Ilmuwan Teriak Kiamat Makin Dekat Di Tangan Donald Trump

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, detikai.com - Donald Trump resmi dilantik sebagai Presiden AS ke-47. Di masa kedudukan keduanya, intelektual di seluruh bumi cemas dengan akibat kebijakan Trump untuk bumi sains, kesehatan publik, iklim, dan pendanaan riset.

Para intelektual cemas AS bisa kembali menarik diri dari perjanjian suasana Paris, seperti nan terjadi ketika Trump pertama kali menjadi Presiden AS ke-45 untuk periode 2017-2021.

Terlebih, Trump menempatkan orang-orang nan mempunyai reputasi jelek di posisi strategis untuk bagian sains. Salah satunya Robert F Kennedy Jr nan skeptis terhadap vaksin dan digadang-gadang bakal memimpin Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan.

Calon lainnya Jay Bhattacharya nan diusulkan sebagai kepala Institut Kesehatan Nasional. Ia dikenal sebagai kritikus pada masa pandemi Covid-19. Lalu ada juga Lee Zeldin nan dinominasikan sebagai kepala Badan Perlindungan Lingkungan.

Chief Executive Wellcome John-Arne Rottingen mengatakan AS mempunyai peran krusial dalam memajukan sains dan kesehatan global. Keamanan kesehatan untuk semua negara juga berjuntai pada kerjasama global.

"Pemerintahan Trump, dan departemen kesehatan nan dipimpin oleh Robert F Kennedy Jr, bakal menimbulkan tantangan baru bagi pengetahuan pengetahuan, kesehatan, dan kesetaraan," kata Rottingen, dikutip dari Research Proffesional News, Rabu (22/1/2024).

Surat Terbuka dari Ilmuwan

Sebuah organisasi nirlaba AS, Union for Concerned Scientists, pada pekan lampau menerbitkan dua surat terbuka nan menggalang support bagi bumi sains menjelang pelantikan Trump.

Yang pertama, ditandatangani oleh lebih dari 50.000 pendukung sains, ilmuwan, dan pakar, meminta Kongres untuk "menentang upaya mempolitisasi alias menghilangkan peran ilmiah, lembaga, dan penelitian federal nan melindungi kesehatan, lingkungan, dan organisasi sains".

Surat kedua ditujukan kepada 99 senator, beberapa di antaranya berkedudukan dalam konfirmasi calon badan federal Trump, atas nama 28 organisasi nan mendukung integritas ilmiah. Laporan tersebut meminta mereka untuk mempertimbangkan penghormatan terhadap sains.

"Secara khusus, kami mendesak Anda untuk tidak mendukung calon nan tidak mempunyai kualifikasi nan diperlukan, mempunyai bentrok kepentingan nan serius, alias kandas untuk mengakui konsensus ilmiah nan relevan dengan lembaga mereka," tertera dalam surat tersebut.

Kritik Aktivis Lingkungan

Di awal sidang konfirmasi Zeldin sebagai pengurus Badan Perlindungan Lingkungan pada pekan lampau mendapat kritik dari para pemerhati lingkungan. Mantan personil kongres ini mempunyai rekam jejak nan jelek dalam undang-undang lingkungan hidup, sebagaimana diungkap League of Conservation Voters AS.

"Dalam peran terakhirnya di pemerintahan, Zeldin nan saat itu menjabat sebagai personil Kongres secara rutin memberikan bunyi untuk lebih banyak polusi dan lebih sedikit perlindungan kesehatan masyarakat. Dia menentang upaya untuk mendanai program asuransi banjir nasional, apalagi ketika kenaikan permukaan air laut terus menakut-nakuti kampung halamannya [di Long Island]," kata Melinda Pierce, kepala legislatif organisasi lingkungan Sierra Club.

"Lee Zeldin telah menyerukan pencabutan standar nan melindungi udara bersih dan air bersih. Kami menyerukan kepada personil Senat AS untuk menentang pengukuhan tersebut dan melindungi kehidupan dan penghidupan generasi ini dan semua generasi mendatang," dia menambahkan.

Kritik di Sektor Kesehatan

Para peneliti juga telah menyatakan keprihatinannya kepada Research Professional News atas pilihan Bhattacharya untuk memimpin NIH. Peran Bhattacharya cukup sentral dalam perdebatan mengenai pandemi Covid-19.

Ia ikut menulis surat terbuka nan menyerukan strategi pengganti untuk melindungi mereka nan berisiko tinggi, sembari membiarkan mereka nan berisiko minimal untuk "menjalani hidup secara normal untuk membangun kekebalan".

Argumentasi itu membikin Bhattacharya dicap sebagai salah satu kritikus dan "dokter pro-infeksi" nan secara keliru menyatakan bahwa "satu jangkitan menghasilkan kekebalan nan kuat dan permanen".

"Mengingat sungguh anehnya nominasi Trump untuk kedudukan tinggi, tidak adanya kualifikasi nan jelas dari Dr Bhattacharya untuk menjadi kepala NIH semestinya tidak mengejutkan," kata Martin McKee, guru besar kesehatan masyarakat Eropa dan kepala medis di London School of Tropical Hygiene and Medicine.

Stephen Griffin, guru besar virologi kanker di Universitas Leeds, juga menyoroti sikap Bhattacharya terhadap pandemi ini sebagai keprihatinan, terutama di kala tingginya penyebaran influenza H5N1 nan mengkhawatirkan di seluruh AS.

Hilangnya AS dari Dunia Sains

Para intelektual juga cemas AS bakal lenyap dari kerjasama ilmiah global, terlebih jika AS meninggalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada masa kepemimpinan Trump nan pertama, dia memprakarsai aktivitas tersebut dan kemunkinan bakal berakibat besar pada masa jabatannya nan kedua.

AS adalah negara pendonor WHO, nan telah menyumbang sebesar US$1,284 miliar selama periode dua tahun dari tahun 2022-23.

"Para pemimpin kesehatan di AS mempunyai skill teknis, kepemimpinan, dan pengaruh nan luar biasa, dan potensi hilangnya mereka di kancah bumi bakal menimbulkan akibat nan sangat buruk, sehingga menjadikan AS dan kesehatan dunia lebih lemah sebagai akibatnya," kata Røttingen.

"Skala tantangan kesehatan nan kita semua hadapi berfaedah kepentingan semua orang agar WHO dapat beraksi dengan kekuatan penuh dan dengan semua negara sebagai personil nan terlibat mempengaruhi prioritas mereka," dia menambahkan.

Petaka Iklim Trump

Sebelumnya, banyak intelektual suasana nan sudah cemas dengan nasib umat manusia di tangan Trump. Pasalnya, Trump dinilai tidak peduli dengan perubahan suasana dan akibat petakanya di masa depan.

Dalam beberapa kesempatan, Trump tak segan menyebut perubahan suasana adalah hoax dan salah satu penipuan terbesar sepanjang masa.

Ia juga berencana menghapus pengeluaran daya bersih, serta memangkas insentif bagi penduduk AS untuk mengendarai mobil listrik.

Rencana tersebut bakal dilakukan selama periode empat tahun Trump menjabat, di mana waktu tersebut merupakan dasawarsa krusial bagi para ilmuwan.

Dalam masa tersebut, mahir menyatakan AS dan bumi kudu memangkas polusi nan membawa pemanasan dunia untuk menghindari kerusakan suasana nan membawa musibah lebih lanjut.

Saat ini, penghasil emisi utama seperti AS sangat tertinggal dalam komitmen untuk memangkas emisi nan cukup untuk menghindari kenaikan suhu dunia sebesar 1,5C di atas era pra-industri.

Dengan pemanasan rata-rata hanya lebih dari 1C sejauh ini, bumi telah mengalami gelombang panas nan memecahkan rekor, kebakaran hutan, angin besar dahsyat, punahnya satwa liar dan ancaman lainnya.

"Seperti nan saya nyatakan sebelum pemilu, masa kedudukan Trump nan kedua, nan mencakup penerapan 'Proyek 2025', adalah akhir dari tindakan suasana seperti nan kita ketahui, pada dasawarsa ini," kata Dr. Michael E. Mann, kepala Center for Climate Change. Science, Sustainability, & the Media di University of Pennsylvania, dikutip dari The Independent, Rabu (22/1/2024)

"Jika dia [Trump] mengacak-acak kerakyatan kita, seperti nan ditakutkan oleh banyak orang, Amerika bakal menjadi negara petrostate, dan tindakan suasana bakal terhenti," dia menambahkan.

Sebagai informasi, petrostate merupakan julukan bagi negara nan perekonomiannya berjuntai pada ekstraksi dan ekspor minyak alias gas alam. Padahal, para master suasana sudah berulang kali mengatakan umat Bumi kudu menyetop penggunaan bahan bakar fosil jika mau selamat dari petaka iklim.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Peran Lintasarta Wujudkan Ekosistem AI Berkelanjutan Indonesia

Next Article Tanda Kiamat di Atas Gunung, Dua Danau Berubah Jadi Satu

Selengkapnya