ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Amerika Serikat mengecam keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengakui negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September mendatang.
Melalui kicauan di X, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menganggap keputusan Macron dan Prancis itu "tindakan sembrono" dan hanya menguntungkan propaganda Hamas yang menghalang perdamaian."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"AS menolak keras rencana @EmmanuelMacron untuk mengakui negara Palestina di Majelis Umum PBB. Keputusan sembrono ini hanya menguntungkan propaganda Hamas dan menjadi kemunduran upaya perdamaian. Ini tamparan keras bagi korban (warga Israel) atas serangan 7 Oktober 2023 lalu," ucap Rubio dalam kicauannya di X pada Jumat (25/7).
Sebelumnya, Macron menyatakan bahwa dirinya bakal meresmikan keputusan Prancis untuk secara resmi mengakui negara Palestina pada Sidang Umum PBB nan bakal digelar pada bulan September mendatang.
"Sesuai dengan komitmen historis kami terhadap perdamaian nan setara dan berkepanjangan di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis bakal mengakui Negara Palestina," tulis Macron di X seperti dikutip Al Jazeera.
Saat ini, sedikitnya 142 dari 193 negara personil PBB telah mengakui alias menyatakan niatnya untuk mengakui negara Palestina. Namun, sejumlah negara Barat berpengaruh termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman hingga sekarang menolak untuk melakukan perihal nan sama.
Sementara itu, Kanada juga berencana mengikuti langkah serupa Prancis. Ottawa bakal mendeklarasikannya secara resmi dalam Sidang Majelis Umum PBB nanti.
Beberapa personil Uni Eropa seperti Norwegia, Irlandia, dan Spanyol telah menyampaikan pada Mei lampau bahwa mereka telah memulai proses pengakuan terhadap negara Palestina.
[Gambas:Twitter]
Namun keputusan Macron dipandang sebagai langkah besar lantaran menjadikan Prancis, salah satu sekutu terdekat Israel sekaligus personil G7 dan personil Dewan Keamanan PBB, sebagai negara terbesar dan paling berpengaruh di Eropa nan bakal mengambil keputusan tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam langkah itu dan menyebutnya sebagai tindakan nan "mengganjar terorisme dan berisiko menciptakan proksi Iran baru."
"Negara Palestina dalam kondisi saat ini bakal menjadi landasan peluncuran untuk melenyapkan Israel, bukan hidup berdampingan secara damai," katanya di X.
Netanyahu juga menambahkan, "Mari kita perjelas: nan dicari Palestina bukanlah negara di samping Israel, melainkan menggantikan keberadaan Israel."
Membela keputusan sang presiden, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, mengatakan dugaan AS dan Israel soal pengakuan terhadap Palestina hanya menguntungkan Hamas adalah salah besar.
Menurutnya, rencana Prancis mendukung solusi dua negara ialah pembentukan negara Israel beriringan dengan Israel adalah langkah berlawanan dengan Hamas.
"Hamas selalu menolak solusi dua negara. Dengan mengakui Palestina, Prancis justru melawan organisasi teroris itu," kata Barrot di X.
Meskipun mendukung solusi dua negara tetap menjadi posisi resmi Amerika Serikat selama ini, Presiden Donald Trump telah menyatakan keraguannya terhadap kepantasan solusi tersebut.
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, Trump apalagi mengusulkan agar AS "mengambil alih" Gaza, memindahkan lebih dari dua juta masyarakat Palestina di wilayah tersebut, dan mengubahnya menjadi "Riviera Timur Tengah."
Rencana Trump tersebut telah dikecam oleh golongan HAM, negara-negara Arab, rakyat Palestina, serta PBB sebagai corak "pembersihan etnis."
(rds)
[Gambas:Video CNN]