Jalur Sepeda Untuk Siapa?

Sedang Trending 3 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Matahari mulai menari-nari di atas kepala. Pagi itu, udara panas sudah mencubit kulit, aspal mengepul, dan klakson bersahut-sahutan menjadi satu di jalanan.

Di tengah riuh kendaraan bermotor, seorang laki-laki dengan helm kuning dan kacamata hitam menunduk sembari mengayuh pedal sepeda menembus jalan menuju ke Jakarta.

Namanya John Herman, dia seorang pegawai sebuah perusahaan IT di Kebayoran Baru, nan sehari-hari kudu bolak-balik Depok-Jakarta. Perjuangan dan semangatnya sangat mengebu-gebu.

"Saya dari Depok Timur mau ke instansi di area Kebayoran Baru, ya jika dihitung jarak tempuh kira-kira 20 km dan menyantap waktu 1 jam 15 menit," kata dia memulai perbincangan dengan detikai.com, Jumat (25/4/2025).

Keringat mengucur di pelipis, tapi raut mukanya tetap santai. Dia dengan senang meladeni wawancara. Pria itu memang menjadikan kendaraan roda dua tanpa mesin itu sebagai perangkat transportasi menuju ke kantor.

"Kalau hari biasa, jam 9 sudah berangkat sampai instansi kira-kira 1 jam seperepat dari sekarang," ujar dia.

Di kembali kesehariannya mengayuh sepeda, tersimpan cerita getir. Di Jakarta, pesepeda tetap terpinggirkan. Jalur unik sepeda nan disediakan pemerintah pun kerap jadi rebutan dengan pemotor.

"Sering banget, dan ya itu pemotor kadang-kadang suka nyerobot. Kadang-kadang jika jalur kepakai itu agak menyusahkan," ujar dia.

Namun ketika sedang capai, John terkadang terpancing emosi. Tapi lebih sering dia memilih tak bersuara dan mengalah.

"Kalau lagi capek kadang kita bales, tapi jika mood lagi biasa ya udah kita diemin aja, kita ngalah aja," ujar dia.

John ingat betul suatu hari pernah disenggol pemotor di jalur sepeda. Bukannya minta maaf, pemotor tersebut malah emosi. Di situlah John kembali menasehati.

"Kalau sama pemotor, jika kita udah bener terus diserobot jalur dipotong kita kudu tunjukkin jika kita bener," ujar dia.

Meski begitu John tetap setia bersepeda. Katanya lebih hemat, dan sehat. Apalagi di kantor, bosnya juga kegemaran bersepeda.

Keluhan Pesepeda nan Perlu Didengar

Dalam kesempatan itu, John menyoroti pelbagai akomodasi sepeda seperti parkiran nan dinilai belum memenuhi standar keamanan, sehingga banyak pesepeda nan was-was saat menitipkan kendaraannya.

"Walaupun ada pakiran keamanan kurang, saya sering dapat WA dari temen-temen organisasi nan kehilangan sepedanya. Terakhir ada kejadian di parkiran MRT," ujar dia.

Kini, angin segar berembus dari Balai Kota Jakarta. Apalagi Gubernur Jakarta Pramono Anung katanya kegemaran gowes. Dia meletakkan angan besar kepada Pramono untuk memperbaiki akomodasi bagi pesepeda.

Meski menurut John, Jakarta sebenarnya sudah cukup fasilitasnya. Jalur ada, bike sharing ada, parkir sepeda di beberapa tempat juga mulai tersedia. Tapi nan belum ada adalah kesadaran pengendara motor.

"Diteruskan lah jalur sepeda nan sudah ada di Jakarta, jika bisa ditambah, jika bisa dipertahankan alias ditertibkan," ujar dia.

Perlu Ada Kampanye dan Acara Gowes Bareng

Solusinya, Pramono kudu lebih sering mengadakan aktivitas gowes bareng. Di sana kelak ada semacam kampanye untuk meningkatkan kesadaran pemotor dan penggendara lain.

"Bahwa pesepeda mesti didahulukan lantaran hirarki di jalan raya, jalan kaki, pesepeda, baru kendaraan. Karena bersepeda untungin, pertama kita lebih sehat, kedua mengurangi kemacetan. Pertama sehat, ongkos berkurang, kedua kurangi kemacetan," ucap dia.

Suara John diamini Ujang, petugas PJLP di Dinas Pertamanan nan juga goweser sejati. "Dari muda saya udah sepedaan. Sekarang anak udah tiga. Alhamdulillah jalur sepeda sekarang udah mulai banyak. Tapi ya gitu, kadang pemotor tetap aja main serobot,” ujarnya.

Syifa, mahasiswa dari Sudirman, juga bicara perihal serupa soal akomodasi pesepeda.

"Kurang diperlebar, lantaran kadang pemotor suka enggak mau ngalah sama pesepeda, terus jalur sepeda suka dipakai sama pemotor," ucap dia.

"Sudah cukup baik lah dibandingkan di beberapa wilayah penyangga," sambung dia.

Syifa punya angan nan sederhana. “Beneran deh diurusin, diproses agar banyak masyarakat Indonesia lebih banyak naik sepeda," ucap dia.

Jalur Sepeda Rusak, Bahkan Berubah Jadi Tempat Parkir

Suara pesepeda seperti John Herman bukan isapan jempol. Mereka bukan asal mengeluh, lantaran realita di lapangan memang pahit. Hal ini terlihat dari jalur sepeda nan ada di sepanjang ruas Jalan Imam Bonjol, dan Sudirman-Thamrin.

Di Sudirman-Thamrin, jalur sepeda retak-retak. Aspalnya mengelupas. Tak hanya itu, jalur sepeda di area elite itu malah berubah fungsi menjadi tempat parkir dadakan pengemudi ojek online dan taksi. Mereka dengan santuy parkir sembari menunggu orderan.

Di Jalan Panglima Polim sampai Fatmawati, kondisinya nyaris sama. Bahkan lebih parah. Jalur sepeda banyak nan pudar di pinggir jalan.

Banyak pemotor nan pake jalur itu buat ngetem. Dan lantaran lebar jalan tidak sebanding dengan volume kendaraan, akhirnya pesepeda kudu berbagi jalur sama motor dan mobil nan tak mau ngalah.

Sebagai informasi, Jakarta telah mempunyai jalur sepeda sepanjang 313,607 kilometer nan tersebar di sejumlah titik. Jalur unik pesepeda sepanjang itu dibangun sejak 2012 hingga 2023.

Selengkapnya