ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tampak terus aktif menggunakan ragam platform media sosial untuk menampilkan aktivitas kepemimpinannya sejak dilantik sebagai gubernur pada 20 Februari 2025 lalu.
Keaktifan Dedi menggunakan platform media sosial juga terlihat dengan tingginya jumlah pengikut Dedi di IG @dedimulyadi71 dan Youtube @kangdedimulyadichannel.
Di Instagram, jumlah pengikut Dedi mencapai nomor 3 juta dengan total 6.693 unggahan. Sementara di Youtube jumlah pengguna alias subscriber Dedi mencapai 7 juta dengan sekitar 4 ribu video nan diunggah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui kedua platform sosial media itu, Dedi kerap menampilkan momen marah, haru, hingga jenaka ketika blusukan ke sejumlah tempat untuk mengatasi persoalan nan ada di Jawa Barat.
Imbas keaktifan Dedi di media sosial, sentilan 'gubernur konten' pun muncul. Salah satunya dilontarkan Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud kala rapat dengan Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, (29/4) kemarin.
Dedi tak masalah dengan sentilan 'gubernur konten' itu. Ia justru memamerkan anggaran iklan Pemprov Jabar menurun setelah dirinya aktif di media sosial.
"Alhamdulillah dari konten nan saya miliki itu bisa menurunkan shopping rutin iklan. Biasanya iklan di Pemprov Jabar kerja sama medianya Rp50 miliar. Sekarang cukup Rp3 miliar tapi viral terus," kata Dedi.
Pakar komunikasi politik Universitas Brawijaya Verdy Firmantoro menilai Dedi menggunakan komunikasi politik personalistik dengan aktif di media sosial untuk memimpin Jawa Barat.
"Pendekatan itu dilakukan dengan menyapa publik secara langsung melalui beragam kanal media, tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membangun narasi sebagai pemimpin nan merakyat, responsif, dan empatik," kata Verdy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/4).
Ia menegaskan pendekatan nan dilakukan Dedi bukanlah sesuatu nan baru melainkan kerap dilakukan oleh banyak tokoh. Salah satunya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Kala menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta, Jokowi kerap blusukan ke beragam tempat. Salah satu nan paling menonjol adalah blusukan hingga ke gorong-gorong Jakarta.
"Secara teknis bukan sepenuhnya baru. Pendekatan serupa sudah diadopsi mantan Presiden Jokowi dan juga banyak dipraktikkan oleh pemimpin populis di negara demokrasi," tutur dia.
Verdy menilai Dedi sukses menyesuaikan pola komunikasi dengan segmentasi masyarakat Jawa Barat melalui aktif di konten media sosial.
Terlebih, kata dia, penduduk Jawa Barat nan mempunyai pedoman generasi muda dan aktif secara digital sehingga mempunyai sumber daya nan memadai untuk mengakses konten digita Dedi.
"Ini penting, lantaran keberhasilan komunikasi politik berjuntai pada relevansi saluran dan pesan dengan karakter publiknya. Langkah Dedi bisa dinilai sebagai penyesuaian strategis nan kontekstual," jelas dia.
Verdy mengakui style komunikasi politik nan dilakukan Dedi tak jauh berbeda dengan Jokowi. Hanya saja, kata dia, sekarang Dedi lebih aktif memperkuat gambaran di media digital.
"Memang ada kemiripan gaya-terutama dalam langkah membentuk narasi kesederhanaan dan keterlibatan langsung dengan mantan Presiden Jokowi. Namun Dedi lebih kuat di media digital berbasis narasi individual nan lebih interaktif," tutur dia.
Verdy menjelaskan style kepemimpinan nan dilakukan Dedi dapat meningkatkan elektabilitas lantaran menunjukkan pola komunikasi nan terasa nyata dan empatik.
Meski begitu, dia menilai pendekatan komunikasi nan dilakukan Dedi itu berpotensi berakibat jelek dengan terjebak dalam simbolisme kepemimpinan.
"Jika terlalu berlebihan, bisa terjebak dalam komunikasi politik nan artifisial, di mana persepsi menjadi lebih krusial dari pencapaian kebijakan," tutur dia.
"Selain itu, pendekatan seperti ini membikin ekspektasi alias angan publik semakin tinggi, sehingga jika ada kesalahan alias penurunan performa keahlian bisa saja resistensi dan kritik publik bakal lebih besar," sambungnya.
Senada, Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro beranggapan pendekatan komunikasi nan dilakukan Dedi juga tak jauh berbeda dengan nan pernah dilakukan Jokowi.
Namun, dia mengkritik andaikan pendekatan komunikasi nan dilakukan Dedi mengecilkan peran awak media dan menjadi pola komunikasi nan monolog.
"Saya mengkritik jika misalkan memang ada pengarahan lebih sifatnya satu arah ketika itu dilakukan oleh Kang Dedi lantaran jika mencontoh Pak Jokowi saya tahu beliau justru intens melibatkan media," kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/4) malam.
"Sehingga jika memang seperti itu berfaedah perbedaan mendasarnya Kang Dedi monolog, Pak Jokowi justru perbincangan ya jadi jika beliau meniru iya tapi enggak seutuhnya jadi masing-masing punya style dan ceritanya sendiri punya sisi plus, punya sisi minus," sambungnya.
Di sisi lain, Agung menegaskan dalam perspektif politik sebuah upaya menampilkan diri secara paksa bakal berakibat jelek pada tokoh nan mau menonjolkan citra.
Oleh lantaran itu, dia berambisi Dedi lebih jeli dalam mengunggah konten-kontennya ke depan. Terlebih, dia menyinggung substansi kudu dikedepankan dalam memimpin.
"Ada sisi negatif ketika memang publisitasnya terlalu berlebih ataupun ada kesan dipaksakan sehingga ini perlu disikapi dengan cermat, dengan bijak agar konten-konten nan dibuat itu memang tetap mengedepankan unsur-unsur substansi pengelolaan pemerintah secara profesional, akuntabel, dan otentik tentunya kemudian secara personal," tutur dia.
Tak hanya itu, Agung menilai Dedi secara langsung alias tidak langsung juga terus berupaya mendongkrak elektabilitasnya dengan aktif di media sosial.
Terlebih, kata dia, upaya itu dilakukan secara konsisten nan berpotensi menimbulkan ragam persepsi dari masyarakat terhadap kepemimpinannya.
"Ya sedikit banyak tanpa disadari ketenaran itu kan akibat ketika memang dia dilakukan secara konsisten dan organik, maka dengan sendirinya bakal berbuah insentif-insentif elektoral apakah itu bentuknya elektabilitas, apakah itu bentuknya kepuasan publik," tutur dia.
(mab/ugo)
[Gambas:Video CNN]