ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun Baru China di Indonesia sering disebut Imlek. Namun, belum banyak orang tahu rupanya Imlek merupakan bahasa nan dipakai hanya di Indonesia. Di China, seremoni tahun baru China rupanya bukan disebut Imlek.
Bagaimana ada perbedaan bahasa bukan hanya masalah kultural semata, tetapi juga perkara politik. Ini terjadi lantaran pemerintah Indonesia di masa Orde Baru melarang sesuatu nan berbau China.
Sebagai wawasan, pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto melarang seremoni Tahun Baru China. Hal ini disebabkan lantaran Soeharto sangat anti-komunis nan menjadi ideologi negara China. Dia memandang kebebasan seremoni kebudayaan China sama saja menakut-nakuti eksistensi ideologi Pancasila. Maka, dia pun melarangnya.
Foto: Warga Tionghoa membersihkan Patung Buddha saat ritual pencucian di Vihara Buddha Dharma dan 8 Posat, Desa Tonjong, Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). (detikai.com/Tri Susilo)
Pelarangan ini diatur dalam Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Intinya, patokan tersebut melarang apapun nan berbau China bebas disuarakan di Indonesia. Mulai dari penggunaan bahasa Mandarin, lagu-lagu, hingga seremoni Tahun Baru China.
Merujuk Siew-Min Sai dan Chang-Yau Hoon dalam Chinese Indonesians Reassessed (2013), pelarangan Tahun Baru China juga masuk ke dalam ranah penamaan. Di China, seremoni ini lazim disebut Sin Cia yang diambil dari bahasa Mandarin.
Namun, akibat pemerintah Soeharto fobia sesuatu berbau China, maka pemerintah mengubah nama seremoni tersebut. Akhirnya tercipta istilah Imlek. Kata tersebut lahir dari dialek Hokkien. Dalam dialek Hokkien, Imlek (阴历, dibaca im-le̍k) terdiri atas dua suku kata, di mana im berfaedah 'bulan' dan lek berfaedah 'penanggalan'.
Dari situ, makna Imlek adalah 'kalender bulan'. Atas dasar ini, kata 'Imlek' hanya ada di Indonesia. Tentu saja, eksistensi kata tersebut berbarengan dengan terbatasnya ruang ekspresi perayaan.
Di masa Orde Baru, masyarakat Tionghoa tak lagi bisa melakukan Tahun Baru China secara bebas. Jika mau tetap merayakan Imlek, mereka kudu diam-diam melakukannya. Tentu, itu dilakukan tanpa diberi hari libur seperti sekarang.
Beruntung patokan diskriminasi tersebut berhujung saat Orde Baru runtuh. Di awal reformasi, Presiden B.J Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan patokan nan mencabut seluruh patokan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa nan dikeluarkan Soeharto.
Orang Tionghoa bisa mengekspresikan kembali kebudayaannya secara bebas, termasuk juga seremoni Tahun Baru Imlek. Meski begitu, diskriminasi terhadap orang Tionghoa tidak serta merta lenyap begitu saja lantaran sudah telanjur mengakar.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Intip Tren Kecantikan 2025 dari Make Up Hingga Skin Care
Next Article Ramalan Kehidupan 12 Shio di Tahun Ular Kayu 2025