ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo akan mengikuti conclave atau pemilihan paus baru pada 7 Mei mendatang.
Suharyo terbang ke Vatikan pada Minggu (4/5) untuk menghadiri conclave. Dia memenuhi syarat lantaran berumur di bawah 80 tahun dan punya kewenangan pilih serta dipilih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya baru bakal berangkat kelak pada 4 Mei untuk mengikuti konklaf," kata Kardinal Suharyo di Katedral Jakarta pada 24 April.
Meski punya kewenangan memilih dan dipilih, Suharyo tak melakukan persiapan unik untuk mengikuti conclave.
"Saya sendiri tidak mempunyai persiapan apa-apa. Ikut saja, lantaran saya sudah sering ikut di dalam sinode para uskup, para kardinal, saya kira kira sudah bisa membayangkan siapa kelak nan bakal banyak berbicara," kata dia.
Sinode merupakan musyawarah majelis nan dihadiri pengurus gereja dan tokoh krusial kepercayaan Katolik. Di kesempatan tersebut, Suharyo menyebut tak pernah punya cita-cita menjadi Paus.
"Dipilih menjadi paus itu bukan ambisi. Menjadi paus itu bukan jenjang pekerjaan nan semakin naik. Itu persis nan sebaliknya. Kalau orang bercita-cita menjadi paus Itu, maaf ya bodoh. Bahwa dia dipilih Itu bukan pilihan para kardinal saja," ucap uskup agung ini.
Conclave berjalan 15-20 hari setelah Paus nan menjabat wafat dan sudah dimakamkan. Paus Fransiskus meninggal pada 21 April lantaran kandas jantung, stroke, hingga koma. Ia dikebumikan pada 26 April.
Penyelenggaraan pemilihan Paus ini digelar secara tertutup dan rahasia. Para kardinal bakal lebih dulu disumpah untuk menjaga kerahasiaan sebelum proses dimulai
"Jadi jika sudah masuk di dalam ruangan itu. Apapun nan terjadi di situ tidak boleh dikatakan apapun kepada siapapun. Jadi kelak jangan tanya kepada saya apa nan dulu terjadi di ruang conclave," imbuh Suharyo.
Tak lama setelah Paus Fransiskus meninggal dunia, sederet nama kandidat nan berpotensi menjadi Paus bermunculan.
Beberapa di antaranya Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina, Kardinal dari Italia Pietro Parolin, kardinal dari Ghana Peter Turkson, hingga Kardinal Fridolin Ambongo dari Kongo.
Namun, Suharyo mengatakan tak menutup kemungkinan paus nan dipilih dalam Conclave tak ada dalam bursa nan sudah beredar di publik.
Kardinal itu lantas memberi contoh Paus Fransiskus tak ada dalam daftar nama kardinal untuk menjadi pengganti Paus Benediktus XVI.
"Paus Fransiskus ini kan dulu tidak dipertimbangkan sama sekali. Tidak ada nama Jorge Bergoglio di dalam calon, di daftar calon kuat pada tahun 2013. Tidak ada nama beliau. Tetapi tiba-tiba beliau dipilih," ungkap Suharyo.
Dalam conclave ini, sekitar 83 persen elektor ditunjuk langsung oleh Paus Fransiskus. Secara efektif, perihal tersebut mengubah wajah gereja Katolik nan jauh lebih mewakili negara-negara berkembang alias dunia south.
Para kardinal nan punya kewenangan pilih sekarang berasal dari 65 negara dan kebanyakan berasal dari Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Perwakilan dari Eropa sekarang hanya sekitar 39 persen, lebih sedikit dibanding conclave pada 2013.
Para kardinal dari bagian bumi selatan juga condong sangat mendukung dorongan Paus nan progresif seperti rumor keadilan sosial, perubahan iklim, menyerukan penghentian agresi Israel di Gaza, hingga meminta setop perang Rusia-Ukraina.
(isa/rds)