Draf Ruu Kuhap Sebut Jaksa Tak Bisa Usut Korupsi, Dpr Beri Penjelasan

Sedang Trending 11 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Viral di media sosial menyebut kewenangan jaksa dalam menangani kasus korupsi dilemahkan. Berdasarkan draf Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), jaksa hanya diberi kewenangan menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 6 draf RUU KUHAP tentang penyidik. Pasal itu menjelaskan kategori interogator ialah sebagai berikut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(1) Penyidik terdiri atas:
a. Penyidik Polri;
b. PPNS; dan
c. Penyidik Tertentu.

(2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan interogator utama nan diberi kewenangan untuk melakukan investigasi terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang.

(3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat nan dapat melakukan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun nan dimaksud Penyidik Tertentu adalah Penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyidik perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut nan mempunyai kewenangan melakukan investigasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bagian perikanan, kelautan, dan pelayaran pada wilayah area ekonomi eksklusif dan Jaksa dalam tindak pidana pelanggaran kewenangan asasi manusia berat.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjelaskan patokan tersebut belum final dan sudah diubah seiring pembahasan RUU KUHAP.

"Saya memandang bahwa draf tersebut sepertinya bukan hasil nan terakhir," kata Habiburokhman kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Minggu (16/3).

Kata dia, dalam draf terakhir tertulis nan dimaksud Penyidik Tertentu misalnya Penyidik Tertentu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Penyidik Tertentu Kejaksaan dan Penyidik Tertentu Otoritas Jasa Keuangan.

Ia menjelaskan RUU KUHAP tidak mengatur tentang kewenangan lembaga dalam memeriksa alias menyidik suatu tindak pidana jenis tertentu. KUHAP, terang dia, menjadi pedoman dalam proses pidana bukan mengatur tentang kewenangan terhadap tindak pidana tertentu nan diatur dalam Undang-undang di luar KUHP alias KUHAP.

"Draf RUU KUHAP juga tidak mencabut Undang-undang di luar alias materiel mana pun sepanjang tidak mengatur aktivitas pidana nan diatur dalam KUHAP," imbuhnya.

Politikus asal Partai Gerindra ini mengatakan pengaturan mengenai Penyidik Polri, PPNS dan Penyidik Tertentu dalam RUU KUHAP dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya masing-masing mempunyai kegunaan koordinasi dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Kejaksaan dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) maupun UU Kejaksaan telah mempunyai kewenangan dalam menyidik tindak pidana tertentu. Maka, tegas Habiburokhman, patokan dan kewenangan tersebut tetap berlaku.

"Kami menyampaikan pula bahwa draf ini tentu tetap memerlukan penyempurnaan sehingga kelak dalam pembahasan, seluruh pihak terkhusus Kejaksaan RI dapat memberikan masukan alias menjadi pihak nan mendukung pembahasan antara DPR dan pemerintah," ucap dia.

Habiburokhman menekankan nan terpenting adalah membikin RUU KUHAP dapat menciptakan pengharmonisan dan pengaturan nan seimbang antara kepentingan penegakan norma dan pelindungan HAM.

Ia menambahkan seluruh pihak dapat memberi masukan dan bakal menjadi pertimbangan seluruh fraksi dan pemerintah.

"Hari Selasa kami baru bakal mendapatkan penugasan dari paripurna disertai dengan draf dan Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Sejak itu lah draf bakal kami sebarluaskan kepada publik untuk mendapatkan kritisi dari publik," tutur Habiburokhman.

(ryn/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya