Fetish Di Balik Aksi Predator 'gilang Bungkus', Termasuk Gangguan Jiwa?

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Gilang Aprilian Nugraga Pratama alias Gilang Bungkus nan viral tahun 2020 kembali beraksi. Meski baru keluar dari penjara, Gilang mulai meneror korban-korbannya di akun X dengan modus nyaris serupa seperti dulu.

Seorang pengguna X, berinisial R (20) dengan akun sehitamsabit, membagikan pengalaman nan nyaris menjadi korban. Ia menerima pesan dari seseorang nan diduga Gilang pada 11 Maret 2025, pukul 01.12 WIB.

Beruntung, R langsung menyadari kejanggalan rayuan tersebut dan mengabaikannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Halo semuanya, saya minta support kalian perihal Gilang Bungkus. Dia baru aja ngechat saya dan akhirnya juga nge-approach teman-teman saya. Semua isi chat nan sempat saya simpan bakal saya letakkan di sini. Dan mungkin kalian dapat lihat gimana langkah si dia menarik korban," tulis R dalam thread-nya.

Setelah berkomunikasi melalui DM Instagram, mereka beranjak ke WhatsApp. Akun penuliskelam nan memperkenalkan diri sebagai Aprilian Pratama itu mengaku sebagai penulis lepas dari Surabaya dan berdomisili di Kalimantan.

Setelah membangun kepercayaan, Gilang mulai memaparkan konsep proyek penulisannya. Salah satu tahapannya melibatkan praktik mengkafani diri sendiri, mirip dengan modus nan digunakannya di kasus 2020. Tetapi, R sudah familiar dengan kasus Gilang segera menyadari potensi bahaya.

Nama Gilang Bungkus sangat erat kaitannya dengan fetish. Itu merupakan suatu kondisi nan dirasakan berupa kesenangan, nan bisa dirasakan seseorang sebagai respons terhadap objek tertentu, dan sering tidak menunjukkan unsur seksual di dalamnya.

Lantas, apakah fetish itu termasuk gangguan jiwa?

Dikutip dari WebMD, orang dengan fetish biasanya condong memerlukan suatu barang alias objek tertentu nan bisa membikin dirinya berfantasi seksual. Bisa juga digunakan pada pasangan agar dapat mendapatkan kepuasan seksual nan maksimal.

Spesialis kedokteran jiwa dr Alvina, SpKJ, menjelaskan fetish adalah objek nan tidak hidup. Berbeda dengan fetishim, nan artinya fantasi, dorongan, alias perilaku nan menggunakan barang meninggal agar terangsang secara seksual.

"Seseorang dengan fetishism bakal berfantasi seksual alias melakukan perilaku seksual misalnya masturbasi dengan menggunakan barang nan tidak hidup sebagai objek untuk menimbulkan rangsangan seksual," kata dr Alvina pada detikaicom, beberapa waktu lalu.

"Fetishism sendiri belum tentu gangguan sepanjang tidak menimbulkan distres dan tidak menimbulkan gangguan fungsi. Untuk memenuhi kriteria gangguan jiwa, seseorang dengan fetishism kudu mengalami distres nan berarti dan gangguan kegunaan seperti merasa terganggu alias menderita dengan kondisinya. Saat menjadi gangguan, diagnosisnya menjadi gangguan fetihistik," pungkasnya.


(sao/sao)

Selengkapnya