Ivan S Perundung Siswa Sma Sujud-gonggong Dituntut 10 Bulan Penjara

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Terdakwa kasus intimidasi dan perundungan sujud-menggonggong ke siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya, Ivan Sugiamto, dituntut 10 bulan penjara.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sekaligus Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya Ida Bagus Putu Widnyana, di Ruang Kartika 2 di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (19/3).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ivan Sugiamto berupa pidana penjara selama 10 bulan dan denda sebesar Rp5 juta rupiah subsider satu bulan penjara, dengan ketentuan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata JPU.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ida Bagus mengatakan perbuatan terdakwa terbukti dalam dakwaan pengganti pertama ialah pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Jaksa kemudian menyampaikan perihal nan meringankan tuntutan Ivan adalah terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa berterus terang mengakui perbuatan dan menyesali perbuatannya.

"Sementara perihal nan memberatkan adalah perbuatan terdakwa dinilai telah mencederai keadilan terhadap anak, menyebabkan anak EN mengalami kekhawatiran alias depresi dan traumatik nan menyebabkan kesulitan beraktifitas sehari-hari," ucapnya.

"Serta perbuatan terdakwa nan dinyatakan bertentangan dengan norma-norma hukum, kepercayaan dan kesusilaan nan hidup di masyarakat," tambah Ida Bagus.

Sementaranya itu Kuasa norma Ivan Sugiamto, Billy Hadiwiyanto, menyatakan pihaknya bakal mengusulkan pleidoi alias nota pembelaan pada sidang pekan depan.

Sebelumnya, JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya Galih Riana Putra Intaran mendakwa Ivan Sugiamto telah melakukan kekerasan terhadap anak.

"Terdakwa dinilai menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, alias turut serta melakukan kekerasan terhadap anak," kata Galih.

Hal itu, kata Galih, bermulai saat anak Ivan, EL dan ditemani saksi DEF mendatangi korban EN di sekolahnya, di SMAK Gloria 2, untuk menyelesaikan masalahnya, pada Senin, 21 Oktober 2024. Keduanya kemudian berjumpa Ira Maria dan Wardanto, orang tua EN.

"Saksi DEF berbicara EL mau menanyakan maksud perkataan anak EN nan menyebut anak EL seperti anjing pudel," ucapnya.

Singkat cerita, saksi EL dan DEF menghubungi terdakwa Ivan. Setibanya di SMAK Gloria 2 Surabaya dan menemui EN, dia tersulut emosi dan memaksa serta mengintimidasi korban EN untuk meminta maaf dengan bersujud dan menggonggong.

"Terdakwa lampau menyuruh anak korban EN, untuk bersujud dan menggonggong dengan berbicara 'Minta maaf! Sujud! Sujud!' sebanyak tiga kali," kata Galih membacakan dakwaan.

Karena diminta juga oleh ibunya nan sudah ketakutan, EN kemudian mau bersujud di depan Ivan, EL dan kerumunan orang. Namun saat dia hendak menggonggong, ayah korban berupaya membangkitkan anaknya.

"Namun tindakan orang tua korban itu dihalangi oleh terdakwa. Lalu terdakwa kemudian mengintimidasi saksi Wardanto sembari menengadah dahinya ke kepala saksi Wardanto," ucapnya.

Atas perbuatan terdakwa itu, berasas hasil pemeriksaan ilmu jiwa forensik RS Bhayangkara Surabaya, korban EN mengalami gangguan kekhawatiran hingga depresi.

"Pada diri anak saat ini tampak adanya manifestasi klinis ilmu jiwa ialah munculnya syndrome anxiety alias kecemasan, depresi dan PTSD alias post traumatic stress disorder. Kondisi tersebut membikin anak kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari," ucapnya.

Karena perbuatannya, Ivan didakwa dua dakwaan. Pertama, Pasal 80 ayat 1 Jo Pasal 76 C Undang-undang No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah tentang perubahan kedua atas UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan dakwaan kedua Pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUHP. 

(fea/frd/fea)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya