ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Pemerintah China mengatakan, tak pernah memasok senjata dalam bentrok nan terjadi antara Rusia dan Ukraina. Hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Lin Jian merespons soal data bea cukai China mengenai ekspor konsol dan pengendali (controller) gim video dari China ke Rusia nan meningkat tajam.
Pasalnya, beredar kekhawatiran bahwa perangkat tersebut telah dialihfungsikan untuk keperluan militer di Rusia, khususnya sebagai perangkat kendali drone.
“Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam bentrok ini, dan kami mengontrol secara ketat barang-barang dengan penggunaan ganda,” kata Lin Jian dalam konvensi pers di Beijing, Kamis (8/5/2025).
China pun mengecam pihak-pihak nan telah dengan sengaja mau mencemarkan nama baik China dengan cara mempersoalkan corak kerja sama antara China dan negara lain.
“Kami dengan tegas menentang tuduhan tak berdasar nan beriktikad jelek serta manipulasi politik,” ucap Lin Jian.
Lin Jian mengatakan, mengenai bentrok Rusia dan Ukraina posisi China sangat jelas. China mau agar Rusia dan Ukraina menyelesaikan bentrok dengan menggunakan pendekatan dialog.
“Posisi China terhadap rumor Ukraina konsisten dan jelas. Kami sejak awal berkomitmen untuk mendorong perbincangan demi perdamaian dan mengakhiri konflik,” katanya.
China Kecam Perluasan Operasi Militer Israel di Gaza
Sebelumnya, China mengecam ekspansi operasi militer Israel di jalur Gaza. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Lin Jian mengatakan, pemerintah China terus memantau bentrok nan terjadi di Gaza.
"China memantau secara jeli situasi bentrok Palestina-Israel," kata Lin Jian dalam konvensi pers di Beijing, China pada Selasa, 6 Mei 2025.
China berharap agar gencatan senjata dapat dilaksanakan secepatnya. Selain itu, China juga mendorong agar bentrok dapat diselesaikan dengan jalur nan benar.
"Kami menentang berlanjutnya operasi militer Israel di Gaza, dan berambisi semua pihak berupaya untuk memungkinkan penyelenggaraan gencatan senjata nan berkepanjangan dan efektif serta kembali ke jalur nan betul menuju penyelesaian politik," ujar Lin Jian.
Diketahui, militer Israel mulai memanggil puluhan ribu pasukan persediaan untuk "meningkatkan dan memperluas" operasi mereka di Jalur Gaza.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan mereka sedang meningkatkan tekanan dengan tujuan mengembalikan para sandera nan ditahan di Jalur Gaza dan mengalahkan militan Hamas.
Gaza di Ambang Pendudukan Total Israel
Dalam rencananya, militer Israel menyebut bakal beraksi di wilayah-wilayah baru dan menghancurkan seluruh infrastruktur, baik di atas maupun di bawah tanah.
Media Israel juga melaporkan bahwa kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana perluasan operasi militer di Jalur Gaza. Namun, laporan menyebut ekspansi ini kemungkinan tidak bakal dilakukan hingga kunjungan Presiden Donald Trump ke area tersebut pekan depan.
Israel menyetujui rencana memperluas serangan militernya di Jalur Gaza, menetap di wilayah Palestina itu untuk waktu nan tidak ditentukan, dan memindahkan secara paksa warga Palestina di sana. Hal ini diungkapkan dua pejabat Israel pada Senin (5/5/2025).
Dalam rencana baru, nan disetujui melalui pemungutan bunyi oleh Kabinet Keamanan Israel, ratusan ribu penduduk Palestina bakal dipindahkan ke bagian selatan Jalur Gaza.
Rincian rencana ini belum diumumkan secara resmi. Waktu dan langkah pelaksanaannya belum jelas. Namun, nan pasti, persetujuan ini datang beberapa jam setelah Israel menyatakan pihaknya memanggil puluhan ribu pasukan persediaan guna memperkuat kapasitasnya untuk beraksi di Jalur Gaza.
"Satu perihal nan bakal jelas, tidak bakal ada nan namanya masuk lampau keluar," kata Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dalam sebuah pesan video nan diunggah di platform media sosial X pada Senin.
"Kami bakal memanggil pasukan cadangan, menguasai wilayah — kami tidak bakal masuk lampau keluar dari area itu hanya untuk melakukan serangan sesekali setelahnya. Itu bukan rencananya. Justru sebaliknya nan dimaksud."
"Penduduk bakal dipindahkan demi keselamatan mereka," ujar Netanyahu.