Anak Tak Boleh Punya Akun Media Sosial, Meutya Ungkap Cara Awasi

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menggodok patokan pembatasan pembuatan akun anak pada media sosial.

Komdigi melakukan obrolan dengan beragam ahli, termasuk Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan akademisi dari beberapa universitas, dalam rapat pembahasan perlindungan anak di ruang digital.

Menteri Komdigi Meutya Hafid menjelaskan bahwa sudah ada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik alias TKPA PSE, nan merupakan turunan dari UU ITE Nomor 1 Tahun 2024.

Namun demikian, terdapat sejumlah aspek nan tetap bisa diperkuat, khususnya mengenai izin batas usia untuk pembuatan akun-akun di bumi maya alias di ranah digital.

"Kami konsultasi dengan Presiden, Presiden menyampaikan memang silahkan saja dimasukkan. Dan itu tentu kita libatkan lagi. Sesungguhnya nan RPP sebelumnya itu sudah melalui uji publik, sudah melalui pengharmonisan dan memang sudah dikirim ke Presiden," ujar Meutya saat membuak pertemuan nan dilakukan di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025).

"Nanti kita minta izin kepada Setneg dan juga Menkum untuk kemudian menambahkan beberapa pasal," imbuhnya.

Pada prinsipnya pada RPP bakal mengatur mengenai tanggungjawab dan pelarangan profiling anak di ranah digital. Namun belum mencakup mengenai izin batas usia.

Karena itu Menkomdigi berpandangan bahwa kajian penguatan izin bakal berfokus kepada beberapa hal.

Pertama, meregulasi batas usia dalam platform digital demi mencegah eksposur awal anak terhadap konten-konten di media digital.

"Kami pun ini belum menentukan usianya ya. Terlebih jika kami dari Kemkomdigi bakal sangat mendengarkan masukan dari Bapak-Ibu nan memang sudah berkecimpung dengan bumi anak-anak. Ranah kami tidak di situ sebetulnya," ujar Meutya.

"Sehingga kita membuka usia ini kepada tim kajian untuk memandang usia berapa sih nan pas untuk di Indonesia ini. Kita tidak datang dengan usia tertentu lantaran ini memang ranah Bapak-Ibu sekalian nan hadir," imbuhnya.

Kemudian, mengklasifikasikan penyelenggaraan sistem elektronik nan dapat diakses oleh anak dengan mempertimbangkan profil akibat nan dapat dihasilkan. Ini juga menjadi ranah nan perlu banyak obrolan terkhusus dari sisi akibat psikologisnya.

"Kami perlu diberitahu mana PSE alias platform-platform nan memang dianggap sangat berbahaya, rawan alias potensi rawan dan tidak berbahaya. Sehingga batas itu tentu kudu juga ada tingkatan-tingkatannya kepada anak-anak," jelasnya.

Ketiga adalah memformulasikan parameter digital nan tepat bagi anak-anak sebelum dapat mengakses platform digital. Termasuk tanggungjawab PSE alias platform untuk mengupgrade teknologinya.

"Mungkin ini tanggungjawab platform meng-upgrade teknologi ini memang ranah Komdigi, artinya mereka kudu meng-upgrade juga jika mereka memang belum punya sistem nan bisa memastikan ketika anak itu memasukkan datanya, gimana caranya anak-anaknya tidak bisa berpura-pura jadi orang dewasa," terangnya.

"Dengan AI, harusnya teman-teman platform ini sudah bisa mendeteksi dengan lebih baik daripada sebelumnya," ujar Menkomdigi

Meutya menyebut formulasi parameter literasi digital juga bisa dimasukkan untuk pendidikan dari platform untuk memberikan juga literasi digital alias implikasi digital kepada penggunanya.

"Mereka [platform] juga kita bebankan edukasi itu, sekaligus kita mendengarkan dari khususnya Kemendikdasmen, silahkan bapak ibu akademisi. Bagaimana literasi digital nan juga baik dan apa nan perlu kita masukkan di dalam PP ini nan berkait dengan literasi digital." pungkasnya.


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi Teknologi Menuju Transformasi Industri Berkelanjutan

Next Article Cara Hapus Akun FB Permanen Langsung dari HP

Selengkapnya