Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya Ke Kinerja Antam?

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Industri sektor nikel menghadapi banyak tantangan pada tahun ini. Keberlangsungan upaya nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pun menjadi pertanyaan apakah investasi nan dilakukan Antam bakal menguntungkan di masa depan alias justru membuatnya merugi.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Paris Agreement membikin masa depan daya bersih dan hilirisasi nikel tetap tanda tanya. Hal itu turut memberikan pengaruh terhadap upaya nikel Antam.

Beruntung pemerintah Indonesia tetap berkomitmen mendorong daya bersih dan hilirisasi nikel. Dengan demikian dia optimis prospek upaya nikel terhadap keahlian Antam bakal tetap baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masih ada prospek cukup baik dalam beberapa tahun ke depan saya melihatnya," kata Komaidi kepada detikaicom, Rabu (30/4/2025).

Terkait nilai nikel nan terus merosot lantaran pasokan bumi berlebih, Komaidi memandang bakal ada pembalikan nilai ketika ekonomi sudah mulai pulih.

"Nanti jika ekonominya sudah mulai pulih, pembalikan nilai biasanya bakal kembali sehingga saya kira nggak perlu ada kekhawatiran. Kalau nan namanya upaya ya wajar naik turun," ucapnya.

Industri nikel memang sedang mengalami masa susah terutama disebabkan oleh beragam aspek seperti penurunan nilai nikel, kelebihan pasokan dan melemahnya permintaan global. Selain itu, kebijakan pemerintah seperti larangan ekspor bijih nikel mentah juga turut berakibat pada industri ini.

Seperti diketahui, Antam mengelola beberapa blok tambang nikel termasuk PT Sumberdaya Arindo (SDA) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pada 2024, Antam memproduksi sekitar 9,94 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel, meskipun sempat menargetkan 11 juta wmt.

Selain itu, Antam mengoperasikan pabrik feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan kapabilitas 27.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Antam juga memulai tahap awal commissioning pabrik feronikel baru di Halmahera Timur dengan kapabilitas tambahan 13.500 TNi.

Selain itu, pada Oktober 2024, Antam melalui anak perusahaannya PT Gag Nikel mengakuisisi 30% saham senilai US$ 102 juta di smelter milik PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan Tsingshan Holding Group. Smelter ini terletak di area industri Weda Bay, Maluku Utara dan menjadi bagian dari upaya Antam untuk memperkuat hilirisasi industri nikel di dalam negeri.

(aid/rrd)

Selengkapnya