ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Pola asuh dinilai sangat krusial dalam menentukan masa depan anak. Kendati demikian, tidak sedikit orang tua nan tetap bingung dalam menerapkan pola asuh nan cocok untuk anak mereka.
Dokter anak dari Amerika Serikat, dr. Mona Amin mengatakan bahwa pola pengasuhan otoriter dan otoritatif banyak dipilih oleh para orang tua. Hanya saja keduanya banyak nan tertukar dalam penerapannya. Berikut perbedaan dua pola pengasuhan tersebut.
Pola Asuh Otoriter
dr. Mona Amin menggambarkan style pengasuhan otoriter sebagai pendekatan nan kaku dan keras. Gaya pengasuhan ini mengharuskan orang tua untuk mengendalikan dan mengontrol anak secara penuh, tapi tidak memberikan kehangatan alias perlindungan.
Pola asuh macam ini memang dapat membikin anak alim pada peraturan. Hanya saja, anak bakal susah bersosialisasi.
Foto: (Caleb Oquendo: https://www.pexels.com)
"Tidak banyak diskusi. Tidak banyak kerja sama. Jadi, bayangkan orang tua nan berkata, 'Lakukan' lantaran saya bilang begitu," kata Mona Amin.
Orang tua nan otoriter tidak mengomunikasikan batas kepada anak. Sebaliknya, mereka memberikan balasan saat anak berperilaku dengan langkah nan tidak mereka setujui. Bahkan hukuman tersebut sering kali tidak masuk logika untuk situasi tersebut.
"Orang tua nan otoriter bakal berkata, 'Jangan menangis. Kamu tidak boleh main," kata Amin.
"Jadi, tidak ada pengakuan atas perasaan, dan ada ancaman," ungkapnya.
Meskipun style ini mungkin bakal membikin anak menjadi penurut dalam jangka pendek, style ini dapat merusak anak-anak dalam jangka panjang. Orang dewasa nan dibesarkan dalam pola asuh seperti ini tidak tahu langkah mengomunikasikan emosi mereka dan lebih rentan terhadap kekhawatiran dan gangguan kesehatan mental.
Psikolog perkembangan dan penulis Aliza Pressman beranggapan bahwa pengaruh langsung dari pola asuh otoriter pun tidak positif. Anak-anak nan tumbuh dalam family otoriter merasa lebih takut daripada terhubung dengan orang tua mereka, nan dapat mengakibatkan mereka menempatkan diri mereka dalam situasi rawan lantaran mendusta demi menghindari hukuman.
Pola Asuh Otoritatif
Otoritatif merupakan jenis pola asuh nan paling berakibat positif untuk anak dibandingkan jenis pola asuh lainnya.
Pola asuh ini dilakukan dengan langkah menerapkan peraturan nan jelas dan tegas pada anak. "Ada angan nan tinggi, tetapi juga support nan tinggi untuk angan tersebut," kata dr. Amin.
Jika orang tua mengharapkan anak mereka untuk membersihkan bilik dan si mini kandas melakukannya, reaksinya bukanlah hukuman. Sebaliknya, orangtua bakal berbincang kepada anak tentang kenapa krusial untuk merapikan, memvalidasi emosi apa pun nan mereka miliki -- misal jika anak menganggapnya susah alias membebani-- tetapi kemudian pada akhirnya mengharuskan mereka untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Jenis pengasuhan anak seperti ini mungkin memerlukan lebih banyak kesabaran, tapi mempunyai pengaruh jangka panjang nan baik. Anak nan dibesarkan dengan pola asuh ini condong bisa mengendalikan emosi, lebih mandiri, bertanggung jawab, kooperatif, dan terbuka.
"Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya style pengasuhanlah nan menghasilkan anak-anak dan orang dewasa nan lebih kompeten dan terkendali emosinya, nan lebih baik dalam menangani stres hidup alias ketahanan," kata Amin.
Anak-anak condong merasa lebih kondusif dengan orang tua nan berwibawa, bukan hanya lantaran ada lebih banyak empati tetapi juga lantaran patokan dikomunikasikan dengan jelas.
"Mereka dipandu oleh pagar pembatas nan menurut Anda layak dan kondusif lantaran Anda mempunyai batas dan batasan, tetapi dalam batas dan batas tersebut, ada cukup kebebasan sehingga mereka merasa kondusif untuk mengekspresikan diri dan menjadi diri mereka sendiri," katanya.
Sebagai orang dewasa, mereka kemudian mempunyai lebih banyak agensi lantaran mereka memercayai penilaian mereka sendiri. Mereka telah belajar langkah mengatur emosi mereka dan bisa mempunyai hubungan nan lebih baik.
"Ruang mobilitas nan diberikan orang tua kepada anaknya saat dia mengamuk dapat membikin anak menjadi lebih penurut. Ketika Anda merasa dicintai lantaran siapa diri Anda dan bukan lantaran gimana Anda berperilaku, Anda condong berperilaku lebih baik dalam jangka panjang," ungkap Pressman.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Di Balik Layar Pabrik Maklon Kosmetik Korea
Next Article Cara Membangun Mental Tangguh Anak ala Finlandia, Simak Yuk!