Kasus Importasi Gula, Pakar Bersuara Soal Kebijakan Publik Dalam Bayang Tindak Pidana Korupsi

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof. Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik kudu dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan. Hal itu disampaikan saat obrolan publik di Universitas Syakyakirti Palembang bertema “Kebijakan Publik Dalam Bayang-Bayang Tindak Pidana Korupsi” pada 25 Januari 2025.

“Kebijakan itu tidak bisa direview setelah bertahun-tahun lamanya. Lihat dulu historinya, apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan alias belum?Jika sudah hasilnya bagaimana? Ada penyimpangan alias tidak. Tugas pejabat publik itu adalah problem solving. Tidak bisa dikurun waktu nan jauh berbeda,” kata Edwar seperti dikutip Senin (27/1/2025).

Sementara itu, pembicara lain ialah Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Junaedi Saibih mengambil contoh kasus importasi gula. Menurut dia, mestinya ada pemeriksaan aparatur pengawas internal pemerintah dulu sebelum ditarik ke pidana korupsi.

“Apakah ketika izin importasi dilakukan itu ada unsur suap, penipuan alias paksaan? Jika tidak ada maka tidak bisa ditarik ke pidana korupsi,” ujar Junaedi.

Junaedi melihat, dalam kebijakan ada aspek perdatanya. Ada perjanjian antara BUMN dengan perusahaan swasta. Karena itu, jika tidak ada bentrok dalam aspek perdata, lampau masyarakat diuntungkan lantaran bisa memperoleh gula, maka dirasa asing jika ditarik ke pidana.

“Dalam kebijakan publik itu bertindak asas presumptio iustae causa nan berfaedah kebijakan betul dan sah, selain terdapat perubahan alias putusan nan menyatakan sebaliknya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Pasca UU Adminsitrasi Pemerintahan 30/2014 semua perbuatan yg berdimensi kebijakan termasuk perbuatan aktual kudu terlebih dulu melalui pemeriksaan tata upaya negara sebagai premium remedium,” jelas Junaedi.

Sementara itu, perwakilan Ombudsman Sumatera Selatan Adrian Agustiansyah mengingatkan penegakan norma tidak boleh melahirkan rasa takut kepada pejabat publik dalam corak kriminalisasi kebijakan. Dia menekankan, peningkatan kasus korupsi dalam kebijakan publik tidak bisa menjadi parameter keberhasilan penegakan hukum.

“Kebijakan publik itu butuh penemuan dan kreativitas. Jika review inspektorat pemeriksaan internal dilompati maka pejabat tidak bakal berani mengambil kebijakan. Semuanya dihantui ketakutan,” wanti Junaedi. Junaedi mencatat, ketentuan norma sektoral mempunyai karakter penyelesaiannya sendiri dan tidak boleh dicampuradukkan, selain memang dinyatakan secara tegas dalam UU tersebut dapat ditarik sebagai tindak pidana korupsi.

“Hal ini sejalan dengan asas Lex ahli sistematis. Jadi segala tindakan norma tindak pidana korupsi terhadap ketentuan norma manajemen negara sektoral itu ada banyak perihal nan kudu dipertimbangankan dalam proses penegakan hukum,” dia menandasi.

Selengkapnya