ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Pemerintah China mengutuk keras tuduhan nan dilontarkan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Universitas Harvard. Terutama soal Harvard nan disebut memberi ruang bagi kekerasan, antisemitisme, dan juga berkoordinasi dengan Partai Komunis China (PKC).
Diketahui, Harvard dituding telah menjadi tuan rumah sekaligus tempat training bagi personil Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC) nan diklaim telah dijatuhi hukuman oleh AS sejak 2020. Ini menjadi salah satu argumen Trump mencabut izin Harvard untuk menerima mahasiswa internasional.
“Saya mau menegaskan kembali bahwa China menentang politisasi kerja sama pendidikan serta penyerangan dan tuduhan nan tidak berdasar terhadap China,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konvensi pers di Beijing, Jumat 23 Mei 2025.
“Sanksi nan Anda sebutkan itu tidak sah dan semestinya segera dicabut,” sambung Mao Ning.
Adapun mahasiswa asal China terdiri atas 20 persen dari organisasi mahasiswa internasional nan ada di Harvard. Selama ini, kata Mao Ning kerja sama pendidikan antara China dan AS telah memberikan faedah bagi kedua belah pihak.
Rusak Citra dan Reputasi
Menurut Mao Ning, langkah nan diambil oleh AS ini jelas bakal merusak gambaran dan reputasi AS sendiri di mata dunia. Sementara itu, China bakal melindungi kepentingan para pelajar usai kebijakan nan diumumkan Trump.
“China bakal dengan tegas melindungi kewenangan dan kepentingan sah para pelajar dan akademisi China di luar negeri,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem menuduh Universitas Harvard memberi ruang bagi kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China.
Dia menyatakan bahwa tindakan pemerintahan terhadap universitas ternama tersebut bakal menjadi peringatan bagi universitas-universitas lainnya.
Bulan lalu, CBS Boston melaporkan bahwa Noem telah menuntut catatan terperinci mengenai dugaan aktivitas terlarangan dan kekerasan dari para pemegang visa pelajar asing di Universitas Harvard.
"Adalah sebuah privilese, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan untung dari pembayaran duit kuliah mereka nan lebih tinggi untuk menambah biaya kekal universitas nan berbobot miliaran dolar," kata Noem dalam pernyataan resminya. "Harvard sudah mempunyai banyak kesempatan untuk bertindak benar. Mereka menolak."
Sarang Agitator Anti-AS
Juru bicara Gedung Putih Abigail Jackson juga menyampaikan pernyataan bahwa Universitas Harvard telah menjadi sarang agitator anti-AS, antisemitisme, dan pro-teroris.
"Mereka berulang kali kandas mengambil tindakan untuk mengatasi beragam masalah besar nan berakibat jelek terhadap mahasiswa AS dan sekarang mereka kudu menghadapi akibat dari tindakan mereka," ujar Jackson.
Trump beberapa waktu lalu menuduh universitas-universitas terkemuka AS kandas melindungi mahasiswa Yahudi saat kampus-kampus di seluruh negeri menggelar protes terhadap perang di Gaza dan support AS untuk Israel.
Sementara itu, Pihak Universitas Harvard menggarisbawahi langkah pemerintah Trump sebagai tindakan nan melanggar hukum.
"Kami sepenuhnya berkomitmen untuk mempertahankan keahlian Harvard dalam menerima mahasiswa dan cerdas pandai asing, nan berasal dari lebih dari 140 negara dan memperkaya Universitas ini — dan negara ini — dengan langkah nan tak terhingga," kata ahli bicara universitas dalam pernyataan pada Kamis. "Kami sedang bergerak sigap untuk memberikan pedoman dan support kepada personil organisasi kami," lanjutnya.
"Tindakan jawaban ini menakut-nakuti bakal menimbulkan kerugian serius bagi organisasi Harvard dan negara kita, serta merusak misi akademik dan riset Harvard."
Gugat Pemerintahan Trump
Dalam perkembangan teranyar, Universitas Harvard menggugat pemerintahan Trump.
Reuters melaporkan bahwa dalam gugatan nan diajukan ke pengadilan federal di Boston, Universitas Harvard menyebut kebijakan pemerintah sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Amandemen Pertama Konstitusi AS dan norma federal lainnya.
Universitas Harvard juga menyatakan perihal itu mempunyai akibat langsung dan menghancurkan terhadap universitas dan lebih dari 7.000 pemegang visa.
Sementara itu, sebuah universitas di Hong Kong mencoba memanfaatkan ketidakpastian ini dengan menawarkan diri untuk menerima para mahasiswa terdampak.
Hong Kong University of Science and Technology mengundang secara terbuka mahasiswa asing di Harvard untuk menuntut pengetahuan di institusinya. Dalam siaran persnya, universitas tersebut menyatakan bakal memberikan tawaran masuk tanpa syarat, prosedur penerimaan nan dipermudah, serta support akademik untuk memastikan transisi nan lancar.