ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Emas makin terkenal di tengah huru hara perang jual beli nan dipicu kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Aset logam mulia itu dikenal sebagai safe haven dan berkarakter melindungi di tengah gejolak ekonomi.
Bisnis emas juga semakin moncer bagi lembaga jasa finansial (LJK) nan menjalankan bullion service. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa transaksi emas di bank sudah nyaris mencapai Rp1 triliun sejak peluncuran bullion bank pada 26 Februari 2025 lalu.
"Sehingga saya kira kedepan potensi untuk upaya perbankan nan mengenai dengan bullion itu sangat-sangat besar," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae saat Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK secara virtual, Jumat (11/4/2025).
PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), satu-satunya bank nan mempunyai jasa tersebut, mencatatkan saldo emas tumbuh sebesar 40% secara year to date (ytd) alias naik 177,32 kg hingga 31 Maret 2025. Sementara itu, penjualan emas tumbuh sebesar 25% secara tahunan alias year on year (yoy).
Sementara itu, fee based income BSI tumbuh sebesar Rp9,83 triliun hingga 8 April 2025. Menurut Plt. Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta, nomor itu naik 13,46% sejak pihaknya resmi menjalankan upaya bullion.
Lantas, dengan prospek nan banget cerah, apakah nantinya bullion bank dapat berdiri menjadi entitas upaya sendiri di Indonesia? Seperti di Singapura, ada BullionStar dan Silver Bullion, perusahaan nan konsentrasi ke emas, mempunyai vault sendiri, dan menyediakan jasa menabung alias investasi emas secara langsung.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan membenarkan bahwa antusiasime masyarakat terhadap investasi emas semakin tinggi, terutama dalam kondisi tak pasti. Oleh lantaran itu, dia menilai prospek bullion bank ke depannya bakal semakin cerah.
"Kedepannya bisa saja spin off dari bank induknya jika semakin besar dan pengguna serta transaksi semakin banyak," kata Trioksa saat dihubungi detikai.com, Rabu (16/4/2025).
Kendati demikian, diperlukan ekosistem nan mendukung untuk memungkinkan berdirinya entitas bank emas di Indonesia. Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan perlu ada bursa emas, kustodian logam mulia, serta izin perpajakan semakin matang. Senada, Peneliti Next Policy, Dwi Raihan mengatakan ekosistem emas perlu dibuat lebih lebih efektif dan terintegrasi antara lembaga keuangan, produsen, pasar hingga distributor.
"Namun tugas utama bullion bank ialah sosialisasi. Pasalnya tingkat literasi dan inklusi tetap cukup rendah. Masyarakat sebagian besar menggunakan emas hanya sebagai jual beli padahal lebih dari itu emas dapat dijadikan gadai, tabungan emas, tabungan haji alias umroh apalagi untuk amal dan wakaf produktif," katanya saat dihubungi detikai.com, Rabu (16/4/2025).
Sementara itu, Dian mengatakan saat ini spin off bullion bank belum memungkinkan. Ia mengatakan kudu memandang dulu minat perbankan ke depannya.
"Belum for the time being, kita kudu lihat appetite nya beberapa waktu ke depan," ungkap Dian saat dihubungi detikai.com, Selasa (15/4/2025).
Ia mengatakan POJK nomor 17 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion tidak mengatur spin off upaya bullion menjadi unit upaya sendiri. Maka, sampai saat ini, upaya bullion merupakan bagian dari upaya bank.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Punya Bullion Bank, RI Diharap Pangkas Candu Ekspor Emas Mentah
Next Article OJK: Dua Perusahaan Ini Sudah Siap Jadi Bank Emas Pertama di RI