Apa Itu Social Unrest? Fenomena Yang Bisa Porak-porandakan Ekonomi Negara

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Social unrest bisa jadi istilah nan kurang familiar untuk masyarakat Indonesia. Meski begitu, kejadian nan satu ini rupanya bisa sangat rawan lantaran dapat membikin perekonomian suatu negara porak-poranda.

Berdasarkan situs resmi pemerintah kota Seattle-AS, social unrest merujuk pada keadaan ketidakteraturan dan kekacauan dalam suatu masyarakat. Fenomena ini sering ditandai dengan protes, demonstrasi, alias corak tindakan kolektif lain nan mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial, ekonomi, alias politik.

Sementara dalam situs resmi International Monetary Fund (IMF), social unrest didefinisikan sebagai protes, kerusuhan, dan bentuk-bentuk lain dari kekacauan dan bentrok sipil lantaran beragam alasan. Dalam perihal ini, aspek ekonomi seperti ketimpangan alias kenaikan nilai bahan bakar hingga suatu komoditas sering kali menjadi salah satu alasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun nan menjadi persoalan utama adalah akibat nan ditimbulkan jika social unrest terjadi. Sebab berasas hasil riset nan dilakukan ahli ekonomi IMF Metodij Hadzi-Vaskov dan rekan-rekannya, perekonomian selalu menjadi sektor nan paling terdampak dari kejadian satu ini.

Dijelaskan salah satu tolak ukur akibat social unrest terhadap ekonomi nan paling mudah dilihat adalah penurunan valuasi pasar saham alias indeks saham campuran suatu negara.

Sebab valuasi pasar saham merupakan gambaran umum mengenai ekspektasi dan penilaian para penanammodal (baik dalam negeri maupun luar) tentang pengembalian saham di masa mendatang. Sehingga secara tidak langsung valuasi tersebut juga memberikan gambaran tentang prospek ekonomi negara itu di masa mendatang.

"Kami meneliti 156 peristiwa social unrest di 72 negara dan menemukan bahwa imbal hasil pasar saham turun rata-rata 1,4 poin persentase setelah peristiwa kerusuhan besar," terang IMF dalam situsnya.

Lebih lanjut dijelaskan di negara-negara dengan pemerintahan nan lebih terbuka dan demokratis, akibat social unrest cukup terbatas terhadap kondisi pasar saham negara tersebut. Terkecuali jika kejadian ini menimbulkan selisih alias bentrok sipil nan lebih besar.

Namun di negara-negara dengan rezim nan lebih otoriter, akibat social unrest lebih besar dan negatif. Bahkan rata-rata imbal hasil pasar saham bisa turun hingga 2% dalam tiga hari dan sekitar 4% pada bulan berikutnya.

"Data pasar saham menawarkan petunjuk lebih lanjut tentang gimana social unrest memengaruhi prospek ekonomi lantaran volume saham nan diperdagangkan meningkat tajam setelah peristiwa kerusuhan," terang IMF.

Dalam kondisi terparah, peristiwa social unrest nan cukup besar dapat diikuti dengan pengurangan PDB sebesar 1 poin persentase enam kuartal setelah peristiwa tersebut.

(fdl/fdl)

Selengkapnya