ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Emas tetap diburu penduduk bumi hingga mengerek harganya ke langit. China menjadi salah satu bank sentral teraktif dalam pembelian emas saat kondisi ekonomi dunia tengah mengalami krisis. Jika memandang krisis dari tahun 2008 hingga 2023, China memborong emas hingga ratusan ton di tahun-tahun krisis.
Bukan tanpa argumen China memborong emas saat krisis ekonomi dunia terjadi. Bagi China, emas dianggap sebagai aset nan relatif kondusif selama masa ketidakpastian ekonomi alias krisis.
Selama krisis finansial, nilai mata duit alias aset lainnya dapat tergerus, sementara emas condong mempertahankan nilainya. Oleh lantaran itu, pemerintah China, nan mempunyai persediaan devisa besar, membeli emas untuk melindungi nilai kekayaan negara mereka.
China mempunyai persediaan devisa terbesar di dunia, dan sebagian besar persediaan ini berupa dolar AS. Untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan meningkatkan keberagaman persediaan devisa, China membeli emas sebagai corak diversifikasi. Emas memberi mereka pengganti nan lebih stabil dan independen dari perubahan mata duit alias kebijakan moneter negara lain.
Dengan memperbanyak persediaan emas, China juga dapat meningkatkan pengaruhnya dalam sistem ekonomi global. Negara ini berupaya memperkuat posisi mereka dalam sistem finansial internasional nan lebih multipolar, di mana emas memainkan peran krusial dalam stabilitas dan kepercayaan ekonomi.
Berdasarkan info World Gold Council (WGC), China memborong emas ratusan ton pada tahun krisis ekonomi global.
Pembelian Emas 2009
Pada tahun 2009, China memborong emas hingga 454,1 ton. Diketahui tahun 2008-2009 merupakan tahun krisis finansial global. Krisis tersebut merupakan krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir, apalagi para ahli ekonomi bumi menyebutnya sebagai the mother of all crises.
Krisis finansial nan diawali dengan terjadinya subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) rupanya berkapak ke krisis sektor finansial nan lebih dalam. Kondisi ini rupanya semakin memburuk, meluas, dan berkepanjangan serta tidak hanya dirasakan oleh perekonomian AS, tetapi juga dirasakan di beragam negara termasuk China.
Krisis finansial dunia 2008-2009 berakibat signifikan terhadap ekonomi China nan menyebabkan penurunan tajam dalam ekspor akibat berkurangnya permintaan global, nan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun pada saat itu, pemerintah China menanggapinya dengan paket stimulus besar, nan membantu mengurangi akibat negatif dan akhirnya menyebabkan pemulihan ekonomi.
Kekhawatiran krisis finansial dunia tersebut pun mendorong China memborong emas hingga 454,1 ton pada 2009.
Pembelian Emas 2015-2016
Pada tahun 2015 hingga 2016, China kembali memborong emas usai vakum sejak pembelian terakhir pada 2009. Dimana pada tahun 2015, China membeli emas sebanyak 708,2 ton dan kembali memborongnya pada 2016 sebanyak 80,2 ton.
Perhatian bumi saat itu sedang tertuju pada krisis ekonomi nan dialami Yunani. Krisis terjadi akibat kegagalan bayar utang (default) sebesar 1,5 miliar euro alias sekitar Rp22 triliun pada International Monetary Fund (IMF) nan jatuh tempo 30 Juni 2015. Jumlah tersebut merupakan sebagian mini dari jumlah utang luar negeri Yunani nan diperkirakan sekitar 243 miliar Euro.
Akibat kandas bayar tersebut, Yunani ambruk dan sekarang hanya hidup dari duit pinjaman untuk sementara waktu. Konsekuensi nan kudu dihadapi pemerintah Yunani adalah memperketat pengendalian modal. Bank ditutup untuk mencegah rush alias arus keluar duit tunai. Rakyat Yunani tidak dapat menarik duit tabungan dalam jumlah besar, apalagi duit pensiun nan menjadi kewenangan para pensiunan pun juga tidak bisa ditarik.
Daya beli masyarakatnya menurun drastis, situasi nan tentu saja bakal mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran.
Saat Yunani tengah menghadapi krisis, saham-saham di bursa China pun ambruk dalam. Nilai saham nan terdaftar di bursa China mencatatkan kerugian lebih dari US$3 triliun dari puncaknya alias 30% PDB. Sehingga emas menjadi pilihan oleh bank sentral China saat itu.
Pembelian Emas 2019
Tahun 2019 adalah tahun-tahun mendekati puncak Covid-19 nan terjadi pada 2020. China saat itu seolah-olah sudah mengetahui bahwa pengaruh Covid-19 ini bakal berakibat jelek terhadap ekonomi global, sehingga China melakukan tindakan pembelian emas pada 2019 sebanyak 95,8 ton.
Pandemi Covid-19 memaksa negara-negara bumi menerapkan kebijakan lockdown alias karantina wilayah demi memutus rantai penularan virus. Tetapi, nan terdampak bukan hanya virus. Kebijakan itu juga membikin banyak aktivitas produksi dan konsumsi terhenti, hingga rawan menimbulkan krisis ekonomi global.
International Monetary Fund (IMF) menyebut masa krisis ini sebagai The Great Lockdown alias masa Karantina Besar.
Pembelian Emas 2022-2024
Tahun 2022 semestinya menjadi kebangkitan ekonomi bumi setelah pandemi Covid-19. Sebaliknya, 2022 ditandai dengan perang baru, rekor inflasi, dan musibah mengenai iklim.
Tak heran jika 2022 disebut sebagai tahun "polikrisis", sebuah istilah nan dipopulerkan oleh sejarawan Adam Tooze. Akibat kemunduran nan terjadi tahun ini, masyarakat bumi kudu bersiap untuk lebih banyak menghadapi kesuraman pada 2023.
Setelah krisis ekonomi akibat Covid pada 2020, nilai konsumen mulai naik pada 2021 lantaran negara-negara mulai menghentikan lockdown alias pembatasan lainnya.
Kala itu, bank sentral bersikeras bahwa inflasi nan tinggi hanya bakal berkarakter sementara lantaran ekonomi kembali normal. Namun, serangan Rusia ke Ukraina pada akhir Februari kemudian membikin nilai daya dan pangan melonjak.
Banyak negara sekarang bergulat dengan krisis biaya hidup lantaran bayaran tidak mengikuti inflasi. Ini memaksa rumah tangga membikin pilihan susah dalam pengeluaran mereka.
Sementara itu, bank sentral mulai meningkatkan suku kembang tahun 2022 sebagai upaya menjinakkan kenaikan inflasi. Hal ini pun berisiko mendorong negara ke dalam resesi nan dalam, lantaran biaya pinjaman nan lebih tinggi berfaedah aktivitas ekonomi nan lebih lambat.
Sementara di 27 negara Uni Eropa, 674 miliar euro telah dialokasikan untuk melindungi konsumen dari nilai daya nan tinggi. Jerman, ekonomi terbesar Eropa dan paling berjuntai pada pasokan daya Rusia, menyumbang 264 miliar euro dari jumlah tersebut.
Selain dari kenaikan nilai daya terutama batu bara nan menggila pada 2022-2023. Pada tahun tersebut merupakan tahun teraktif The Federal Reserve (The Fed) dalam meningkatkan suku bunga.
Dengan tingginya inflasi dan suku kembang di beberapa negara Eropa dan Amerika saat itu, China pun memborong emas pada tahun 2022 sebesar 62,2 ton. Kemudian China juga menambah porsi pada tahun 2023 sebanyak 224,9 ton. Dan bersambung pada pembelian tahun 2024 sebesar 44,2 ton.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Emas Tinggi, Bakal Kena Tarif Royalti Hingga16%
Next Article Video: China Catat Inflasi 0,2% (yoy) di November 2024