ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Sejumlah pihak angkat bicara usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura. Salah satunya Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo.
Menurut Yudi, proses ekstradisi berkejaran dengan waktu masa penahanan. Karenanya, dia meminta KPK bisa sigap bergerak.
"Terkait masa penahanan 45 hari tentu kita hormati, KPK kudu mobilitas sigap untuk memulangkan dan saya pikir sudah ada kerja sama antara kejaksaan, kepolisian, kementerian hukum, termasuk juga kementerian Luar Negeri melalui KBRI Singapura, dan tentu pemerintah Indonesia sebisa mungkin memulangkan sigap Paulus Tannos sehingga waktu penahanan tidak habis," kata Yudi melalui pesan bunyi diterima, Senin 27 Januari 2025.
Yudi menjelaskan, sebelum ekstradisi dilakukan ada persidangan nan kudu dilalui untuk membuktikan apakah orang tersebut bisa diekstradisi.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza mengakui Paulus Tannos mempunyai kebangsaan dobel selain Indonesia.
Namun Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menegaskan, kejahatan nan dilakukannya ketika berstatus sebagai penduduk negara Indonesia (WNI).
"Persoalannya begini, ketika dia sedang melakukan kejahatan itu, dia penduduk negara apa? Saya kira belakangan dia baru pindah ke penduduk negara Afrika Selatan, dan itu pun kita mesti mempelajari," terang Yusril.
Yusril menerangkan, pindah penduduk negara alias melepas status WNI bukanlah proses sederhana. Mereka nan tidak mau lagi berstatus WNI, kudu ada proses pelepasan terlebih dulu.
Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos namalain Tjhin Thian Po telah dua kali mengusulkan permohonan untuk melepas status WNI. Namun, Paulus Tannos hingga sekarang belum melengkapi dokumen-dokumen.
"Saya mau sampaikan bahwa ada dua kali nan berkepentingan mau mengusulkan permohonan melepaskan kewarganegaraan. Tetapi sampai hari ini, nan berkepentingan belum melengkapi arsip nan dibutuhkan," ucap Menkum Supratman Andi Agtas dalam konvensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 29 Januari 2025.
Berikut sederet respons sejumlah pihak usai KPK sukses menangkap buron kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura dihimpun Tim News detikai.com:
Menteri Hukum menyebut ekstradisi buronan koruptor e-KTP Paulus Tannos bakal dilakukan secepatnya. Sementara Ketua KPK menegaskan perubahan penduduk negara Paulus tidak berpengaruh dalam proses ekstradisi dari Singapura ke Indonesia.
1. Mantan Penyidik Minta KPK Gerak Cepat Urus Ekstradisi Paulus Tannos
Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo angkat bunyi soal upaya mengekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. Menurut dia, proses ekstradisi berkejaran dengan waktu masa penahanan. Karenanya, dia meminta KPK bisa sigap bergerak.
"Terkait masa penahanan 45 hari tentu kita hormati, KPK kudu mobilitas sigap untuk memulangkan dan saya pikir sudah ada kerja sama antara kejaksaan, kepolisian, kementerian hukum, termasuk juga kementerian Luar Negeri melalui KBRI Singapura, dan tentu pemerintah Indonesia sebisa mungkin memulangkan sigap Paulus Tannos sehingga waktu penahanan tidak habis," kata Yudi melalui pesan bunyi diterima, Senin 27 Januari 2025.
Yudi menjelaskan, sebelum ekstradisi dilakukan ada persidangan nan kudu dilalui untuk membuktikan apakah orang tersebut bisa diekstradisi. Dia mewanti sejumlah dalil nan bisa digunakan Paulus Tannos seperti tidak lagi penduduk negara Indonesia dan ancaman keselamatan diri jika dibawa ke Indonesia.
"Ada pengadilan nan menguji persoalan ekstadisi ini, tapi saya kira itu bisa dibantah bahwa nan berkepentingan tetap WNI, termasuk juga rumor keselamatan diri mungkin bisa diajukan pihak Paulus Tannos. Tapi saya kira itu bisa dibantah juga lantaran pihak Indonesia bisa menjaga keselamatan siapa pun lantaran perihal itu adalah tanggungjawab penegak hukum," ucap Yudi.
Yudi menegaskan, langkah KPK saat ini hanya perlu bergerak cepat. Sebab, Paulus Tannos adalah sosok krusial nan dapat membongkar kasus E-KTP sampai ke akar-akarnya. Dia pun mengapresiasi pemerintah Singapura nan mau menindaklanjuti perjanjian ekstradisi dengan Indonesia dan menahan Paulus Tannos.
"Ini merupakan nan pertama jadi saya pikir ini bagus, kita bakal lihat gimana pihak indonesia meyakinkan pihak Singapura melakukan ekstradisi Paulus, setidaknya dengan penahanan pihak Singapura ini merupakan perihal nan sangat krusial lantaran tentu pihak Singapura sudah menganalisis dan pro ke Indonesia," Yudi menandasi.
2. Menko Yusril Sebut Paulus Tanos Ditangkap 2 Hari Lalu di Singapura
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko HumHAM-Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan, buronan KPK Paulus Tanos ditangkap di Singapura dua hari nan lalu.
Menurut dia, saat ini Pemerintah Indonesia sedang berkomunikasi dengan Pemerintah Singapura untuk memulangkan alias mengekstradisi.
"Yang berkepentingan sudah ditangkap di Singapura 2 hari nan lampau dan sekarang pemerintah Indonesia sedang berkomunikasi dengan pemerintah Singapura untuk mengekstradisi nan berkepentingan ke Indonesia," kata Yusril di Kantor Kemenko HumHAM-Imipas, Jakarta, Jumat 24 Januari 2025.
Yusril menjelaskan, ketika Paulus Tanos ditangkap di luar negeri, maka kewenangan untuk melakukan negosiasi perundingan untuk melakukan ekstradisi adalah Menteri Hukum.
Berdasarkan info diterima, Kementerian Hukum sudah bekerjasama dengan Kejaksanaan Agung dan juga Kementerian Luar Negeri untuk berkomunikasi dengan pemerintah Singapura.
"Pemerintah tengah berkomunikasi agar nan berkepentingan diserahkan ke Indonesia sesuai dengan ekstradisi nan sudah ditandatangani antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura," ucap dia.
Yusril mengungkap, dalam banyak kasus, kedua pemerintah cukup kooperatif dan apalagi ada beberapa kasus nan malah tidak melalui proses ekstradisi tapi melalui police to police alias melalui mutual legal assistance antara Indonesia dengan Singapura.
"Tapi sekali ini memang pemerintah mencoba untuk melakukan upaya untuk meminta ekstradisi kepada pemerintah Singapura," Yusril menandasi.
3. Soal Kewarganegaraan Ganda, Menko Yusril Tegaskan Buron KPK Itu Masih WNI
Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos baru saja ditangkap di Singapura. Namun rupanya Paulus mempunyai kebangsaan dobel selain Indonesia, ialah Afrika Selatan.
Terkait perihal itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham-Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengakui bahwa Paulus sudah punya kebangsaan lain. Namun dia menegaskan, kejahatan nan dilakukannya ketika berstatus sebagai penduduk negara Indonesia (WNI).
"Persoalannya begini, ketika dia sedang melakukan kejahatan itu, dia penduduk negara apa? Saya kira belakangan dia baru pindah ke penduduk negara Afrika Selatan, dan itu pun kita mesti mempelajari," ujar Yusril di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, Jumat 24 Januari 2025.
Yusril menerangkan, pindah penduduk negara alias melepas status WNI bukanlah proses sederhana. Mereka nan tidak mau lagi berstatus WNI, kudu ada proses pelepasan terlebih dulu.
Yusril menyatakan, pemerintah Indonesia tetap menganggap Paulus sebagai WNI. Karenanya, Paulus bakal diekstradisi ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan kasus pidananya mengenai korupsi e-KTP.
"Jadi mengenai soal penduduk negaranya, kita memandang kelak apa tanggapan dari pemerintah Singapura. Kalau pemerintah Singapura menganggap dia bukan penduduk negara Indonesia, kita juga bisa membuktikan dia adalah penduduk negara Indonesia khususnya pada saat kejahatan itu terjadi," ucap Yusril memungkasi.
4. Menkum Tegaskan Paulus Tannos Masih Berstatus Warga Negara Indonesia
Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas menegaskan Paulus Tannos namalain Tjhin Thian Po tetap berstatus sebagai penduduk negara Indonesia (WNI). Saat ini tersangka kasus korupsi e-KTP itu memang memegang paspor negara lain.
"Bahwa nan berkepentingan (Paulus Tannos) memang menurut laporan nan kami terima, bahwa nan berkepentingan memang saat ini mempunyai paspor negara sahabat," kata Supratman dalam konvensi pers di Kantor Kementerian Hukum RI Jakarta Selatan, Rabu 30 Januari 2025.
Supratman menyebut, Paulus Tannos sempat mengusulkan permohonan untuk melepas kebangsaan Indonesia. Namun, Paulus hingga sekarang belum melengkapi arsip nan dibutuhkan.
"Karena itu, status kebangsaan atas nama Tjhin Thian Po namalain Paulus Tannos itu tetap berstatus sebagai penduduk negara Indonesia," ujarnya.
"Karena itu, saya mau sampaikan bahwa memang nan berkepentingan sampai dengan 2018 nan berkepentingan itu paspornya tetap atas nama Tjhin Thian Po dan dua kali melakukan perubahan," sambung Supratman.
Dia menjelaskan, Indonesia menganut sistem kebangsaan tunggal alias hanya dapat mempunyai satu kebangsaan saja. Supratman menuturkan seorang penduduk negara tak bisa serta merta melepaskan kebangsaan Indonesia.
"Berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM bahwa untuk melepaskan kebangsaan Indonesia itu tidak bertindak otomatis," jelas Supratman.
5. Menkum Tegaskan Paulus Tannos Tersangka Kasus E-KTP 2 Kali Berusaha Lepas Status WNI
Menkum Supratman Andi Agtas mengungkapkan tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos namalain Tjhin Thian Po telah dua kali mengusulkan permohonan untuk melepas status penduduk negara Indonesia (WNI). Namun, Paulus Tannos hingga sekarang belum melengkapi dokumen-dokumen.
"Saya mau sampaikan bahwa ada dua kali nan berkepentingan mau mengusulkan permohonan melepaskan kewarganegaraan. Tetapi sampai hari ini, nan berkepentingan belum melengkapi arsip nan dibutuhkan," ucap Supratman.
Adapun Paulus Tannos nan saat ini berada di Singapura mempunyai paspor Guinea-Bissau. Meski begitu, Supratman memastikan Paulus Tannos hingga sekarang tetap berstatus sebagai WNI.
"Status kebangsaan atas nama Tjhin Thian Po namalain Paulus Tannos itu tetap berstatus sebagai penduduk negara Indonesia," ucap Supratman.
Supratman menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem kebangsaan tunggal alias hanya dapat mempunyai satu kebangsaan saja. Dia menyampaikan seorang penduduk negara tak bisa serta merta melepaskan kebangsaan Indonesia.
"Berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM bahwa untuk melepaskan kebangsaan Indonesia itu tidak bertindak otomatis," tuturnya.
Saat ini, Kementerian Hukum berbareng abdi negara penegak norma seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan, hingga Kementerian Luar Negeri tengah mempercepat proses penyelenggaraan ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura.
Supratman menuturkan pemerintah mempunyai waktu 45 hari melengkapi berkas-berkas untuk proses ekstradisi Paulu Tannos.
"Saya perlu menegaskan nan pertama bahwa pemisah waktu untuk kita mengusulkan permohonan dan seluruh perlengkapan berkas itu 45 hari lama waktu nan dibutuhkandan itu bakal berhujung di 3 Maret 2025," ujar Supratman.
"Namun demikian, mengenai perihal ini tentu hasil koordinasi nan sangat baik mengenai dengan perihal ini saya percaya dan percaya dalam waktu nan singkat perihal tersebut bisa dipenuhi," sambung dia.
6. Menkum Supratman Yakin Bisa Segera Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura
Menkum RI Supratman Andi Agtas menyampaikan pemisah waktu melengkapi arsip untuk ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ialah hingga 3 Maret 2025 alias selama 45 hari.
Namun, dia optimistis berkas-berkas tersebut bisa diajukan sebelum masa tenggat, sehingga Paulus Tannos bisa segera dilakukan ekstradisi dari Singapura.
"Nah, arsip itu saat ini kita punya waktu 45 hari, 45 hari itu untuk melengkapi dokumen. Tapi saya yakinkan bahwa kita tidak bakal menunggu sampai dengan 3 Maret ya dalam waktu dekat," ujar Menkum Supratman dalam konvensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).
Menurut dia, Kementerian Hukum terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos nan sekarang berada di Singapura.
Supratman menyebut, tim kerja nan terdiri dari Kementerian Hukum, KPK, kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Kemenlu juga sudah dibentuk. Untuk itu, dia meyakini Paulus Tannos dapat segera dipulangkan ke Indonesia.
"Saya percaya dan percaya atas koordinasi dan kerjasama diantara seluruh abdi negara penegak hukum, terutama KPK, Kementerian Hukum bakal memberi support apapun nan dibutuhkan untuk sesegera mungkin mengekstradisi nan bersangkutan," ucap Supratman.
7. Komisi XIII DPR Minta Pemerintah Percepat Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, mendesak pemerintah melalui kementerian dan lembaga mengenai untuk segera berkoordinasi dalam mempercepat ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el), Paulus Tannos namalain Thian Po Tjhin, dari Singapura.
"Sekarang tinggal percepatan prosesnya. Di dalam negeri segera koordinasi lintas K/L terkait, jangan saling lempar 'bola' tanggung jawab," kata Andreas dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Kamis (30/1/2025).
Ia menilai pemerintah perlu bertindak cepat, mengingat Paulus Tannos sudah dua kali mengusulkan permohonan pelepasan kebangsaan Indonesia, tetapi prosesnya tetap tertunda lantaran kelengkapan arsip nan belum terpenuhi.
"Kalau tunggu Paulus Tannos sampai berwarga negara lain, ya itu namanya tidak serius," tuturnya.
Menurut Andreas, ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura semestinya dapat segera dilakukan, mengingat perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura telah ditandatangani pada 2022 dan diratifikasi pada 2023.
"‘Kan sudah lama kita tahu, Paulus Tannos ada di Singapura, perjanjian ekstradisi dengan Singapura sudah ditandatangani," jelas Andreas.