ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Politik
Selasa, 22 April 2025 - 15:14 WIB
Jakarta, detikai.com - Sejumlah penduduk mengusulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hak partai politik dalam Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR. Dalam gugatan itu, pemohon mau PAW sebaiknya ditentukan melalui pemilu di wilayah pemilihan alias dapil asal personil DPR nan bakal diganti.
Mengutip dari situs MK, ada dua gugatan mengenai kewenangan PAW personil DPR. Gugatan pertama teregistrasi dengan nomor perkara 41/PUU-XXIII/2025. Para pemohon dalam gugatan ini ialah Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang.
Sementara, gugatan kedua dilayangkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Gugatan nan diajukan Zico teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025.
Pemungutan bunyi alias pencoblosan di pemilu. (Foto ilustrasi).
Kedua gugatan itu mempersoalkan pasal-pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Mereka minta agar PAW dilakukan lewat pemilu di dapil asal personil DPR nan bakal diganti.
Berikut isi petitum Chindy Trivendy dkk:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah alias UU MD3, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) tidak mempunyai kekuatan norma mengikat.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Dalam permohonannya, Chindy dkk menilai kewenangan penggantian personil DPR oleh parpol nan diatur dalam pasal itu tidak lazim pada negara demokrasi. Menurut mereka, kondisi itu bertentangan dengan prinsip representasi rakyat.
Sementara, Zico dalam gugatannya mempersoalkan lima pasal dalam UU MD3 dan satu pasal dalam UU Pemilu.
Berikut petitum komplit dari gugatan nan diajukan Zico:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan frasa 'Fraksi' dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat; alias menyatakan frasa 'tugasnya sebagai wakil rakyat' dalam Pasal 12 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai 'tugasnya sebagai wakil rakyat untuk dapat menyampaikan pendapat secara perseorangan wakil rakyat dan bukan atas nama fraksi'. Menyatakan frasa 'hak dan tanggungjawab personil DPR' dalam Pasal 82 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'hak dan tanggungjawab perseorangan personil DPR untuk menyatakan pendapatnya perseorangan tanpa pengaruh dan atas nama fraksi'
3. Menyatakan frasa 'Semua rapat di DPR' dalam Pasal 229 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai 'semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR selain terdapat keadaan tertentu nan menyebabkan akomodasi di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan alias berfaedah dengan baik'.
4. Menyatakan frasa 'diusulkan oleh partai politiknya' dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai 'diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nan kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali'.
5. Menyatakan Penjelasan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Yang dimaksud dengan pemilihan kembali adalah pemilihan umum nan diselenggarakan di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing personil DPR terpilih nan diusulkan berakhir oleh Partai Politik melalui sistem pemilihan Surat Suara dengan pilihan nan tersedia ya alias tidak'.
6. Menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf g UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat.
7. Menyatakan frasa 'secara serentak' dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai Pemungutan bunyi untuk DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan secara paruh waktu di tengah masa kedudukan Presiden dan Wakil Presiden alias dilaksanakan 2,5 tahun setelah Pemilu Serentak.
Halaman Selanjutnya
2. Menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah alias UU MD3, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) tidak mempunyai kekuatan norma mengikat.