ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - CEO Telegram Pavel Durov mengungkapkan kebenaran mengejutkan soal aplikasinya. Platform pesaing WhatsApp tersebut makin ramai diserbu pengguna. Per 2025, Durov mengklaim pengguna aktif Telegram sudah tembus 1 miliar pengguna.
Terlepas dari persaingan sengit antar kedua platform, Durov menyebut satu perihal nan menjadi kelebihan Telegram. Ia mengatakan Telegram tak pernah membagikan privasi pengguna meski diminta pihak berwajib.
Hal ini disampaikannya saat membicarakan soal rancangan patokan Perancis untuk bisa membuka pesan pengguna aplikasi. Negara itu nyaris mengesahkan patokan untuk melarang adanya enkripsi, nan bakal merampas privasi digital masyarakatnya.
Aturan itu kemudian ditolak oleh Majelis Nasional Perancis. Durov nan pernah ditahan di Perancis memuji tindakan Majelis Nasional.
Dia menyebut dengan patokan tersebut tidak ada agunan hanya polisi nan bakal masuk melalui backdoor setelah aksesnya dibuka.
Ada kemungkinan akses itu bisa dieksploitasi oleh pihak lain, seperti pemasok asing hingga peretas. Pada akhirnya privasi pengguna nan menjadi korbannya.
"Karena secara teknis tidak mungkin menjamin hanya polisi nan mengakses backdoor. Setelah diperkenalkan, backdoor bisa dieksploitasi pihak lain, dari pemasok asing hingga peretas. Akibatnya peretas pribadi semua masyarakat nan alim norma dibobol," kata Durov dalam akun Telegramnya nan dikutip dari Phone Arena (22/4/2025).
Dalam unggahannya, Durov mempertanyakan pula nilai rancangan patokan itu pada saat memerangi kejahatan. Melemahkan aplikasi dengan enkripsi tidak bakal mencegah komunikasi penjahat.
Para penjahat, dia menambahkan malah bakal beranjak ke platform pertukaran pesan lain. Bahkan bisa juga menggunakan jasa kurang dikenal nan didukung teknologi keamanan.
"Penjahat bisa berkomunikasi dengan kondusif lewat lusinan aplikasi lebih mini dan lebih susah dilacak lantaran VPN," jelasnya.
Durov juga menyatakan Telegram tidak pernah membagikan satu pesan pribadi kepada negara manapun. Platformnya juga lebih memilih tidak lagi beraksi di suatu negara daripada kudu merusak teknologi enkripsi milik Telegram.
Sejauh ini, Telegram hanya mengungkap IP Address dan nomor ponsel nan digunakan oleh tersangka kejahatan. Durov mengatakannya sembari merujuk ke patokan mengenai digital nan ada di Uni Eropa.
"Dalam 12 tahun sejarahnya, Telegram tidak pernah mengungkap satu byte pesan pribadi. Sesuai UU Layanan Digital Uni Eropa, jika diberikan perintah pengadilan nan sah, Telegram hanya mengungkap alamat IP dan nomor telepon tersangka, bukan pesan," klaim Durov.
Telegram Makin Dekat Geser WhatsApp
Pada 1 Maret 2025, Durov melaporkan pengguna aktif layanannya sudah menembus. Bersamaan dengan itu, Durov juga mengatakan keuntungan perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.
Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang kekuasaan WhatsApp. Sebagai perbandingan, pengguna aktif WA saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi bakal mencapai 3 miliar pada akhir 2025.
"Di atas kami ada WhatsApp, jasa murah nan meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WA berupaya mengikuti penemuan kami sembari membakar duit miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami," kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch.
"Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami," dia menambahkan.
Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan jasa berbayar Telegram Premium. India menjadi negara nan paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram nan datang dari AS.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Tarif Trump Makan Korban Baru: 800 Pekerja Volvo di AS Bakal PHK
Next Article Aplikasi Pengganti WA Ramai Diserbu, Ini Alasan Orang Pindah