ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Tim Manajemen Danantara sudah ditetapkan. Artinya, Danantara bakal segera berlari kencang, apalagi jika perlu terbang. Agenda sekarang adalah, Danantara kudu berhasil. Gagasan dan kebijakan besar dari Presiden Prabowo Subianto kudu mencapai keahlian nan dijanjikannya kepada rakyat.
Ada tiga argumen kenapa Danantara kudu berhasil. Pertama, lembaga ini bakal mengelola duit nan sangat besar, apalagi terbesar di Indonesia, ialah kekayaan negara senilai US$ 900 miliar alias sekitar Rp 14.648 triliun. Lebih besar dibanding holding BUMN Singapura Temasek (US$ 484,4 miliar), alias holding BUMN Malaysia Khazanah (US$ 36 miliar).
Sebagai SWF, maka Danantara berada di ranking ke tujuh setelah Norway Government Pension Fund Global (US$ 1,8 triliun), China Investment Corporation (US$1,33 triliun), SAFE Investment Company, China (S$ 1,09triliun), Abu Dhabi Investment Authority (US$ 1,06triliun), Kuwait Investment Authority (US$ 980 miliar, dan Public Investment Fund of Saudi Arabia (US$ 925miliar).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, di atas GIC Private Limited, Singapura (US$ 800,8miliar), Qatar Investment Authority (US$ 526,05miliar), Hong Kong Monetary Authority Investment Portfolio (US$5 14,35miliar), dan National Council for Social Security Fund, China (US$ 414miliar). Total kelolaan tersebut nyaris tiga kali lipat dari anggaran shopping negara Indonesia pada 2025 (sekitar Rp 3.000 triliun) dan lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) (sekitar Rp 23.000 triliun). Dana nan Sak Hohah, Ngadubilah besarnya.
Danantara boleh disebut pertaruhan terbesar bagi rakyat Indonesia, di bawah ketua Presiden Prabowo, dan tentunya tidak boleh disamakan dengan kisah pertaruhan antara Yudhistira dan Duryudana, nan membikin Pandawa kehilangan semuanya. Pertaruhan nan dimenangkan Kurawa itu kelak bakal menjadi sumber dari Perang Baratayudha, nan menghancurkan semuanya.
Jika Yudhistira melakukan pertaruhan lantaran emosi, maka Danantara adalah rancangan nan pastinya penuh perhitungan, manajemen risiko, dan semua rancangan nan perlu untuk membuatnya menang, berprestasi. Danantara bakal memastikan Indonesia memasuki jaman kejayaan, kemakmuran, nan gilang gemilang, setidaknya pada tahun 2045. Istilahnya, tanpa Danantara, angan bakal sirna.
Kedua, lantaran organisasi Danantara adalah organisasi "Para Dewa". Sudah disampaikan kepada publik tokoh-tokoh besar nan ada di dalamnya. Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya AnagataNusantara (BPI Danantara) adalah Rosan Roeslani. CEO Recapital Advisors, Ketua Umum KADIN periode 2015 - 2020, Menteri Investasi (2024 - sekarang), dan segudang Prestasi. Chief Operational Officer (COO) Dony Oskaria, dan Chief Investment Officer (CIO) Pandu Sjahrir.
Dewan Pengawas adalah Erick Thohir, Menteri BUMN, Muliaman Hadad, Ketua OJK (2018 - 2023), seluruh Menteri Koordinator, ditambah Menteri Sekretaris Negara. Dewan Pengarah adalah Joko Widodo, Presiden RI ke tujuh selama dua periode (2014 - 2024) dan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI ke enam selama dua periode (2004 - 2014). Di jejeran Dewan Penasihat adalah tokoh bumi dengan reputasi tertinggi. Ray Dalio, Helman Sitohang, Jeffrey Sachs, Chapman Taylor, dan Thaksin Shinawatra. Komite Pengawasan dan Akuntabilitas pun luar biasa: Ketua PPATK, Ketua KPK, Ketua BPK, Ketua BPKP, Kapolri, dan Jaksa Agung. Lembaga-lembaga Pengawas di Pemerintahan dan Negara, dan lembaga Penegak Hukum pun menjadi bagian Danantara. Artinya, kebenaran setiap langkah Danantara menjadi paripurna.
Di jejeran pelaksana, ada Ten Commanders, Robertus Bilitea, Lieng-Seng Wee, Arief Budiman, Ali Setiawan, Mohamad Al-Arief, Rohan Hafas, Ahmad Hidayat, Sanjay Bharwani, Reza Yamora Siregar, dan Ivy Santoso. Untuk memastikan keterkendalian risiko, ada John Prasetio. Untuk Investasi dan Portofolio ada Yup Kim. Untuk Holding Operasionalada Agus Dwi Handaya, Febriany Eddy, dan Riko Banardi. Untuk Holding Investasiada Djamal Attamimi, Bono Daru Adji, dan Stefanus Ade Hadiwidjaja.
Namun, nan luar biasa adalah kehadiran Presiden Prabowo untuk mengawali, menanggungjawabi, sehingga berada di puncak organisasi. Dasar norma sudah jelas, ialah UU No. 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 tentang BUMN.
Pada pasal 3E dinyatakan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan BUMN, Presiden melimpahkan sebagian kepada Badan (Danantara) nan dibentuk dengan Undang-Undang, nan sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, dan bermaksud untuk meningkatkan dan mengoptimalkan investasi dan operasional BUMN dan sumber biaya lain. Badan ini (Danantara) bertanggung jawab kepada Presiden.
Ada sebuah keyakinan, jika "Para The Very Top Leader" sebuah organisasi sudah turun ke "bumi", maka selamatlah semua. Bahkan di pewayangan, para ketua sangat tinggi tersebut, dikenali sebagai "Para Dewata", dengan kehebatan dan kesaktian tak tertandingi, dan ketika "turun ke bumi", semua beres. Keberhasilan itu seperti kepercayaan lama di kalangan masyarakat Jawa, manunggaling Gusti kepada para Kawulo. Rakyat selamat.
Ketiga, Danantara pastinya mempunyai rencana nan hebat. Great Leader make Great Strategy. Kemenangan Sekutu di Perang Dunia II lantaran mempunyai Jendeal terbaik. Demikian juga Majapahit, menguasai Nusantara lantaran punya Pimpinan terbaik. Para great leader tidak hanya membikin great speech, tapi juga great delivered promise. Menjadi SWF terbesar ke tujuh bumi sekaligus Holding BUMN raksasa, rasanya rencana itu pasti ada. Termasuk rencana untuk masuk ke jejeran elit Top 10 ranking Fortune 500.
Tiga PR Baru
Tiga perihal tentang Danantara tersebut memberi juga tiga pekerjaan rumah baru bagi kita. Pertama, bahwa Pemerintahan kita hari ini mungkin nan paling bold. Mungkin hanya Soekarno nan dapat mengalahkannya.
Namun, tidak cukup menjadi sangat berani saja. Keberanian bakal memberikan kemenangan jika dibarengi dengan kerendah-hatian. Apa itu? Kesediaan untuk mendengarkan setiap masukan, setiap kritik, dengan mengatakan kepada diri sendiri, bahwa pemberi masukan, pemberi kritik, bukan sekedar anjing penggonggong, namun rakyat nan cinta kepada bangsanya, kepada pemimpinnya.
Dananatara memerlukan apa nan disebut karya klasik Jim Collins Good to Great (2001) sebagai Pemimpin Level 5, nan mempunyai tekad nan kuat untuk memastikan kesuksesan organisasi, namun dengan menunjukkan kerendahan hati nan tulus, kesederhanaan, dan ketekunan. Itu bukan saja tugas dari CEO, tetapi semua nan ada pada daftar ketua Danantara, tanpa kecuali. Kerendah-hatian bukan saja bersedia mendengarkan masukan dan kritik, namun, seperti nan dinasihatkan pembimbing manajemen Peter Drucker, mau dan bisa mendengarkan hal-hal nan tak terucap.
Kedua, bahwa tokoh sehebat Yudhistira pun juga mengalami kegagalan nan fatal, apalagi ketika dia menerapkan risk management nan terbaik. Ia kudu merelakan semua kekayaannya, istananya, adik-adiknya, apalagi istrinya Drupadi, nan ditelanjangi di depan semua orang, ketika kalah dalam pertaruhan melawan Duryudana plus Sengkuni. Untung, kisah itu hanya ada di Pewayangan. Katanya, Drupadi nan elok jelita dan seksi, kandas ditelanjangi lantaran rambutnya terus tumbuh dan menutupi seluruh auratnya.
Danantara adalah kenyataan, dan bukan wayang. Ketidakberhasilannya dapat membawa kepedihan terdalam nan mungkin pernah dialami bangsa. Jadi, kita mungkin perlu mengutip "resep" kenapa Singapura berhasil, bahwa mereka selalu menanamkan langkah berfikir nan think ahead, think across, dan think again (Neo & Chen, Dynamic Governance, 2006). Kita tidak perlu malu alias resah untuk sedikit berakhir sejenak dan berfikir, untuk mempertimbangkan setiap hal. Apakah ini betul-betul benar.
Ketiga, dalam setiap sistem politik, tidak terkecuali nan paling demokrat, setidaknya seperti klaim mereka, seperti Amerika Serikat, alias nan berada di esktrem nan berbeda, Tiongkok, ada Pepatah nan faktawi nan umum kalangan orang mini di Jawa: rakyat itu seumpama swargo nunut, neroko katut (kalau masuk surge hanya bisa ikut numpang, jika masuk neraka ikut diseret- Jawa).
Pepatah nenek saya, nan saya yakini benar. Rakyat mini dituntut dan selalu menerima untuk ikhlas. Bahkan, di tempat ibadah saya, setiap minggu mendoakan Pemimpin Bangsa, untuk diberikan hikmah dan kebijaksanaan dari Tuhan YME untuk membawa bangsa Indonesia menuju kemakmuran nan sejati. Tidak pernah terlewat. Saya juga yakin, demikian nan dilakukan saudara-saudara saya di rumah ibadah masing-masing.
Artinya, begitu dalamnya kepercayaan, kecintaan, sekaligus kepasrahan nan papa, dari bangsa Indonesia kepada pimpinannya, agar sukses dalam setiap kebijakannya. Sebuah angan nan kudu direspon sebagai kehormatan atas kekuasaan nan sedang dipegangnya. Dan, kekuasaan, adalah jubah milik Tuhan nan dipinjamkan kepada pemimpin. Hanya dipinjamkan, bukan dimiliki. Karena itulah, kehormatan nan membikin rakyat swargo nunut, neroko katut perlu menjadi pondasi penyelenggaraan negara, dan dalam kasus ini penyelenggaraan Danantara.
Penulis: Riant Nugroho
Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia
(hns/hns)