Harga Minyak Rebound, Pasar Sorot Tarif As Dan Laporan Opec

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Harga minyak bumi rebound pada perdagangan Rabu (12/3/2025) setelah sempat ambruk ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun. Namun, sentimen pasar tetap dibayangi kekhawatiran soal tarif perdagangan AS dan perlambatan ekonomi global.

Harga minyak Brent perjanjian Mei naik 0,5% ke US$69,92 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) perjanjian April menguat 0,6% ke US$66,30 per barel.

Fokus utama penanammodal sekarang tertuju pada laporan bulanan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) nan bakal memberikan gambaran lebih jelas mengenai pasokan minyak global. Hal ini menjadi perhatian unik setelah OPEC setuju untuk meningkatkan produksi awal bulan ini.

Harga minyak sempat merosot tajam dalam tiga pekan terakhir akibat kekhawatiran perlambatan permintaan serta akibat tarif perdagangan nan diberlakukan AS. Namun, nilai kembali menguat didukung oleh ekspektasi gangguan pasokan dari Rusia, setelah Ukraina menyatakan telah menyerang kilang minyak besar di Moskow.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik juga tetap tinggi. Ukraina sebelumnya sepakat dengan kesepakatan gencatan senjata sementara nan dimediasi oleh AS, tetapi Rusia belum memberikan tanggapan resmi.

Dalam tiga pekan terakhir, pasar minyak tertekan akibat kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, nan pekan lampau menerapkan tarif 25% terhadap impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif 20% untuk China, negara importir minyak terbesar dunia.

Meskipun Trump memberikan kelonggaran sementara untuk Kanada dan Meksiko, negara-negara tersebut, termasuk China, segera merespons dengan kebijakan balasan, meningkatkan kekhawatiran perang jual beli global.

Kanada apalagi menakut-nakuti bakal membatasi ekspor daya ke AS, nan berpotensi memperketat pasokan minyak global. Namun, langkah ini bakal berjuntai pada apakah AS betul-betul menerapkan tarif tambahan nan lebih tinggi.

Trump sendiri tetap berpegang pada kebijakan tarif timbal balik, nan menurutnya bakal bertindak mulai awal April.

Laporan bulanan OPEC menjadi perhatian utama pasar, terutama lantaran terjadi hanya beberapa minggu setelah organisasi ini menyetujui permintaan AS untuk meningkatkan produksi, meskipun secara bertahap.

Investor bakal mencermati apakah OPEC mempunyai rencana untuk meningkatkan produksi lebih lanjut pada tahun ini, mengingat beberapa negara anggotanya telah mengindikasikan kemungkinan tersebut. Selain itu, proyeksi OPEC terhadap permintaan global, nan terus direvisi turun dalam setahun terakhir, juga menjadi perhatian, terutama di tengah potensi stimulus tambahan dari China.

Pasar sekarang menanti info inflasi AS serta laporan stok minyak dari American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA) nan dijadwalkan rilis hari ini.

Laporan API menunjukkan peningkatan stok minyak mentah AS nan lebih besar dari perkiraan, nan dapat menjadi indikasi serupa dalam info resmi nanti. Sementara itu, data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS diperkirakan menunjukkan inflasi nan tetap tinggi di Februari, mengurangi kesempatan pemangkasan suku kembang dalam waktu dekat.

Dengan kombinasi sentimen geopolitik, kebijakan tarif AS, dan kebijakan produksi OPEC, volatilitas nilai minyak tetap berpotensi tinggi dalam beberapa waktu ke depan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG & Rupiah Babak Belur Efek Trumpcession

Next Article Harga Minyak Melemah, Pasar Tunggu Perkembangan Perang Rusia-Ukraina

Selengkapnya