ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menunjukkan pendekatan berbeda dalam menangani siswa bandel dibanding Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi memilih jalan disiplin ketat ala militer dengan melibatkan TNI dan Polri, sementara Pram mengedepankan pendekatan sosial dan kultural.
Dedi Mulyadi, sejak Mei 2025, mulai mengirimkan siswa bandel ke barak militer sebagai corak pendidikan karakter. Dedi meyakini metode ini dapat membentuk kedisiplinan, memperbaiki mental, hingga memperkuat bentuk siswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dedi, kebijakan tersebut diambil lantaran semakin banyak orang tua dan pembimbing nan merasa tak sanggup menangani perilaku anak-anak.
"Banyak orang tua nan hari ini tidak punya kesanggupan lagi menghadapi anaknya. Banyak pembimbing nan tidak punya kesanggupan untuk menghadapi murid-muridnya," ujar Dedi usai menghadiri rapat kerja di DPR, Selasa (29/4).
Sementara itu Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman menyebut total pelajar nan mengikuti program militer berbareng Kodam III Siliwangi TNI AD sekarang berjumlah 274 siswa nan terdiri dari siswa SMA dan SMK.
"Ada 274 nan saat ini tengah mengikuti pendidikan karakter kerja sama Pemprov Jabar dengan TNI AD," ujar Sekda Jabar Herman Suryatman, lewat rilis, Kamis (8/5).
"Pendidikan karakter ini kemudian bakal dituntaskan melalui pembelajaran dengan menghadirkan pembimbing kunjung," tambahnya.
Pendekatan Dedi ini menuai pro dan kontra dari beragam pihak. Sebagian terutama dari masyarakat sipil menilai pendidikan ala militer dinilai tak menyelesaikan masalah kenakalan remaja, dan hanya memperluas peran TNI di ranah sipil.
Pendekatan sosial
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak bakal meniru pendidikan militer ala Dedi Mulyadi. Gubernur DKI Pramono Anung memilih pendekatan nan lebih persuasif dan berbasis komunitas, terutama dalam menangani tawuran.
Staf Khusus Gubernur Bidang Komunikasi Publik DKI, Chico Hakim, menyebut pihaknya lebih memilih mengaktifkan balai rakyat, GOR, taman, hingga perpustakaan sebagai ruang ekspresi positif bagi anak muda.
"Kita tahu salah satu penyebab utama dari kenakalan anak alias remaja lantaran daya anak alias remaja tidak dapat tersalurkan di aktivitas positif lantaran keterbatasan ruang," ujar Chico saat dihubungi, Selasa (13/6).
Ia meyakini bahwa pembinaan bisa dilakukan melalui sinergi lintas lembaga dalam menyediakan ruang dan aktivitas produktif. Namun Chico menegaskan, jika perilaku siswa sudah mengarah pada tindak pidana, pihaknya bakal memproses secara hukum.
Salah satu pendekatan sosial kultural nan ditempuh Pram adalah menginisiasi program 'Manggarai Berselawat' untuk mengatasi maraknya tawuran di area Manggarai, Jakarta Selatan.
Program ini menyasar anak-anak muda nan kerap terlibat berantem dengan pendekatan keagamaan dan kultural.
"Saya bakal undang kelompok-kelompok nan bertikai di sana. Duduk bareng, kita cari tahu apa akar masalahnya. Nggak bisa hanya menyalahkan saja," kata Pram di area Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (13/5) seperti diberitakan Detikcom.
Program ini melibatkan beragam komponen masyarakat, seperti tokoh agama, majelis taklim, dan stakeholder lainnya dengan angan dapat meredam bentrok dengan membangun perbincangan dan kesadaran kolektif. Menurut Pram, pendekatan represif bukanlah solusi utama.
Alasan Pram menginisiasi 'Manggarai Berselawat' lantaran kebanyakan penduduk Manggarai, kata dia, adalah muslim, giat salat.
"Nah ini kita luruskan bersama-sama, dengan pendekatan keagamaan," ujarnya.
Dimulai di wilayah Manggarai, program ini juga bakal diberlakukan di wilayah lain.
Tawuran kerap terjadi di beberapa wilayah di Jakarta. Manggarai salah satunya. Wilayah lain nan kerap terjadi tawuran antarkelompok adalah Tebet, Jatinegara hingga wilayah Senen, Jakarta Pusat.
(fra/kay/fra)
[Gambas:Video CNN]