Akankah Kopdes Merah Putih Mampu Basmi Tengkulak?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pemerintah menargetkan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih bisa menggeser keberadaan tengkulak hingga rentenir. Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, bilang butuh waktu lama bagi Kopdes Merah Putih sampai betul-betul bisa menggantikan peran tengkulak dan rentenir di desa-desa.

Tidak hanya itu, Tauhid mengelaborasi, hingga saat ini koperasi desa nan aktif hanya berkisar di nomor empat ribuan koperasi. Ia bilang, diharapkan ke depannya, nan ada dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) nan berjumlah sekitar 64 ribu orang juga bisa dilibatkan dan berubah menjadi koperasi.

"Mereka itu rata-rata memang basisnya adalah petani nan berupaya untuk di sektor budidaya. Kemudian menginput untuk mendistribusikan pupuk subsidi dan sebagainya. Tetapi belum beranjak menjadi upaya untuk menjadi (punya peran seperti) rentenir dan sebagainya. Itu 'kan perlu waktu, ya," katanya kepada detikaicom, Sabtu (19/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut Tauhid menjelaskan, kondisi koperasi desa nan ada dan aktif saat ini juga sedikit. Ia bilang, tidak mungkin bisa direalisasikan dalam waktu nan sigap agar Kopdes Merah Putih bisa menggantikan peran tengkulak dan rentenir.

"Menurut saya, tidak mungkin sigap sampai mengurangi peran itu (tengkulak dan rentenir). Apalagi, nan susah adalah ada ikatan kuat secara sosial dan ekonomi antara para pelaku tengkulak dengan para petani. Saya kira itu nan butuh waktu," terangnya.

Tauhid juga memprediksi, keberadaan tengkulak dan rentenir tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dengan keberadaan Kopdes Merah Putih. Ia bilang, belum tentu kopdes plat merah ini nantinya bisa membantu kebutuhan hidup petani di kala kandas panen.

"Ya, dia (Kopdes Merah Putih) bisa menampung misalnya panen untuk dijual, ambil untung. Tetapi ketika ada kandas panen, ada kekurangan misalnya anaknya petani butuh sekolah, alias ada nan sakit. Nah, apakah koperasi mau masuk ke wilayah itu? Kalau tengkulak berani ada di wilayah itu," ucapnya.

Tauhid menilai butuh kerja keras untuk betul-betul bisa menggantikan peran tengkulak dan rentenir di desa. Hal ini memungkinkan, tetapi kata Tauhid, tidak dapat direalisasikan di semua wilayah pedesaan.

"Memungkinkan, tapi tidak di semua tempat. Tengkulak itu istilahnya mereka memberikan biaya duluan, kelak kegagalan panen tinggal dikurangi. Tetapi 'kan seringkali harganya lebih rendah dari nilai pasar, jadi mereka bisa untung lebih tinggi," katanya.

"Intinya bisa (menggantikan peran tengkulak dan rentenir), tapi jika (skala) besar dan masif, rasanya butuh waktu lama," tutupnya.

Berlanjut ke laman berikutnya.

Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar, bilang bahwa tengkulak bukan jadi soal nan kudu dipikirkan saat ini.

"Sekarang tantangannya adalah soal kreasi kebijakan. Kalau kreasi kebijakan, regulasi, dan model pembiayaan seperti sekarang, nan terjadi adalah inefisiensi anggaran. Ada potensi kekacauan pembiayaan. Tidak percaya juga bisa mengatasi tengkulak," katanya kepada detikaicom, Sabtu (19/4/2025).

Askar memberikan info lebih lanjut soal ini dari unggahan di akun media sosialnya. Ia menyoroti kebutuhan anggaran sebesar Rp 400 triliun untuk dapat melahirkan 80 ribu Kopdes Merah Putih.

"Kepala desa nan kritis menolak rencana ini, lantaran berpotensi memangkas biaya desa nan bisa digunakan untuk keperluan lain nan lebih krusial di desa serta mematikan upaya pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) nan tengah berjalan," ujarnya dalam unggahan tersebut.

Askar juga bilang, petunjuk instruksi presiden dinilai problematik dengan pendapat bahwa semua penerima support sosial (bansos) bakal menjadi personil Kopdes Merah Putih, dan desa juga bisa dibebankan hutang dari bank plat merah.

"Langkah ini berlawanan dengan semangat koperasi nan berbasis 'sukarela', dan membangun dari anggota, oleh anggota, untuk anggota," lanjutnya.

"Desa punya keunikan, potensi, dan masalah nan berbeda. Sekarang, pemerintah menggunakan tangannya untuk melakukan penyeragaman program, tersentralisasi dan berpotensi menjadi perangkat kontrol politik, mengerdilkan peran desa. Kebijakan ini justru menarik mundur semangat membangun dari desa nan digagas oleh pendahulu bangsa," katanya.

Lain halnya dengan nan diutarakan oleh Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih. Ia mengatakan keberadaan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih bisa menggeser keberadaan tengkulak dan rentenir. Hal ini lantaran, menurut Henry, peran nan selama ini dilakukan tengkulak dan rentenir tidak menguntungkan bagi petani.

Henry bilang, kewenangan guna upaya lahan tanah nan ada di desa semestinya tidak lagi diberikan kepada perusahaan, melainkan bisa langsung dikelola oleh rakyat berbareng keberadaan Kopdes Merah Putih.

"Menurut kita bisa, bisa bakal mengambil alih peran-peran nan selama ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar nan menurut kita itu tidak menguntungkan kepada petani. Rakyat bisa mengelolanya melalui koperasi-koperasi tersebut," ujarnya kepada detikaicom pada Selasa (15/4/2025).

Henry bilang, Kopdes Merah Putih kudu betul-betul didorong untuk membujuk petani dan rakyat pedesaan agar aktif di dalamnya. Bukan justru sebaliknya, abdi negara pemerintah nan menjadi pengelola koperasi.

"Pemerintah itu hanya sifatnya mendorong kelahiran dari koperasi-koperasi ini. nan kedua, Kopdes Merah Putih ini adalah salah satu dari koperasi-koperasi nan selama ini sudah ada maupun koperasi lainnya. Jadi, dia ini mendampingi alias melengkapi koperasi nan selama ini sudah ada, biar bertumbuh," ujarnya lagi.

Henry juga berambisi agar pemerintah tidak hanya mendorong hadirnya Kopdes Merah Putih, melainkan juga koperasi lain nan sudah ada dari inisiatif para petani. Hal ini termasuk dalam diberikan kemudahan mendirikan koperasi.

Selengkapnya