5 Respons Kepala Bkd, Pj Gubernur, Hingga Mendagri Terkait Pergub Baru Bolehkan Asn Jakarta Poligami

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi alias Pemprov Jakarta menerbitkan patokan dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pergub baru itu ialah Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian ditetapkan pada 6 Januari 2025 dan diteken Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi.

Adapun Pergub ini diundangkan di Jakarta pada 9 Januari 2025 dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jakarta Marullah Matali. Pergub ini menggantikan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 2799/2004 nan dinilai sudah tidak relevan.

Salah satu pasalnya mengatur soal syarat pemberian izin bagi ASN di lingkungan Pemprov Jakarta nan mau mempunyai istri lebih dari satu namalain poligami. Salah satunya, mendapat rekomendasi alias izin dari atasan.

Namun jika izin tidak diberikan, tetapi pegawai tersebut tetap berpoligami, maka pegawai mengenai bakal terkena hukuman sesuai dengan patokan berlaku.

Adanya pergub baru tersebut pun menuai beragam tanggapan. Salah satunya Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Menurut dia, praktik poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) nan telah diratifikasi oleh Indonesia.

"Perjanjian HAM internasional menegaskan poligami merupakan corak diskriminasi terhadap wanita lantaran menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan," kata Usman dalam keterangan pers diterima, Jumat 17 Januari 2025.

Penjabat alias Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi pun angkat bicara. Dia menegaskan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bukan untuk mendukung ASN berpoligami.

Menurut dia, Pergub nan mengatur tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian tersebut dibuat justru untuk melindungi family ASN.

"Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami," kata Teguh saat dijumpai di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Jumat malam 17 Januari 2025, dilansir Antara.

Teguh menjelaskan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 mengatur tentang pengetatan perkawinan dan perceraian ASN Jakarta. Kata Teguh, ASN nan mau berpoligami alias berpisah kudu mendapat izin atasan.

Berikut sederet respons sejumlah pihak usai Pemprov Jakarta keluarkan Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian dihimpun Tim News detikai.com:

Hari kedua pemberlakuan patokan work from home (WFH) bagi 50 persen ASN Pemprov DKI, kemacetan tetap terjadi di sejumlah ruas jalan di Jakarta. Aturan WFH bagi 50 persen ASN Pemprov DKI dimaksudkan untuk mengurangi polusi udara nan salah satunya bera...

1. Amnesty International Sebut Diskriminatif Terhadap Perempuan

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid bersuara soal Peraturan Gubernur (Pergub) soal izin poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di instansi Pemerintah Daerah Khusus Jakarta.

Menurut dia, praktik poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) nan telah diratifikasi oleh Indonesia.

"Perjanjian HAM internasional menegaskan poligami merupakan corak diskriminasi terhadap wanita lantaran menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan," kata Usman dalam keterangan pers diterima, Jumat 17 Januari 2025.

Usman meyakini, Pergub poligami tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan kelamin dan kewenangan asasi manusia (HAM) nan telah dijamin oleh peraturan nasional dan internasional.

Sebab, Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) nan bekerja mengawasi penyelenggaraan ICCPR telah menegaskan poligami kudu dihapuskan lantaran praktik tersebut merendahkan martabat wanita dan melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan.

"Ketimbang membikin patokan nan diskriminatif terhadap perempuan, ada baiknya Penjabat Gubernur Jakarta maupun pemerintah secara umum membikin patokan nan memberikan akses nan setara bagi wanita dalam perihal mengusulkan perceraian dan mendapatkan kewenangan asuh anak," ungkap Usman.

Dalam banyak kasus, lanjut Usman, ditemukan kesulit akses bagi wanita dalam mengusulkan perceraian. Hal itu membikin wanita terjebak dalam lingkaran kekerasan rumah tangga nan berkepanjangan.

"Pasal 3 ICCPR memerintahkan negara nan meratifikasi Kovensi tersebut untuk memastikan bahwa laki-laki dan wanita mempunyai kewenangan nan setara dan poligami bertentangan dengan prinsip tersebut lantaran berkarakter diskriminatif terhadap perempuan," ujar pegiat HAM ini.

Usman menyampaikan, pada Pasal 5(a) CEDAW juga memerintahkan negara pihak untuk menghapus segala corak praktik nan menunjukan inferioritas dan/atau superioritas antara laki-laki dan wanita alias peran stereotip laki-laki dan perempuan.

Usman pun mendesak, Pj Gubernur merevisi patokan tersebut dan memastikan kebijakan dibuat tidak melanggar kewenangan ataupun mendiskriminasi perempuan.

"Penjabat Gubernur Jakarta kudu mengutamakan kebijakan nan mendorong kesetaraan kelamin dan perlindungan HAM di lingkungan ASN," Usman memungkasi.

2. Kepala BKD Jakarta Tegaskan Sudah Sesuai Tata Cara Izin Perkawinan dan Perceraian

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Salah satu pasalnya mengatur soal syarat pemberian izin bagi ASN di lingkungan Pemprov Jakarta nan mau mempunyai istri lebih dari satu namalain poligami.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jakarta Chaidir mengatakan, Pergub ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Chaidir menyatakan, Pergub ini bukan merupakan suatu perihal nan baru. Pergub ini, kata dia, merinci aturan-aturan dalam pengajuan perkawinan dan perceraian. Menurut Chaidir, melalui Pergub ini ASN tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu alias berpisah tanpa izin dari atasan.

"Pergub ini juga memperingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mematuhi patokan perkawinan dan perceraian. Sehingga, tidak ada lagi ASN nan berpisah tanpa izin alias surat keterangan dari pimpinan," kata Chaidir dalam keterangan tertulis, Jumat 17 Januari 2025.

"Serta tidak ada lagi ASN nan beristri lebih dari satu nan tidak sesuai dengan perundang-undangan," sambung Chaidir.

Chaidir menyampaikan, dengan jumlah ASN nan banyak di lingkungan Pemprov Jakarta, diperlukan adanya pengaturan nan rigid serta kewenangan dalam publikasi surat izin alias keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN.

Dia menerangkan, dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS nan melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu balasan disiplin berat.

"Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN laki-laki nan bakal menikah lagi, serta kondisi apa nan dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa nan dilarang. Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri nan sah maupun pejabat nan berwenang," jelas Chaidir.

Begitu pula dengan kasus perceraian. Dia berujar, perihal ini juga untuk menghindari adanya kerugian finansial wilayah dalam pemberian tunjangan keluarga.

"Dengan demikian, Pergub ini sebagai peringatan bagi ASN nan melakukan pelanggaran tersebut dapat dijatuhi balasan disiplin berat," kata Chaidar.

Selain itu, kata dia, Pergub ini juga mengatur mengenai batas waktu pelaporan perkawinan, perceraian, beristri lebih dari satu, dan pendelegasian kewenangan bagi pejabat nan berkuasa untuk memberikan, menolak izin alias keterangan melakukan perceraian dan beristri lebih dari satu.

"Kami bakal melakukan sosialisasi tentang pergub ini kepada seluruh jejeran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," ucap Chaidir.

3. Pj Gubernur Jakarta Tegaskan Pergub 2 Tahun 2025 Bukan untuk Izinkan ASN Poligami

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Salah satu pasalnya mengatur soal syarat pemberian izin bagi ASN di lingkungan Pemprov Jakarta nan mau mempunyai istri lebih dari satu namalain poligami.

Sontak, perihal ini mengundang polemik di tengah masyarakat. Menyikapi itu, Penjabat (Pj.) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi menegaskan bahwa Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bukan untuk mendukung ASN berpoligami.

Dia mengatakan Pergub nan mengatur tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian tersebut dibuat justru untuk melindungi family ASN.

"Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami," kata Teguh saat dijumpai di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Jumat malam 17 Januari 2025, dilansir Antara.

Teguh menjelaskan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 mengatur tentang pengetatan perkawinan dan perceraian ASN Jakarta. Kata Teguh, ASN nan mau berpoligami alias berpisah kudu mendapat izin atasan.

"Memang kita mau agar perkawinan, perceraian nan dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa betul-betul terlaporkan, sehingga itu kelak juga untuk kebaikan," kata Pj Gubernur Jakarta Teguh.

4. Pj Gubernur Jakarta Klaim Pergub Poligami Demi Lindungi Keluarga ASN

Pj Gubernur Teguh lampau menegaskan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian adalah untuk melindungi family Aparatur Sipil Negara (ASN).

Teguh menjelaskan, perlindungan nan dimaksud dengan memperketat patokan mengenai perkawinan maupun perceraian di lingkungan ASN Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Sehingga, kata Teguh, perkawinan alias perceraian tidak dilakukan semena-mena, termasuk poligami.

"Saya mau sampaikan bahwa apa nan tercantum dari Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bukan perihal nan baru. Karena kami juga merujuk pada Peraturan Pemerintah nan sudah terbit lebih terdahulu," kata Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi kepada wartawan di Jakarta, dikutip Sabtu (18/1/2025).

"Semangatnya untuk melindungi family ASN dengan langkah memperketat patokan mengenai perkawinan maupun perceraian. Bukan sebaliknya seakan-akan Pemprov DKI mengizinkan poligami," sambungnya.

Menurut Teguh, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 diterbitkan tidak secara instan. Aturan ini diklaim telah dibahas sejak 2023 dengan melibatkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk kementerian dan pemangku kepentingan lainnya.

"Ada beberapa kriteria alias persyaratan agar perkawinan nan dilakukan oleh ASN terlaporkan demi kebaikan. Termasuk gimana melindungi family itu jika terjadi perceraian. Jadi, semangat kami adalah melindungi," kata Teguh.

Teguh berharap, semua pihak mengenai dapat mendalami lebih lanjut isi Pergub Nomor 2 Tahun 2025. Pergub ini, ujar dia, tidak bisa sekadar dipahami dari satu pangkas kalimat, namun kudu dibaca secara komprehensif.

Menurut dia, Pemprov Jakarta terbuka terhadap semua saran dan masukan dengan diterbitkannya Pergub ini.

"Kami berterima kasih jika ada masukan alias saran untuk kebaikan," jelas Teguh.

5. Mendagri Akan Tanyakan ke Pemprov Jakarta

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) baru, di mana salah satu aturannya boleh alias mengizinkan ASN untuk berpoligami.

Terkait perihal ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, belum membaca soal Pergub Pemprov Jakarta nan mengizinkan ASN boleh poligami tersebut.

"Saya belum bisa menjawab sesuatu nan belum saya baca. Saya bakal baca dulu," kata Tito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 17 Januari 2025.

Dia menuturkan dirinya bakal berjamu ke Pemprov Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025. Dalam pertemuan di sana, dirinya bakal menanyakan soal patokan nan mengizinkan ASN Jakarta boleh melakukan poligami.

"Senin kelak saya bakal berjamu ke DKI, hari Senin. Hari Senin saya bakal berjamu ke DKI, jam 3 alias jam separuh 4 ya, dalam rangka mengecek persetujuan gedung gedung. Di situ kelak saya bakal tanyakan juga," ungkap Tito.

Selengkapnya