ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Banyak langkah untuk menaklukkan Jakarta, setiap tahunnya penduduk dari beragam wilayah mengadu nasib di Ibu Kota, salah satunya Sucipno asal Wonosobo. Berbekal piagam Sekolah Dasar, dia memulai petualangannya saat memberanikan diri merantau meski sebagai pembantu rumah tangga.
Saat itu Sucipno muda tergabung dalam sebuah Yayasan nan menyalurkannya ke beragam pilihan pekerjaan di Jakarta, kesempatan itu dia ambil dan terjadilah pekerjaan pertamanya sebagai tukang kebun sekaligus pembantu rumah tangga di salah satu kompleks mewah dan memperkuat selama tiga tahun.
"Saya ke Jakarta tahun 1992, saya langsung kerja dulu masuk yayasan, ada nan bawa dulu setelah tamat SD, di kampung tetap susah SMP saat itu, kalo yayasan penampung tenaga kerja masuk ke sana untuk disalurkan. Tiba di Jakarta waktu itu pekerjaan rumah tangga sebagai tukang kebun di rumah mewah cukup lama ada 3 tahunan," ujar Sucipno saat ditemui detikaicom di Pasar Induk Kramat Jati, Kamis (14/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai mendapatkan pengalaman, Sucipno kembali ke kampungnya mencoba mencari peruntungan baru dengan beternak kambing, menjadi kuli gedung dan akhirnya memutuskan kembali ke Jakarta.
Di Jakarta dia langsung bekerja di Pasar Induk Kramat Jati membantu saudaranya dalam berbisnis buah, memandang kesempatan nan besar dia memberanikan diri untuk menabung dan meminta izin kepada saudaranya untuk membuka gerai baru.
Dalam satu bulan Sucipno kudu menyiapkan duit sebesar Rp 25 juta untuk bayar kios, namun upaya jual beli buah itu mendulang omzet nan besar hingga membuatnya memperkuat sampai saat ini.
"Kios ini kita bulanan mas, 1 bulan 25 juta ini ukuran 5x5 meter, alhamdulillah ketutup lantaran sudah sekolah 3 tahun di gerai saudara," lanjut Sucipno.
Modal saling percaya dengan para petani, Sucipno bisa mendatangkan ratusan peti buah dari Banyuwangi dan Wonosobo. Di gerai berukuran 5x5 meter itu dia beserta tiga karyawannya sibuk membongkar muat peti buah dari truk, tak lama berselang para pengguna datang dia dan karyawannya memindahkan buah itu ke pelanggan.
Pasar Induk Kramat Jati memang menjadi tempat transit bagi kebutuhan pangan penduduk di Jabodetabek, masyarakat nan mau berbisnis ataupun membeli kebutuhan dengan nilai nan lebih murah kerap datang ke pasar ini. Sucipno selaku pedagang buah menjadi perpanjangan tangan petani untuk menjangkau masyarakat.
Dalam sehari petani di Banyuwangi mengantarkan hingga 100 peti alias sekitar 260 kilogram buah naga, sementara salak nan dikirim dari Wonosobo mencapai 3 ton. Diketahui saat ini nilai - nilai pangan termasuk buah sedang stabil, nilai nan tidak mahal dari petani turut membikin para pembeli senang lantaran tak perlu merogoh kocek terlalu dalam.
"Kita perhari bisa kalo lagi ramai turun 100 peti bisa habis, para pembeli memang buat dijual lagi sudah langganan mereka, biasanya dijual untuk di sekitar Jabodetabek," ujar Sucipno.
Jaga Kepercayaan Petani, Bayar Cepat Pakai BRIMO
Sebagai perpanjangan tangan dari petani ke pelanggan, Sucipno mengaku senang lantaran bisa membantu para petani di kampungnya untuk menemukan pembeli di Jakarta. Selain itu omzetnya pun tembus Rp 10 juta sehari, perputaran duit nan cukup besar itu kudu dilaksanakan secara sigap agar kepercayaan dengan para petani tak redup.
Sucipno kerap mengandalkan BRIMO untuk mentransferkan biaya pengiriman buah kepada petani di kampung dengan depat, sebelum mengenal BRIMO dia rutin datang ke Agen BRILink alias ke Kantor BRI Unit Kramat Jati. Namun perihal itu membuatnya tak cukup cepat, saat ke instansi BRI dia minta diajarkan langkah penggunaan BRIMO oleh petugas Bank BRI.
"Untuk mengirim duit ke petani saya transfer pakai BRIMO, saya pakai BRIMO sekitar 1 tahun. Kita instal di sini saya bikin sendiri, terus datang ke instansi dan langsung diajari sama petugasnya. Sekarang BRIMO untuk transfer ke petani," ucap Sucipno.
Memang untuk mengirim duit ke petani sudah dimudahkan dengan BRIMO, namun para pembeli tetap ada juga nan membayarkan buah menggunakan cash. Sucipno apalagi pernah mendapatkan duit tiruan sebesar Rp 300 ribu lantaran kurang teliti, duit itu ketahuan saat bakal menyetorkan melalui Agen BRILink di dekat kiosnya.
Mendapat pengalaman itu, sekarang Sucipno lebih berhati-hati dia juga lebih menyarankan pembeli untuk bertransaksi melalui transfer alias QRIS agar lebih aman. Di sisi lain Pimpinan KC BRI Kramat Jati menyatakan komitmennya dalam mendigitalkan pasar untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi.
"BRI mengedukasi pedagang untuk menggunakan BRIMO, BRI tidak hanya mempermudah proses transaksi, tetapi juga berkedudukan dalam mencegah peredaran duit palsu. Dengan digitalisasi transaksi, pencarian menjadi lebih efektif dan akibat beredarnya duit tiruan di pasar dapat diminimalkan," ujar Pimpinan KC BRI Kramat Jati Indra Bayu Wira Permana.
Diketahui BRI Kramat Jati rutin mengadakan aktivitas di Pasar Induk Kramat Jati untuk memperkenalkan aplikasi BRIMO kepada pengguna nan sebelumnya kurang familiar dengan teknologi. Mantri BRI berkeliling pasar untuk memberikan edukasi langsung kepada pedagang mengenai langkah menggunakan BRIMO, termasuk melakukan transaksi digital seperti transfer gratis.
(hns/hns)