Cashless Boleh, Tapi Tolak Uang Tunai Bisa Kena Sanksi

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Metode pembayaran digital alias cashless menjadi perihal lumrah dilakukan oleh masyarakat, khususnya nan tinggal di kota besar. Peralihan metode pembayaran ini seiring dengan perkembangan teknologi nan berkembang pesat.

Dompet bentuk nan biasanya penuh dengan duit tunai mulai tergantikan dengan beragam aplikasi perbankan. Para pedagang UMKM di Jakarta sudah mulai banyak pula nan menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

Bahkan masyarakat mulai sering menanyakan kepada pedagang apakah bisa melakukan pembayaran menggunakan QRIS. Sebab transaksi non-tunai dinilai lebih praktis dan efisien.

"Bisa QRIS enggak, Pak?" tanya Anggiria kepada pedagang telur gulung di depan area Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Pedagang langsung menjawab bahwa QRIS tertempel di samping gerobaknya. Menurut si pedagang penggunaan QRIS sudah dilakukan sejak beberapa bulan terakhir. Sebab seringkali calon pembeli menanyakan metode pembayaran tanpa duit tunai.

"Yang pada dateng ke TIM jika mau jajan ke sini pasti ada nan nanya bisa pakai QRIS enggak," ucap si pedagang.

Seiring perkembangannya, pembayaran menggunakan QRIS kian populer. Meski begitu, bukan berfaedah masyarakat meninggalkan metode pembayaran tunai menggunakan duit kartal. 

Adanya QRIS menjadi salah satu pelengkap dalam metode pembayaran, tanpa menggantikan metode tunai. Namun, beberapa bulan terakhir terdapat kejadian pedagang nan menolak pembayaran menggunakan duit tunai. Mereka hanya menerima pembayaran secara chasless.

Dias Ramadani mengaku beberapa tempat makan ataupun kafe nan pernah didatanginya menerapkan wajib transaksi chasless. Sebagai Generasi Z dia mengaku tidak ada masalah. 

"Tapi pernah waktu itu di kafe nan sama, ada orang mau bayar tunai ditolak, jadi adu argumen sama kasirnya," ucap Dias kepada detikai.com. 

Transaksi Pembayaran Digital Terus Meningkat

Sementara itu, Putri Kumala mengaku sedikit terganggu jika menemukan restoran alias toko nan hanya menerima pembayaran chasless. Menurut dia, pembayaran non-tunai itu semestinya jadi pengganti lain. 

"Sebagai orang nan kadang takut duit sigap lenyap jika tunai, kadang langsung buat bayar aja. Tapi pernah toko nolak tunai, padahal duit tetap jadi perangkat transaksi nan sah, ada aturannya juga," kata Putri kepada detikai.com. 

Dia mengharapkan adanya patokan jelas mengenai metode pembayaran. Sebab tak semua orang selalu menggunakan pembayaran non tunai. "Misal ada kekhususan toko iya enggak papa, tapi jangan juga kafe dengan transaksi di bawah Rp 50 ribu mewajibkan non-tunai," jelas dia.

Transaksi pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS mencatat pertumbuhan signifikan dalam transaksi digital. Khusus untuk Jakarta tercatat 2 miliar transaksi sepanjang 2024. 

Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan 167 persen transaksi jika dibandingkan dengan tahun 2023 nan mencapai 773 juta transaksi. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta Arlyana Abubakar mengatakan pangsa volume QRIS di Jakarta sangat signifikan terhadap nasional, mencapai 32 persen.

Dari sisi sebaran volume transaksi, kata dia wilayah Jakarta Selatan tetap memegang pangsa tertinggi sebesar 38,13 persen, diikuti Jakarta Barat dengan pangsa sekitar 23,10 persen. 

"Sedangkan wilayah dengan volume transaksi terendah, ialah Kepulauan Seribu dengan pangsa sebesar 0,002 persen," kata Arlyana.

Bakal Kena Sanksi?

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan setiap orang dilarang menolak menerima rupiah sebagai perangkat pembayaran di Indonesia. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menjelaskan bahwa masyarakat tidak diperkenankan menolak transaksi dalam corak rupiah, baik itu secara tunai maupun nontunai. 

Hal tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, di mana masyarakat wajib menggunakan rupiah sebagai perangkat transaksi.

"Rupiah sendiri dibagi tiga. Ada duit kartal alias duit tunai, duit elektronik, dan duit digital nan saat ini sedang dalam proses. Sehingga itu hanya masalah caranya saja, tetapi prinsipnya kudu diterima dan masyarakat. Jadi kami mengimbau masyarakat tidak menolak duit tunai," kata Marlison.

Sedangkan pada Pasal 23 UU Mata Uang, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah nan penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran alias untuk menyelesaikan tanggungjawab nan kudu dipenuhi dengan Rupiah dan alias untuk transaksi finansial lainnya di Wilayah NKRI, selain lantaran terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.

Kemudian pada Pasal 23 ayat 2, dijelaskan bahwa penolakan rupiah sebagai perangkat bayar bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000 juta. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, maka penjual tidak dibenarkan menolak transaksi tunai.

Selengkapnya