ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai merepons kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi nan mengirimkan siswa bermasalah ke Barak Militer.
Menurut dia, perihal itu tidak melanggar HAM. Alasannya, aktivitas di barak tidak ada tindakan nan berkarakter corporal punishment alias balasan secara fisik.
Maka dari itu, jika kebijakan Dedi Mulyadi sukses maka perihal itu patut ditiru wilayah lainnya.
"Kalau itu berjalan uji coba pertama ini bagus ya kami meminta Menteri Dikdasmen (Mendikdasmen) untuk mengeluarkan sebuah peraturan agar ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia, jika bagus," kata Pigai di Kantor Kementerian HAM Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Pigai mewanti, meski dikirim ke barak militer jangan sampai pendidikan mereka terlupa dan tidak ada patokan nan ditabrak, khususnya perihal HAM.
Pigai pun berharap, usai pelajar bermasalah pulang dari barak militer, mereka lebih terdidik dalam perihal karakter, mental, disiplin, dan tanggung jawab nan lebih baik.
"Untuk itu, 10 tahun ke depan itu 2025 sampai 2035 itu kita kudu go internasional dan mempersiapkan transformasi termasuk juga menyiapkan SDM seumpama 2035 itu SDM Indonesia itu mindset-nya mindset HAM mindset kerakyatan mindset tentang keadilan sosial perdamaian, kepedulian," Pigai menandasi.
Dedi Mulyadi Ungkap Alasan Gandeng TNI untuk Didik Anak Nakal
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkap alasannya menggandeng TNI dalam program pendidikan karakter bagi anak-anak nan berperilaku nakal.
Menurutnya, TNI sebagai pendidik sebenarnya bukan perihal baru. Dia lantas mencontohkan personil Paskibraka nan selama ini dididik dan dilatih oleh TNI.
"Bicara persoalan TNI, TNI itu mendidik anak-anak bukan baru. Paskibraka itu dididik oleh TNI. Nah kemudian SMA, namanya SMA Taruna Nusantara nan melahirkan orang-orang hebat, rupanya di dalamnya kurikulum pendidikannya TNI dan TNI mengajar di dalamnya," ucapnya dalam unggahan di akun IG @dedimulyadi71, dikutip pada Senin, 5 Mei 2025.
Selain itu, Dedi menilai, mendidik anak agar disiplin adalah perihal nan baik untuk dilakukan. Termasuk soal etika sehari-hari nan dinilainya sekarang tak begitu dipahami oleh anak-anak.
"Pelajaran PBB itu kan pelajaran di sekolah, kemudian pendidikan jam 8 tidur itu kan pendidikan nan ideal, bangun jam 4 alias 5, terus mandi, bereskan bilik mandi dan ruang tidur, lampau salat, terus sarapan, olahraga. Terus apa salahnya?" katanya.
"Kemudian jam makan, langkah makannya. Mereka belum dididik gimana langkah makan, gimana meletakan piring, garpu, sendok, gimana makan tidak sembari ngobrol, makan tidak bersuara, gimana bunyi sendok dan garpunya tidak berbenturan," sambung Dedi.
Oleh lantaran itu, Dedi mengeklaim tak ada nan salah dalam keikutsertaan TNI pada pendidikan karakter. "Yang tidak boleh kan diajari teknik perang," tandasnya.
Banyak Orangtua Kewalahan Hadapi Anak
Sebelumnya, Dedi menyatakan banyak orangtua nan menitipkan anak-anak mereka untuk ikut program pendidikan karakter ala militer nan digagasnya.
Menurut Dedi, perihal itu merupakan respons positif. Sebab, dia menilai banyak orangtua nan sekarang sudah kewalahan dalam menghadapi anak-anaknya nan 'sulit diatur'.
"Itu tandanya aktivitas ini mendapatkan respons positif. Artinya bahwa hari ini orangtua udah kewalahan menghadapi anak," katanya dalam unggahan di akun IG @dedimulyadi71, dikutip pada Senin, 5 Mei 2025.
Diketahui, program pendidikan karakter itu telah dimulai pada 2 Mei 2025 di Kabupaten Purwakarta, di mana 39 siswa telah mengikuti pendidikan karakter di Barak Resimen 1 Sthira Yudha.
Dedi menjelaskan, pendidikan karakter ini diperuntukan untuk anak-anak berperilaku bandel dan orangtuanya tak lagi sanggup untuk mendidik. Adapun untuk anak nan melakukan tindakan kriminal, Dedi mengatakan bahwa anak mengenai bakal dibina melalui peradilan anak.
"Kan memang teorinya begini, anak nan mengalami kenakalan jika itu pidana maka lewat peradilan anak, kemudian kelak lewat pembinaan, misalnya lembaga tempat penitipan anak untuk dilakukan pembinaan, itu kan nan berproses pidana berasas peradilan," ucapnya.
Sementara program pendidikan karakter, klaim Dedi, bermaksud untuk membantu orangtua nan tak lagi sanggup dalam mendidik anaknya.
"Tetapi kan banyak nan tidak berproses kriminal, tapi nakalnya enggak pernah berhenti. Akhirnya mereka kudu kembali ke orangtuanya, pertanyaannya adalah ketika orangtuanya sudah tidak punya kesanggupan, enggak sanggup menghadapi anaknya bolos terus, enggak sanggup anaknya main game terus, motor-motoran terus, minum ciu. Kan kayak minum ciu, eksimer enggak bisa dipidana," katanya.
Oleh lantaran itu, Dedi berbareng para kepala wilayah di Jawa Barat dan bekerja sama dengan TNI bermaksud untuk turun tangan dalam mendidik anak-anak tersebut.
"Ini kan kudu ada orang nan menangani, saya termasuk dan Pak Bupati Purwakarta, dan bupati dan wali kota lainnya seluruh Jawa Barat sanggup menangani dengan bekerja sama dengan TNI," tandasnya.