ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump nan mengeluarkan pengenaan tarif impor tambahan 10% kepada negara - negara personil BRICS, diperkirakan menjadi sentimen negatif nan berpotensi menekan pasar finansial Indonesia.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengaku, sejauh ini ketika ada kenaikan tarif, dampaknya bakal negative untuk pasar Tanah Air.
"Sektor nan mempunyai pedoman ekspor terutama ekspor ke Amerika bakal merasakan dampaknya," ujarnya kepada detikai.com, Rabu (9/7).
Sehingga, mitigasi akibat kudu dilakukan terutama dengan mencari negara tujuan baru. Ketika Indonesia terkena tarif, tentu tidak ada akibat nan diuntungkan dari perihal tersebut. Apalagi nan kudu diperhatikan, ekspor Indonesia ke Amerika cukup besar, dan menjadikan Amerika sebagai negara kedua setelah Tiongkok.
Sejauh ini, produk ekspor Indonesia adalah busana jadi, perangkat listrik dan elektronik, sepatu dan dasar kaki, furniture, karet, minyak nabati, logam dasar dan mesin, perikanan, produk kimia dan farmasi.
Bahkan, lanjutnya, jika ditelaah lebih jauh lagi, sektor terbesar adalah mesin dan perlengkapan elektrik, dengan share 16,71%, diikuti dengan dasar kaki 9,01%, serta lemak dan minyak hewani sebesar 6,94%.
"Oleh karena itu, kami memandang saham saham nan berada dalam perlengkapan elektrik dan mesin POLY, SKYB. Perikanan ada CPRO, DADA. Minyak Nabati ada di AALI, DSNG, TLDN. Makanan dan minuman, ICBP, INDF, dan CLEO," ungkapnya.
Nico menekankan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak menyatakan melakukan ekspor kesana, lantaran ini hanya berasas pelaku industri. "Sehingga kudu di telisik lebih jauh lagi untuk mendapatkan konfirmasi perusahaan mana saja nan melakukan ekspor," tuturnya.
Sementara, Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, kebijakan tarif Trump tersebut tidak membikin para oelakunoasar dalam perihal ini para penanammodal terkejut lantaran telah diperkirakan sebelumnya.
"Sebernya ketika AS menerapkan tarif tambahan 10% terhadap BRICS, reaksi pasar tak terlalu kaget saat ini. Tidak bakal terjadi panic selling krena sudah terprediksi sebelummya," sebutnya.
Menurutnya, pelaku pasar telah memperkirakan perihal ini bakal terjadi ketika pemerintahan Prabowo Subianto memutuskan Indonesia untuk berasosiasi ke BRICS dan pemilu AS memenangkan Donald Trump untuk memimpin negara tersebut.
"Market sudah prediksi bakal terjadi perang tarif alias istilahnya trade war 2.0. Apalagi Indonesia gabung ke BRICS dan dimotori Tiongkok untuk menyeimbangkan hegemonic power di bagian ekonomi," jelasnya.
Menurutnya, Indonesia kudu bisa memanfaatkan keanggotaan BRICS ini untuk meningkatkn potensi BRICS terhadap aakses pasar.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Trump Pengaruhi Bursa Asia, Begini Pergerakan Nikkei Dkk