ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Junta militer Niger mengusir para pelaksana minyak China dan menutup sebuah hotel berhistoris China. Aksi junta ini membongkar kedok "kerja sama saling menguntungkan" Beijing dengan Afrika nan telah lama digembar-gemborkan.
Langkah mendadak itu membikin para pelaksana dari tiga perusahaan minyak besar China, China National Petroleum Corporation (CNPC), Société de Raffinage de Zinder (SORAZ), dan West African Oil Pipeline Company (WAPCO)-hanya diberi waktu 48 jam untuk meninggalkan Niger.
Menurut Aliansi Negara-negara Sahel, perusahaan-perusahaan ini telah menunjukkan "pengabaian nan mencolok" terhadap kedaulatan Niger atas sumber daya alamnya, demikian dilansir dari Capital News, Senin (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini bukan sekadar keruntuhan hubungan diplomatik. Ini adalah penolakan nan jelas dan terencana terhadap apa nan dilihat banyak penduduk Niger sebagai pengaturan eksploitatif dan sepihak selama puluhan tahun nan disamarkan sebagai kemitraan pembangunan.
Tuduhan junta militer menampilkan gambaran klasik tentang ekstraksi sumber daya neokolonial: penolakan untuk mengangkat skala bayaran nan adil, kegagalan untuk memenuhi kuota pemasok lokal, kurangnya investasi pada talenta lokal, dan penghalangan transfer teknologi nan disengaja.
Menteri Perminyakan Niger Sahabi Oumarou menjelaskan taruhannya dengan jelas. Gaji bulanan rata-rata untuk tenaga kerja China di Niger, katanya, adalah USD8.678. Untuk penduduk Niger dengan peran nan sama, hanya USD1.200.
"Kami tidak puas dengan langkah kekayaan didistribusikan antara negara Niger dan mitra," kata Oumarou, sebuah pernyataan nan meremehkan untuk kesenjangan penghasilan nan nyaris tujuh kali lipat.
Untuk menegaskan perihal tersebut, pemerintah juga mencabut izin operasi Soluxe International Hotel di Niamey-sebuah simbol kerja sama China-Niger seluas delapan hektar nan diresmikan pada 2013. Kementerian Pariwisata mengutip "praktik diskriminatif dan larangan akses nan tidak setara bagi penduduk negara lain," ekspansi nan tidak sah, dan manipulasi info untuk menghindari pungutan pariwisata.
Dulunya merupakan permata mahkota kekuatan lunak China di Afrika Barat, hotel tersebut sekarang berdiri sebagai simbol janji-janji nan diingkari.
Agustus lalu, junta militer mengeluarkan Ordonansi No. 2024-34, nan bermaksud untuk memastikan "kekayaan nasional terutama diberikan kepada penduduk Niger." Dugaan pembangkangan perusahaan-perusahaan China terhadap visi ini membikin pencabutan izin tersebut tidak dapat dihindari.
Hal ini juga menandai perubahan nan lebih luas dalam kebijakan luar negeri Niger. Junta militer telah memutuskan hubungan militer dengan mitra-mitra tradisional Barat seperti AS dan Prancis, menyita tambang uranium nan dioperasikan Prancis, dan mulai menjalin hubungan dekat dengan Rusia dan Turki.
Beberapa analis beranggapan bahwa runtuhnya hubungan dengan China juga mempunyai akar finansial. Sumber-sumber mengatakan Beijing menolak untuk memberikan pinjaman lebih lanjut setelah Niger menuntut SORAZ dengan pajak nan tinggi.
CNPC, nan mempunyai 60% saham SORAZ, dilaporkan telah menyetujui investasi sebesar $400 juta sebagai agunan untuk pengiriman minyak di masa mendatang-tetapi junta militer diduga kandas memenuhi kesepakatan nota kesepahaman tahun 2024. Produksi di SORAZ telah terhenti, dan pemerintah sekarang mengalihkan impor bahan bakar melalui Nigeria, sehingga mengesampingkan prasarana China.
Para pelaksana nan diusir itu kabarnya telah mendarat di Lomé, Togo. Perusahaan mereka sekarang menghadapi masa depan nan tidak menentu di negara tempat serangan pemberontak dan ketegangan perbatasan telah mengganggu investasi China, khususnya jaringan pipa Niger-Benin.
Langkah junta militer menggemakan perubahan serupa di negara tetangga Mali, di mana militer telah menahan bos pertambangan asing dan menyita emas dalam upaya untuk menegaskan kendali nasional atas industri ekstraktif.
Bagi Beijing, nan telah lama mau memposisikan dirinya sebagai mitra pembangunan Afrika nan lebih bersahabat, tindakan Niger memberikan peringatan keras. Pesan dari Niamey tidak ambigu: era ekstraksi sumber daya asing tanpa faedah lokal nan berfaedah telah berakhir-terlepas dari apakah penanammodal tersebut berasal dari Barat alias Timur.
Seperti nan dikatakan Ibrahim Hamidou, kepala komunikasi Perdana Menteri Ali Lamine Zeine: "Kami hanya meminta perusahaan untuk memilih subkontraktor Niger jika memungkinkan, dan kebanyakan subkontraktor tidak boleh orang China." Singkatnya: ikuti patokan Niger-atau sama sekali tak usah ikut berpartisipasi.
(tim/dna)