7 Pernyataan Pendiri Oriental Circus Indonesia Usai Eks Pemain Sebut Diduga Disiksa Dan Disetrum

Sedang Trending 23 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw angkat bicara usai para eks pemain buka bunyi diduga menjadi korban pemanfaatan dan penyiksaan.

Tudingan penyiksaan nan dialami para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) itu pun langsung dibantah Tony Sumampouw. Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan seperti nan dituturkan oleh para mantan pemain sirkus tersebut.

Tony mengakui pada masa itu, training di OCI memang mengedepankan disiplin ketat, di mana hukuman berupa rotan digunakan untuk mengoreksi kesalahan para pemain dalam pelatihan.

"Saya pikir sama dengan kita melatih senam, melatih olah raga, melatih bela diri, apa sama itu? jika kita salah pasti gurunya bakal koreksi dengan keras ya. Karena itu hasilnya mencelakakan diri sendiri, dalam salto alias apa, jika salah kan bahaya. Jadi memang kudu tertib," ujar Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw  saat ditemui di area Jakarta Selatan, Kamis 17 April 2025.

"Disiplin itu kan kudu ada. Seorang atlet kudu begitu, baru dipuji pada saat dia main. Dia kan bangga juga kan ditepok tangan pengunjung," sambung dia.

Tony juga meluruskan info mengenai mantan pemain sirkusnya nan tak menerima gaji. Menurut dia, sejak awal berasosiasi para pemain OCI diperlakukan sebagai bagian dari family besar.

"Ya jika sudah di OCI kan sudah kayak family besar. Kalau sakit pasti berobat, nggak pernah bilang nggak ada uang. Semua itu sudah terjamin. Pakaian, terus duit saku," kata Tony.

Tony mengatakan, kebutuhan dasar seperti busana dan duit saku diberikan secara rutin. Menurutnya, meski anak-anak tersebut tidak menerima gaji, mereka tetap memperoleh duit saku mingguan untuk kebutuhan pribadi.

Berikut sederet pernyataan Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw usai para pemainnya buka bunyi dihimpun Tim News detikai.com:

Pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) membantah tuduhan dugaan pemanfaatan disertai penyiksaan terhadap pemain sirkus. Hal tersebut diungkap oleh pendiri OCI Tony Sumampouw.

1. Bantah Tudingan Siksa dan Setrum Pemain

Tudingan penyiksaan nan dialami para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) ditepis langsung oleh Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI), Tony Sumampau. Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan seperti nan dituturkan oleh para mantan pemain sirkus tersebut.

Dia mengakui pada masa itu, training di OCI memang mengedepankan disiplin ketat, di mana hukuman berupa rotan digunakan untuk mengoreksi kesalahan para pemain dalam pelatihan.

"Saya pikir sama dengan kita melatih senam, melatih olah raga, melatih bela diri, apa sama itu? jika kita salah pasti gurunya bakal koreksi dengan keras ya. Karena itu hasilnya mencelakakan diri sendiri, dalam salto alias apa, jika salah kan bahaya. Jadi memang kudu tertib," ujar dia saat ditemui di area Jakarta Selatan, Kamis 17 April 2025.

"Disiplin itu kan kudu ada. Seorang atlet kudu begitu, baru dipuji pada saat dia main. Dia kan bangga juga kan ditepok tangan pengunjung," sambung dia.

Dia menerangkan, training sirkus kudu menerapkan disiplin ketat, mirip dengan latihan olahraga lainnya. Dia menegaskan, meskipun terkadang latihan terasa keras, perihal itu dilakukan untuk menjaga keselamatan dan meningkatkan kualitas aktivitas para pemain.

2. Sebut Hanya Cari Sensasi

Pernyataan tersbeut diungkapkan setelah beberapa mantan pemain OCI, seperti Fifi Nur Hidayah, mengungkapkan pengalaman pahitnya. Namun, Tony menilai pengakuan tersebut terkesan dilebih-lebihkan.

"Pasak berat, pegang dua tangan aja udah berat, mau ngayun lebih susah. Pakai kayu mini aja mukulnya lebih enak. Jadi itu hanya khayalan aja sih saya pikir," terang Tony.

Tony juga menanggapi klaim mengenai penyetruman nan disebutkan oleh beberapa mantan pemain OCI sebagai corak hukuman. Dia tegas membantah.

"Saya pikir konteksnya sudah sangat berbeda, jika disetrum nggak mungkin orangnya tetap hidup, jika disetrum sudah out," ucap dia.

Menurutnya, apa nan dikatakan oleh para korban mengenai penyetruman lebih mengarah pada upaya menciptakan sensasi.

"Oh iya pasti lah, ini kan untuk membikin sensasi ya. Kalau sstrum mau pakai setrum apa? jika kita setrum pakai setrum rumah pasti nempel, gimana lepasnya lagi, nan bantu dia juga bakal nempel juga. Jadi ya mungkin sensasi ya," ucap dia.

3. Tegaskan Pemain Sirkus Dijamin Uang Saku dan Kebutuhan Pokok

Tony lampau meluruskan info mengenai mantan pemain sirkusnya nan tak menerima gaji. Menurut dia, sejak awal berasosiasi para pemain OCI diperlakukan sebagai bagian dari family besar.

"Ya jika sudah di OCI kan sudah kayak family besar. Kalau sakit pasti berobat, nggak pernah bilang nggak ada uang. Semua itu sudah terjamin. Pakaian, terus duit saku," kata dia.

Tony mengatakan, kebutuhan dasar seperti busana dan duit saku diberikan secara rutin. Menurutnya, meski anak-anak tersebut tidak menerima gaji, mereka tetap memperoleh duit saku mingguan untuk kebutuhan pribadi.

"Tiap minggu juga dikasih. Memang itu tidak diberi gaji, ya. Kita kan dulu juga nggak terima gaji, sama. Masih anak-anak masa terima penghasilan gitu ya. Tapi duit saku untuk belanja, untuk segala macem, itu selalu ada. Nggak mungkin nggak ada," ucap dia.

Dia juga menepis dugaan anak-anak dalam asuhannya mengalami kekurangan alias tak terurus.

"Kalau lihat wajahnya aja bisa keliatan kok, gitu ya. Jadi nggak kurus-kurus, ceking, gitu kan ngga. Semua sehat-sehat," ucap dia.

Selain kebutuhan pokok, Tony menyebut para personil sirkus juga mendapatkan perhatian pada momen-momen unik seperti hari raya dan ulang tahun.

"Jadi duit shopping ada, busana lengkap, jika hari raya pasti dapet hadiah, dapet apa. Biasa lah kita. Ulang tahun dirayain ramai-ramai. Itu biasa. Itu kehidupan family besar," ucap Tony.

4. Tegaskan Tak Ada Kaitannya dengan Taman Safari

Tony dengan tegas membantah adanya keterkaitan antara Oriental Circus Indonesia dengan Taman Safari Indonesia.

Dikutip dari beragam sumber, OCI nan berdiri sejak tahun 1963, awalnya berjulukan Bintang Akrobat dan Gadis Plastik, kemudian berganti nama menjadi Oriental Show dan berubah lagi menjadi Oriental Circus Indonesia hingga sekarang.

Perjalanan panjang OCI, nan pernah menghibur tentara dan masyarakat luas, hingga mencapai puncak kejayaan di era 90-an dengan pagelaran akrobatik dan atraksi hewan nan spektakuler, sekarang ternoda oleh dugaan pemanfaatan dan penyiksaan terhadap para pemainnya.

Pada tahun 2019, OCI merayakan 50 tahun perjalanan mereka dengan pagelaran 'The Great 50 Show', menandai penghentian penggunaan satwa dalam atraksi dan beranjak ke teknologi modern.

Namun, bayang-bayang masa lampau berupa tuduhan pemanfaatan tetap menghantui, membikin sejarah OCI menjadi perbincangan hangat dan menimbulkan pertanyaan mengenai hubungannya dengan TSI.

Tony Sumampau secara tegas membantah dugaan mengenai adanya hubungan antara Oriental Circus Indonesia dengan Taman Safari Indonesia.

"Hubungan legal enggak ada, hubungan duit enggak ada, enggak ada sumber masuk dari OCI ke Safari, enggak ada. Enggak ada buahpikiran orang OCI bangun Taman Safari, enggak ada," kata dia.

Ia menekankan bahwa TSI dibangun jauh setelah dia kembali dari Australia pada akhir 1970-an. Saat itu, dia tengah menjalani pengobatan pasca-cedera akibat digigit harimau. Di Australia, Tony sempat membantu melatih hewan di African Lion Safari, nan kemudian menginspirasi pendirian TSI.

"Karena buahpikiran saya waktu itu, pernah bekerja di situ, saya pakai nama itu, rupanya namanya panjang, African Lions Safari. Malah bisa lebih panjang lagi, African Lions Country. Lama-lama baru dikatakan pakai nama Barat, kenapa tidak lokal. Itu (tahun) 91 baru diganti menjadi Taman Safari," ucap Tony.

5. Beberkan Sejarah Oriental Circus Indonesia: Dari Akrobat hingga Sirkus Hewan

Tony Sumampau menjelaskan bahwa OCI awalnya berfokus pada pagelaran akrobat keliling, menghibur tentara di beragam daerah. Mereka kemudian beralih bentuk menjadi sirkus pada tahun 1971 setelah mendatangkan hewan dari Taman Sriwedari di Solo.

"Jadi kita banyak keliling, akhirnya dibentuklah akrobat, dari akrobat itu dibentuklah dari 71, masuklah sirkus India, Royal India Circus, kita ambruk lantaran mereka sudah punya hewan, kita enggak punya hewan," ujar Tony.

OCI juga melibatkan anak-anak dari panti didikan dalam pagelaran mereka. Orang tua Tony, nan aktif dalam sirkus, mempunyai kebiasaan menampung anak-anak dan menjadikan mereka bagian dari family besar.

"Orang tua itu suka menampung anak, jadi dari bayi entah anaknya siapa itu, rupanya waktu saya tanya 'ini anak dari mana?' katanya anak dari panti asuhan. 'Panti asuhannya di mana?', 'di wilayah dekat Kalijodo'. 'Kenapa diambil?', dia bilang 'saya suka sumbang, sumbang duit untuk panti asuhan'. Nah kadang-kadang dibawa juga ke sini jika di sana penuh anak-anak," kata Tony.

OCI dan TSI mempunyai sejarah dan konsentrasi nan berbeda. OCI bermulai sebagai golongan akrobat keliling nan kemudian berkembang menjadi sirkus, sementara TSI merupakan lembaga konservasi hewan. Meskipun keduanya melibatkan hewan pada suatu titik dalam sejarah mereka, tujuan dan operasinya sangat berbeda.

OCI, dengan konsentrasi pada pagelaran hiburan, pernah menggunakan hewan dalam atraksi mereka. Namun, sejak tahun 2019, mereka telah beranjak ke teknologi modern. TSI, di sisi lain, mempunyai misi konservasi dan pelestarian satwa liar.

Perbedaan mendasar ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara kedua lembaga tersebut, sebagaimana nan telah ditegaskan oleh pendiri OCI. Sejarah masing-masing lembaga berdiri sendiri dan mempunyai tujuan nan berbeda.

6. Klaim Sudah Jalankan Rekomendasi Komnas HAM

Tony juga menyatakan telah menjalankan rekomendasi Komnas HAM. Dia pun menepis tudingan mantan pegawai OCI nan menyebutnya tidak menjalankan rekomendasi Komnas HAM saat menyelidiki kasus ini pada 1997.

Tony mengaku, ikut dalam pertemuan berbareng Komnas HAM 1997 silam. Menurutnya, saat itu dia juga ikut membentuk tim berbareng Komnas HAM dan sejumlah pengacara untuk menelusuri asal-usul dan hak-hak anak.

"Saya ingat waktu itu saya nan menghadap Pak Baharuddin Lopa dan Pak Muladi. Akhirnya beliau minta waktu bikin tim, ada dari Komnas, kita, lawyer," kata dia.

Tony menyebut, salah satu rekomendasi utama adalah memberikan akses pendidikan resmi bagi anak-anak nan saat itu ada di OCI.

"Tim pergi ke Kalijodo, dari situ kembali seminggu kemudian dikumpulkan sama anak-anak situ. Dan waktu itu saya ingat kepada anak-anak nan tetap ada, kita rekomedasikan agar mendapatkan pendidikan resmi, kita ikuti saja apa nan jadi rekomendasi," ucap dia.

7. Jelaskan soal Asal Usul Anak

Tony menyatakan ada 15 hingga 17 anak nan akhirnya disekolahkan secara resmi. Sebelum itu, anak-anak menjalani homeschooling dengan pembimbing nan didatangkan khusus.

"15 di sekolahkan di sekolah resmi. Sebelumnya didatangkan guru," terang dia.

Terkait asal-usul anak-anak, Tony mengakui tim kesulitan melacak identitas orangtua lantaran tidak ada nan mengakui.

"Sudah seminggu lebih bergerilya kita cari taunya dari satu sumber, tapi asal-usul belum kita temukan lantaran nggak ada nan mau mengakui anaknya siapa, seperti itulah kondisinya," papar Tony.

Tony menambahkan, hingga sekarang pihaknya tetap memberikan support kepada mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) jika ada nan datang kepadanya, termasuk memberikan duit saku.

"Itu sudah kita lakukan sampai sekarang juga jika ada anak-anak sirkus datang, dia mau family jalan-jalan dikasih duit saku segala macam," ujar dia.

"Jadi kita juga mengikuti rekomendasi Komnas HAM," pungkas Tony.

Selengkapnya