Asosiasi Sebut Penyesuaian Aturan Tembakau Pengaruhi Bisnis Periklanan

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) sebagai patokan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terus menuai kontroversi sehingga muncul dorongan deregulasi dari beragam pihak. Tidak hanya berasal dari industri hasil tembakau, dorongan tersebut juga dari sektor periklanan luar ruang dan pedagang tradisional.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi menilai izin nan membatasi iklan dan promosi produk tembakau ini mempunyai pengaruh domino nan luas. Industri periklanan luar ruang, nan selama ini mengandalkan pendapatan dari iklan rokok, sekarang tercekik. Larangan pemajangan iklan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dianggap terlalu ketat dan tidak relevan untuk menekan prevelansi perokok.

"Selain itu, terdapat beragam pasal nan susah diimplementasikan di lapangan lantaran berpotensi menimbulkan pemahaman nan beragam, termasuk Pasal 449. "Aturan radius inilah nan bermasalah dan bakal mematikan upaya kami, sehingga kami meminta pembatalan pasal tembakau nan ada di PP 28/2024," ujar Fabianus dalam keterangannya, dikutip (4/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fabianus mengungkapkan pendapatan iklan luar ruang telah menurun sekitar 50% sejak rumor Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) muncul pada akhir 2023, sebagai patokan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Sebagai petunjuk penyelenggaraan dari UU Kesehatan, kami sangat terkejut ketika Rancangan PP itu berisi larangan total untuk semua iklan promosi. Kami di asosiasi periklanan dibuat syok. Lalu, kami bakal beriklan apa?" imbuh dia.

Setelah PP 28/2024 diterbitkan pada September 2024 lalu, situasi kian memburuk. Banyak perusahaan iklan hanya bisa mempertahankan sekitar 20% dari volume upaya sebelumnya. Fabianus berbareng 11 asosiasi periklanan telah menyampaikan keberatan kepada Menteri mengenai dan Presiden, namun tidak membuahkan hasil signifikan.

"Industri periklanan luar ruang menilai bahwa izin sebelumnya, PP 109/2012, sudah cukup ketat. Namun, PP 28/2024 dianggap tidak memberikan ruang bagi industri untuk bertahan," jelas dia.

Senada, Pedagang tradisional juga merasakan akibat negatif dari penerapan PP 28/2024 sehingga mengalami kerugian nan signifikan. Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrahman, mengakui adanya penurunan omzet hingga 30% bagi pedagang rokok di pasar tradisional. Penurunan daya beli masyarakat secara umum dan maraknya penjualan daring juga turut berkontribusi.

Mujiburrahman menyoroti perubahan perilaku konsumen nan sekarang lebih memilih membeli rokok secara sembunyi-sembunyi, mengarah pada peningkatan penjualan rokok ilegal.

"Penjualan rokok tidak sepenuhnya menurun, hanya berganti langkah belinya menjadi lebih tertutup," kata Mujiburrahman.

PP 28/2024 tidak hanya menakut-nakuti keberlangsungan industri periklanan dan pedagang tradisional, tetapi juga menggerus ekosistem nan melibatkan banyak lapisan masyarakat. Oleh lantaran itu, dia turut mendesak agar pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 dibatalkan.

Sebab, bagi Mujiburrahman, izin nan setara kudu mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama lebih dari enam juta pekerja nan terlibat dalam rantai sektor IHT.

(kil/kil)

Selengkapnya