ARTICLE AD BOX
Badan Pusat Statistik (BPS) sedang menyiapkan perubahan untuk penyempurnaan metode penghitungan kemiskinan Indonesia. Keputusan ini diambil setelah sejak tahun 1998 tidak mengalami perubahan.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan pihaknya sudah melakukan beragam proses mengenai penyempurnaan metode penghitungan kemiskinan, termasuk kajian di internal. Harapannya metode baru itu sudah siap jika diimplementasikan pada 2026.
"Harapannya mudah-mudahan, ya kami bakal menunggu saja, jika kami ketika kelak bakal diimplementasikan apakah tahun depan Maret 2026, ataukah lainnya kami tetap menunggu dan kami tim teknis terus melakukan persiapan demi persiapan di metode baru tersebut," kata Ateng dalam konvensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Nurma Midayanti mengatakan metode penghitungan kemiskinan Indonesia saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi nan ada. Salah satu nan bakal diubah adalah komoditi nan berangkaian dengan pengeluaran makanan.
"Dari sisi komoditi, metode lama itu sebenarnya jenis komoditinya sudah tidak cocok lagi kita gunakan. Jadi kita lagi mengkaji, kita bakal memandang komoditi apa nan digunakan sehingga lebih mencerminkan kondisi nan sebenarnya berangkaian dengan pengeluaran makanan. Kita menghitung metode sekarang itu dari tahun 1998, jadi memang sudah lebih dari dua dekade. Konsumsi makanan pada saat orang jaman dulu dan sekarang kan berbeda, sudah ada gen Z, pola konsumsi makannya di kafe," ungkap Nurma.
Nurma menyebut saat ini pihaknya sedang menuntaskan kajian melalui naskah akademis. Perubahan metode penghitungan kemiskinan ini juga melibatkan Dewan Ekonomi Nasional (DEN).
"Keputusan metode baru ini tidak murni oleh BPS, (tetapi juga) oleh Bappenas, DEN ikut sekarang untuk mengawal penghitungan metode baru," imbuh Nurma.
Penghitungan Metode Kemiskinan Saat Ini
Gedung BPS/Foto: Ari Saputra
Sebagai pengertian, nan dinamakan masyarakat miskin adalah saat mereka pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Maret 2025 berasas Susenas sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, meningkat 2,34% dibandingkan dengan September 2024.
Lebih rinci dicatat garis kemiskinan kota sebesar Rp 629.561 per kapita per bulan. Garis kemiskinan kota tersebut lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan pedesaan nan mencapai Rp 580.349 per kapita per bulan, naik jika dibandingkan kondisi September 2024 sebesar 2,42%.
Penghitungan ini didasarkan pada standar nasional konsumsinya, baik makanan dan non makanan. Lebih rinci dijelaskan untuk makanan share-nya lebih besar ialah 74,58% dan sisanya 25,42% bukan makanan.
(aid/acd)