ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Kardinal menjadi sorotan saat Vatikan sedang mempersiapkan proses pemilihan paus baru alias conclave selepas Paus Fransiskus wafat pada 21 April lalu.
Kardinal merupakan kedudukan tertinggi kedua setelah Paus dalam jenjang kepausan di Gereja Katolik nan ditempatkan di beragam gereja nan tersebar di seluruh dunia.
Kardinal merupakan penasihat Utama Paus nan terbagi dalam tiga bagian ialah Kardinal Uskup, Kardinal Imam, dan Kardinal Diakon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para Kardinal diangkat langsung oleh Paus sebagai personil Dewan Kardinal dan mempunyai peran krusial dalam pemerintahan gereja.
Saat ini, ada sekitar 252 kardinal di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, hanya ada 135 kardinal nan saat ini masuk syarat untuk mengikuti conclave dan mempunyai bunyi untuk memilih Paus berikutnya.
Para 135 kardinal tersebut selain punya kewenangan bunyi untuk memilih Paus, mereka juga bisa masuk bursa pemilihan dan dipilih menjadi Paus.
Sebanyak 135 kardinal ini dikabarkan berasal dari 71 negara di bumi nan tak hanya memiliki masyarakat kebanyakan umat Katolik, termasuk Indonesia.
Sejumlah negara kebanyakan Muslim dan Islam seperti Iran apalagi juga mempunyai kardinal. Terlepas dari ini, apakah ada kardinal dari negara-negara komunis nan memantau ketat apalagi kerap membatasi dan melarang praktik agama?
Kehadiran para kardinal di negara-negara komunis menimbulkan rasa penasaran lantaran biasanya negara komunis memegang kendali secara ketat termasuk ke organisasi keagamaan.
Saat ini, hanya ada sejumlah negara nan berpatokan komunis di antaranya China, Kuba, korea Utara, Laos, dan Vietnam. Apakah ada kardinal di negara-negara tersebut?
China
Di China ada kardinal setelah Vatikan dan Negeri Tirai Bambu sepakat Beijing bisa mengusulkan calon uskup.
Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian pada 2018. Sejak diteken, tercatat ada 10 uskup nan ditunjuk dan ditahbiskan.
Melalui kesepakatan itu, China mengakui peran publik beberapa uskup nan sebelumnya tak diakui. Sejak itu pula, para uskup dari Negeri Tirai Bambu menghadiri sinode alias majelis keagamaan di seluruh dunia.
Hingga sekarang, perjanjian itu telah diperpanjang tiga kali ialah pada 2020 dan 2022.
Tak semua menganggap kesepakatan tersebut sebagai angin segar. Mantan wakil Rakyat Qinghai dan eks pejabat gereja Protestan Wang Ruiqin mengatakan perjanjian itu tak banyak membantu kebebasan berakidah di China.
"Saya tak berpikir ini perjanjian nan meningkatkan kebebasan berakidah di Chin; ini hanya kurungan baru," kata Wang pada 2024 lalu, dikutip Radio Free Asia.
Vietnam
Vietnam juga mempunyai sejumlah kardinal. Mereka ialah Kardinal Pierre Nguyen Van Nhon (87) dan Kardinal Jean Baptiste Pham Minh Man (91).
Sejarah Gereja Katolik di Vietnam bisa ditilik pada abad ke-16. Dalam kitab Kham Dinh Viet Su Thong Giam Cuong Muc terdapat dekrit nan melarang kepercayaan Katolik pada 1663.
Catatan itu menyebut pada 1533, di bawah pemerintah Raja Le Trong Tang ada misionaris berjulukan Ignitus nan menyebar kepercayaan Katolik secara rahasia di distrik Ninh Cuong sekarang provinsi Nam Dinh.
Para misionaris melakukan perjalanan ke seluruh negeri pada saat itu. Mulanya kepercayaan ini diterima dengan damai, tetapi ada kesalahpahaman bahwa kepercayaan ini dari Barat dan menyangkal budaya istiadat tradisional Vietnam.
Otoritas Vietnam kemudian memerintahkan penangkapan, pemenjaraan, dan pembunuhan selama empat abad di bawah tiga dinasti, demikian dikutip Saigon Archdiocese.
Namun, kejadian itu justru memicu peningkatan umat Katolik secara signifikan di Vietnam. Kemudian pada 1665, seminari pertama didirikan di negara tersebut.
Kemudian pada 11 Juni 1933, Paus Pius XI menasbihkan Nguyen Ba Tong sebagai uskup Vietnam pertama.
Beberapa dasawarsa kemudian tepatnya pada 1976, Vatikan mengangkat Uskup Agung Joseph Mary Trinh Nhu Kue sebagai kardinal Vietnam pertama.
Berlanjut ke laman berikutnya >>>