ARTICLE AD BOX
detikai.com
Rabu, 12 Mar 2025 13:00 WIB
Jakarta, detikai.com --
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
ICC menuduh Duterte bertanggung jawab atas dugaan kejahatan kemanusiaan mengenai perang melawan narkoba di Filipina ketika dia menjadi presiden. Operasi itu telah mengeksekusi ribuan orang tanpa melalui proses hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepolisian Filipina di bawah pemerintahan Ferdinand Marcos Jr alias dikenal Bongbong kemudian menangkap Duterte di Manila pada Selasa (11/3).
Lalu pada Selasa malam, Duterte dibawa ke Belanda untuk diserahkan ke ICC.
Bagaimana ICC memutuskan Duterte untuk diadili atas perang melawan narkoba di Filipina?
ICC menyatakan Duterte sebagai "pelaku tak langsung" kejahatan kemanusiaan lantaran memegang kendali atas lembaga penegak norma dalam perang melawan narkoba saat menjadi presiden dan Wali Kota Davao.
Menurut info pemerintah, korban tewas selama operasi anti narkoba lebih dari 6.000 jiwa. Namun, menurut lembaga pemantau kewenangan asasi manusia jumlah korban tewas lebih dari 20.000 orang dan puncaknya pada 2016-2017.
ICC punya dasar nan membikin mereka percaya personil Davao Death Squad (DDS) membunuh 19 orang-orang nan diduga pengedar alias pencuri narkoba di sekitar Kota Davao.
Setidaknya 24 orang lain nan diduga sebagai pengedar, pengguna, dan pencuri narkoba "juga dibunuh di bawah pengawasan personil penegak norma Filipina."
Kadang, pembunuhan itu dilakukan dengan support orang nan bukan bagian dari kepolisian di seluruh negeri.
Dengan temuan itu, praperadilan ICC merujuk pasal 7 Statuta Roma menyebut perang melawan narkoba sebagai "serangan meluas alias sistemik nan ditujukan terhadap masyarakat sipil."
Majelis ICC menekankan publikasi surat perintah penangkapan "diperlukan" untuk memastikan kehadiran Duterte di hadapan pengadilan internasional dan keamanan para saksi dan korban pembunuhan dalam perang narkoba.
"Bapak Duterte meski tak lagi menjadi presiden Filipina, tampaknya tetap memegang kekuasaan nan cukup besar," demikian penggalan dalam surat perintah penangkapan untuk Duterte per tanggal 7 Maret, dikutip Inquirer.
Perintah penangkapan itu merupakan respons terhadap "permohonan mendesak" surat perintah penangkapan nan diajukan Kantor Kejaksaan ICC (OTP) pada 10 Februari.
Mereka menyatakan Duterte diduga bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan mencakup pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan.
Namun, majelis pra peradilan ICC membatalkan tuduhan penyiksaan dan pemerkosaan dari surat perintah penangkapan lantaran tak punya dasar nan kuat.
Baca di laman berikutnya >>>