Bumi Berputar Makin Lambat Ternyata Bawa Berkah Kehidupan

Sedang Trending 10 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun nan lalu, rotasi Bumi sedikit demi sedikit melambat dan membikin hari makin lama makin panjang. Fenomena ini rupanya membawa berkah buat umat manusia.

Perubahan kecepatan rotasi Bumi terjadi dengan sangat perlahan sehingga tidak dirasakan oleh manusia. Namun, dalam jangka waktu nan sangat panjang, perlambatan putaran Bumi menimbulkan perubahan nan sangat signifikan.

Menurut penelitian, hari nan makin panjang berkedudukan krusial dalam lahirnya kehidupan di Bumi. Pasalnya, rotasi nan makin lambat dibuktikan sebagai pemicu terbentuknya atmosfer Bumi nan diisi oleh oksigen.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Gregory Dick dan rekan dari University of Michigan dan diterbitkan pada 2021.

Para peneliti menemukan keterkaitan antara kemunculan algae biru-hijau nan mulai memenuhi Bumi sekitar 2,4 miliar tahun nan lampau dengan rotasi Bumi. Hari nan makin panjang memberikan lebih banyak waktu bagi algae nan dikenal sebagai cyanobacteria tersebut untuk memproduksi oksigen.

"Penelitian kami mengusulkan, kecepatan rotasi Bumi alias lama hari, punya pengaruh nan krusial dalam pola dan waktu 'oksigenisasi' di Bumi," kata Dick seperti dikutip oleh Science Alert.

Perputaran Bumi nan makin lambat adalah pengaruh samping dari gravitasi Bulan. Gaya tarik Bulan, nan seperti berupaya menarik Bumi dari posisinya, secara perlahan menyebabkan rotasi Bumi melambat.

Berdasarkan penelitian atas fosil purba, sekitar 1,4 miliar tahun lampau satu hari di Bumi setara dengan 18 jam. Sekitar 70 juta tahun lalu, satu hari di Bumi hanya sekitar 23,5 jam tahun lalu. Artinya, setiap 100 tahun, hari di Bumi bertambah 1,8 milidetik.

Di sisi lain, intelektual menyebut kemunculan oksigen nan menyelimuti Bumi terjadi mendadak dalam kurun waktu nan singkat (dibanding usia Bumi nan miliaran tahun). Fenomena ini disebut sebagai Peristiwa Oksidasi Besar, ialah kemunculan cyanobacteria dalam jumlah nan luar biasa.

Tanpa peristiwa oksidasi ini, kehidupan di Bumi tak bisa lahir.

Namun sampai saat ini, peneliti belum bisa menyimpulkan argumen cyanobacteria muncul dan penjelasan soal waktu kemunculannya.

Sebuah penelitian atas tikar mikroba (microbial mat) di Danau Huron di Amerika Serikat, memberikan potensi penjelasan. Dalam tikar mikroba, beragam jenis mikroba tumbuh dan hidup berlapis-lapis dalam satu permukaan.

Cyanobacteria ungu nan memproduksi oksigen lewat proses fotosintesis dan mikrobia putih nan menghasilkan sulfur, berkompetisi untuk hidup di tikar mikroba yang ada di dasar waduk Huron.

Pada malam hari, mikroba putih naik ke permukaan tikar mikroba dan memproduksi sulfur. Ketika pagi tiba, bergantian cyanobaktria muncul ke permukaan menjemput matahari.

"Mereka bisa mulai berfotosintesis dan memproduksi oksigen," kata Judith Klatt dari Max Planck Institute for Marine Microbiology di Jerman. "Namun, butuh beberapa jam sebelum mereka mulai berporduksi, ada jarak nan cukup panjang pada pagi hari. Cyanobacteria bukan 'anak pagi.'"

Artinya, waktu nan dimiliki cyanobacteria untuk memproduksi oksigen saat hari terang, sangat terbatas. Fakta ini nan mendasari asumsi Brian Arbic dari University of Michigan tentang akibat rotasi Bumi dan fotosintesis.

"Kemungkinan ada kejuaraan nan mirip antara mikroba nan berkontribusi terhadap produksi oksigen nan tertunda di awal pembentukan Bumi," kata Klatt.

Tim University of Michigan menguji asumsi mereka dengan eksperimen, baik di lapangan maupun di laboratorium. Kemudian, mereka melakukan simulasi berasas hasil penelitian tersebut.

"Seharusnya 2 x 12 jam serupa dengan 24 jam. Matahari terbit dan terbenam dua kali lebih cepat, begitu juga oksigen nan dihasilkan. Namun, produksi oksigen dari tikar mikroba tidak mengikuti pola nan sama lantaran dibatasi oleh kecepatan difusi molekuler," kata Arjun Chennu dari Leibniz Centre for Tropical Marine Research di Jerman.

Ketika hasil dari penelitian dimasukkan ke dalam model sejarah Bumi, peneliti menemukan bahwa hari nan makin panjang berasosiasi dengan kenaikan volume oksigen di Bumi. Bukan hanya Peristiwa Oksidasi Besar, tetapi juga Peristiwa Oksigenisasi Neoproterozoic yang terjadi 550 juta hingga 800 juta tahun lalu.

"Ini luar biasa. Kita menemukan kaitan antara tarian molekul di tikar mikroba dengan tarian planet kita dan Bulan," kata Chennu.


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Investasi Kripto Saat "Titah" Trump Bikin Gejolak Pasar

Next Article Putaran Bumi Oleng, Ahli Korea Bilang Akibat Ulah Manusia

Selengkapnya