuyamto sekitar Rp6 miliar; dan pengadil Ali Muhtarom sekitar Rp5 miliar.
Sementara itu, pengadil Djuyamto memangkas hasil suapnya senilai Rp300 juta untuk diberikan kepada tersangka Wahyu Gunawan, nan menjadi perantara pengurusan kasus.
“Bahwa ketiga pengadil tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang, agar perkara tersebut diputus onslag, dan perihal ini menjadi nyata ketika pada tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim,” Qohar menandaskan.