ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kasus pencurian peralatan sistem peringatan awal tsunami milik Badan Informasi Geospasial (BIG) kembali terjadi di Stasiun Pasang Surut (Pasut) Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
"Kali ini, pencurian diketahui pertama kali pada 27 April 2025, setelah pengawas lapangan melakukan pengecekan," kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Mone, Iye Cornelia Marschiavelli, Kamis 15 Mei 2025.
Saat itu, kondisi pintu stasiun rusak dan seluruh perangkat, seperti sensor, panel surya, dan perangkat pendukung lainnya telah hilang. Hanya dua sensor radar nan sukses diamankan.
"Peralatan nan lenyap Barang Milik Negara (BMN) dengan nilai mencapai Rp329.985.407,00. Namun, nilai kerugian nonmaterial lebih dari itu lantaran hilangnya info pasut nan krusial dan terganggunya operasional InaTEWS," ujar Juru Bicara BIG ini.
BIG telah melaporkan kejadian ini kepada Polsek Wulla Waijelu. BIG juga mendorong proses norma melangkah maksimal, mengingat pelaku dapat dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan nan ancamannya hingga tujuh tahun penjara.
Pelaku juga dapat dijerat Pasal 58 jo. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, dengan ancaman pidana lima tahun penjara alias denda hingga Rp1,25 miliar.
Bukan Kali Pertama
Diketahui, Stasiun Pasut Baing sebelumnya pernah mengalami pencurian pada 20 Agustus 2024. Saat itu, pencuri menyasar panel surya dan aki. Kejadian nan berulang ini menunjukkan perlunya perhatian dan pengamanan ekstra terhadap prasarana geospasial. Sebab, tindakan pencurian rupanya juga terjadi di Stasiun Pasut Banete dan Biak.
"Dari kasus pencurian nan terjadi, ada dua pelajaran krusial nan dapat dipetik. Pertama, sistem pengawasan dan pengamanan stasiun pasut kudu diperkuat. Kedua, perlu ada peningkatan kesadaran publik bahwa perangkat seperti stasiun pasut adalah bagian dari sistem keselamatan nasional," ungkap Direktur Sistem Referensi Geospasial BIG Moh. Fifik Syafiudin.
Ia juga menekankan pentingnya kerjasama dengan pemerintah wilayah untuk menjaga infrastruktur, seperti stasiun pasut dan jaringan kontrol geodetik lainnya.
"BIG tidak mempunyai instansi bagian di daerah, sehingga peran masyarakat sangat vital. Edukasi tentang pentingnya perangkat ini dan dampaknya terhadap kesiapsiagaan musibah kudu digencarkan," tambah Fifik.
BIG mengimbau masyarakat, terutama nan tinggal di sekitar stasiun pasut, stasiun CORS, alias tanda-tanda bentuk jaringan kontrol geodesi lainnya di seluruh Indonesia, untuk ikut menjaga dan melindungi akomodasi geospasial negara. Menghilangkan, memindahkan, alias merusaknya adalah tindakan melawan norma dan sangat merugikan kepentingan publik.
"Kasus ini kudu menjadi pelajaran berbareng bahwa prasarana geospasial bukan sekadar aset fisik, tapi bagian krusial dari sistem keselamatan nasional. Kami berambisi ada support dari seluruh komponen masyarakat untuk menjaga keberlangsungan sistem ini," tegas Mone.
Aksi pidana ini tidak hanya merugikan negara secara materiil, tetapi juga mengganggu sistem pemantauan pasang surut nan sangat krusial bagi, mitigasi bencana, keselamatan pelayaran, dan pembangunan wilayah pesisir Indonesia.
Stasiun Pasut Baing terletak di Pelabuhan Laut Baing, Desa Hadakamali, Kecamatan Wulla Waijelu. Stasiun pasut ini dibangun pada tahun anggaran 2021. Keberadaannya menjadi satu-satunya titik pemantauan pasut di pantai selatan Sumba nan menghadap langsung ke Samudera Hindia.
Data dari stasiun ini merupakan bagian dari sistem peringatan awal tsunami InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) dan digunakan untuk kepentingan nasional.