Diplomasi Jadi Kunci Pemilihan Paus Pengganti Fransiskus

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Sejumlah analis menilai keahlian diplomasi bakal menjadi aspek kunci dalam pemilihan paus saat ini.

Sejarawan kepercayaan dunia dari Amerika Serikat, R. Scott Appleby, mengatakan asal-usul kardinal kemungkinan tak bakal jadi penentu dalam konklaf (conclave) nan bakal datang.

Ia berujar mendiang Paus Fransiskus selama ini secara aktif menjangkau mereka nan diabaikan alias kurang terwakili dalam Gereja universal. Melalui perjalanan luar negeri dan advokasinya nan vokal terhadap golongan tersisih, Paus Fransiskus berupaya membawa suara-suara baru ke dalam lembaga nan berumur lebih dari 2.000 tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, menurutnya, langkah ini "tak menjamin bahwa paus berikutnya bakal berasal dari pinggiran, dari negara nan kurang dikenal, alias bukan dari Eropa."

Sebab saat ini, di tengah kondisi bumi nan tak menentu, sosok nan bisa berkompromi lebih dibutuhkan daripada nan hanya dekat dengan kaum tersisih.

"Sulit membayangkan paus berikutnya bisa mengabaikan gejolak dan tantangan dunia," ucap Appleby kepada AFP.

"Mereka bakal berpikir: 'Dunia sedang krisis... Siapa di antara kami nan bisa muncul sebagai seseorang dengan karisma dan talenta nan tepat untuk memimpin Gereja pada saat ini?'" lanjutnya.

Paus Fransiskus selama ini dikenal sebagai sosok nan memperjuangkan wilayah-wilayah terpencil nan lama diabaikan oleh Gereja. Ia banyak melakukan perjalanan inklusif mulai dari Mongolia hingga Papua Nugini.

Beberapa pihak telah berambisi bahwa penerus Paus Fransiskus, nan bakal dipilih dalam konklaf para kardinal dalam beberapa hari alias minggu mendatang, bakal berasal dari Afrika alias Asia.

Wacana Paus non-Eropa sendiri memang terdengar masuk akal, mengingat Katolisisme sedang bertumbuh di Afrika dan Asia, sementara di Eropa mengalami penurunan dan stagnasi.

Menurut para pihak nan bertaruh pada Paus non-Eropa, mendiang Paus Fransiskus juga telah menunjuk kebanyakan kardinal nan bakal memilih penerusnya dari wilayah nan kurang terwakili.

Beberapa kandidat nan disebut-sebut bakal menggantikan Paus Fransiskus berasal dari Asia dan Afrika. Mereka salah satunya, Kardinal Luis Antonio Tagle dari Manila dan Kardinal Peter Turkson dari Ghana.

Kardinal dari Myanmar dan Republik Demokratik Kongo juga disebut sebagai calon kandidat kuat.

Menurut Appleby, Paus dari negara nan kurang terwakili memang berpotensi punya "pengalaman langsung dengan kaum miskin" serta mewakili negara nan "tidak bermain di panggung utama".

"Dan itu memberikan titik musuh terhadap apa nan selama ini menjadi pusat kekuatan di ranah politik. Penting bagi Gereja untuk tidak sekadar meniru pusat-pusat kekuatan dunia," ucapnya.

Kendati begitu, situasi bumi nan semakin kompleks membikin para analis merasa bahwa keahlian diplomatik bakal lebih menjadi aspek utama dalam pemilihan paus berikutnya, alih-alih letak geografis.

"Paus baru kudu merancang ulang Gereja di bumi nan sedang dilanda gejolak," kata Alberto Melloni, guru besar Italia sejarah Kekristenan, kepada surat berita Corriere di Bologna pekan ini.

Direktur Observatorium Geopolitik Agama Prancis (IRIS), Francois Mabille, pun mengungkapkan bahwa jika para kardinal memutuskan geopolitik sebagai "kriteria pilihan", maka kepala diplomat Vatikan saat ini, Kardinal Pietro Parolin, bakal menjadi kandidat kuat.

"[Kardinal Pietro Parolin] mungkin sangat cocok, meskipun dia orang Eropa dan Italia," ucap Mabille.

(blq/mik)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya