ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pasar mata uang digital anjlok. Harga Bitcoin turun di bawah US$ 105.000 di tengah memanasnya ketegangan geopolitik dan likuidasi besar-besaran di pasar derivatif dan spot,
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menilai perihal tersebut memberikan tekanan negatif nan luas bagi pasar kripto. Antony menilai penurunan terjadi saat serangan Israel terhadap Iran tengah menjadi pusat perhatian. Hal inilah nan mendorong para penanammodal lebih memilih untuk mencari instrumen nan lebih kondusif dan menjauh dari risiko.
Berdasarkan info Coinglass, likuidasi mencapai US$1,148 juta, saat buletin ini ditulis. Volume perdagangan Bitcoin juga mencapai US$369 miliar. Sementara total kapitalisasi pasar mata uang digital turun 3,38%. Ethereum (ETH) turun 9,5%, XRP turun 5,71%, dan Solana (SOL) turun 10,16%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan tersebut memberi sinyal lebih hati-hati bagi pasar, apalagi saat pergerakan saat ini tampak mirip dengan nan terjadi pada Januari 2025.
IIni memang sebuah proses nan normal dan tetap sehat di tengah uptrend nan tengah terjadi. Investor tengah melakukan proses pengambilan reposition, sembari menunggu momentum nan lebih matang untuk melangkah lebih jauh," ujar Antony dalam keterangannya, Jumat (13/6/2025).
Antony juga memandang bahwa proses likuidasi massal saat ini bukan sebuah sinyal negatif nan kudu ditakuti. Menurut dia, perihal itu justru sebuah pembersihan leverage nan memang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pasar.
Antony menekankan bahwa penanammodal nan bisa menjaga visi jangka panjang dan bisa melakukan pembelian saat terjadi kepanikan justru dapat memperoleh kesempatan nan lebih besar.
"Ini seperti proses detoksifikasi. Pasar tengah membersihkan posisi nan dianggap overleveraged sehingga nantinya pergerakan lebih sehat dan lebih matang saat terjadi rebound. Ketidakpastian memang selalu menjadi tantangan, tapi juga peluang, jika kita bisa belajar dan menjaga mental nan matang saat terjadi gejolak di pasar," tambah Antony
Lebih lanjut, proses likuidasi juga terjadi seiring proses mengambil nan terus meluas dan perbaikan aspek teknologi nan tengah terjadi di ekosistem kripto. Selain tekanan dari likuidasi dan pola pergerakan nan serupa, Bitcoin juga tengah terhimpit oleh kondisi makroekonomi, ialah kesempatan penurunan suku kembang The Fed nan kian menipis.
The FedWatch tool mencatat bahwa probabilitas untuk terjadi penurunan suku kembang saat pertemuan FOMC 18 Juni 2025 mencapai 0%. Investor tengah meletakkan probabilitas lebih besar (99,8%) bahwa The Fed bakal menahan tingkat kembang saat pertemuan tersebut.
Selain Fed dan inflasi, penanammodal juga tengah mencermati rilis info Producer Price Index (PPI) AS pada 12 Juni 2025. Indeks nilai konsumen (CPI) AS tercatat 2,4%. Rilis info PPI tersebut juga berpotensi menambah tekanan negatif bagi pergerakan Bitcoin.
Antony juga mengimbau penanammodal untuk belajar lebih mandiri, melakukan riset, dan memahami instrumen nan dibelinya, bukan hanya berasas rumor alias pergerakan sesaat.
"Ini saatnya melakukan due diligence, mencari kesempatan nan sesuai dengan visi dan toleransi akibat masing-masing, sehingga dapat mencapai tujuan investasi nan lebih matang dan maksimal," tambah Antony.
Antony juga menekankan bahwa penurunan saat ini bukan sebuah kiamat. Dia menilai kondisi ini menjadi proses krusial nan kudu dilalui sebelum momentum positif selanjutnya tiba.
"Ini adalah proses nan kudu dibarengi dengan kesabaran, kedewasaan, dan visi jangka panjang. Dengan memahami apa nan terjadi dan belajar darinya, para penanammodal dapat lebih siap dan lebih unggul di tengah tantangan nan tengah terjadi di pasar mata uang digital saat ini," jelas dia.
(rea/rrd)