ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Instrumen investasi logam mulia emas saat ini menjadi primadona, nilai emas bergolak sangat kencang. Harga emas sempat mencetak rekor intraday pada perdagangan kemarin, Senin (14/4/2025). Pada perdagangan hari ini Selasa (15/4/2025) hingga pukul 06.07 WIB, nilai emas bumi di pasar spot menguat tipis 0,05% di posisi US$3.211,02 per troy ons.
Emas bakal terus merangkak naik saat terjadi konflik, termasuk perang. Apalagi, saat ini dua negara maju Amerika Serikat (AS) dan China sedang mengalami perang dagang. Sebab perihal itu memicu ketidakpastian secara ekonomi. Saat dunia mengalami banyak ancaman, emas kembali menegaskan posisinya sebagai aset pelindung nilai nan paling dicari.
Emas juga mencetak rekor lainnya ialah kenaikan sepekan. Dalam seminggu, nilai emas melesat 6,55% pada pekan ini. Penguatan tersebut menjadi nan tertinggi sejak pekan terakhir Maret 2020 saat bumi diguncang pandemi.
Di tengah ketegangan geopolitik, ancaman resesi, kebijakan moneter nan fluktuatif, dan pelemahan nilai dolar AS, nilai emas menunjukkan tren kenaikan nan cukup signifikan.
Tidak hanya penanammodal ritel, tetapi juga bank sentral bumi mulai menambah persediaan emas mereka sebagai corak antisipasi terhadap ketidakstabilan ekonomi global. Fenomena ini mencerminkan gimana beragam aspek esensial saling berangkaian dan mendorong reli nilai emas secara global.
Berikut nan mungkin menjadi penyebab nilai emas melonjak:
1. Perang Dagang dan Ketegangan Geopolitik
Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan tarif impor untuk seluruh negara hingga 10% serta China hingga hingga 145% telah memicu ketegangan perdagangan nan signifikan.
Trump memang menunda pengenaan tarif resiprokal kepada 57 negara selama 90 hari tetapi tetap tidak bisa mengurangi ketidakpastian pasar.
Langkah ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi global, mendorong penanammodal mencari aset safe haven seperti emas.
2. Adanya Ancaman Resesi Global
Kekhawatiran bakal perlambatan ekonomi global, terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, mendorong penanammodal untuk beranjak ke emas. Emas dianggap sebagai aset nan stabil dan dapat mempertahankan nilainya selama periode ketidakpastian ekonomi. Laporan menunjukkan bahwa penanammodal meningkatkan pembelian emas di tengah melemahnya dolar AS dan kekhawatiran bakal resesi.
CEO BlackRock, Larry Fink, mengatakan dalam sebuah wawancara terbaru bahwa Amerika Serikat mungkin sudah berada dalam resesi alias sangat dekat mengalaminya akibat tarif besar-besaran nan diberlakukan oleh Presiden Trump.
"Saya pikir kita sangat dekat, jika tidak sedang berada dalam resesi saat ini," ujar Fink dalam penampilannya di program CNBC "Squawk on the Street".
Ekonom dari Goldman Sachs, nan dipimpin oleh Jan Hatzius, telah mengubah pandangan mereka menjadi lebih pesimistis terhadap ekonomi AS setelah tarif baru nan berkarakter spesifik untuk masing-masing negara mulai diberlakukan. Mereka meningkatkan kesempatan terjadinya resesi di AS dari 35% menjadi 45%.
Sementara itu, JP Morgan apalagi lebih agresif, meningkatkan probabilitas resesi tahun ini dari 40% menjadi 60%.
Peningkatan kemungkinan resesi ini menunjukkan sungguh seriusnya akibat dari kebijakan tarif Presiden Trump terhadap ekonomi domestik. Ketika ketidakpastian meningkat dan biaya impor naik, perusahaan dan konsumen bisa menahan shopping dan investasi-dua aspek krusial dalam pertumbuhan ekonomi.
Namun, perubahan sikap ini terjadi sebelum Trump mengumumkan jarak (pause) untuk tarif tambahan, nan menyebabkan Goldman Sachs merevisi kembali prediksinya dan menurunkan akibat resesi.
Pernyataan ini menyoroti kekhawatiran nan meningkat di kalangan pelaku pasar dan ekonom, bahwa kebijakan perdagangan proteksionis dan ketidakpastian dunia telah menekan pertumbuhan ekonomi AS.
3. Nilai Dolar AS Anjlok
Indeks dolar ambruk ke 100,14 pada perdagangan Jumat alias terendah sejak Juli 2023. Hal ini merupakan salah satu aspek emas menjadi lebih murah bagi penanammodal nan menggunakan mata duit lain, sehingga meningkatkan permintaan dunia terhadap logam mulia ini. Pelemahan dolar AS selama beberapa hari berturut-turut telah berkontribusi pada kenaikan nilai emas.
4. Kebijakan The Fed
Melambatnya perekonomian AS hingga kemungkinan terjadinya resesi kemungkinan bakal mempercepat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku kembang lebih sigap dan besar dari rencana awal ialah 50 bps hingga akhir tahun ini.
Suku kembang nan rendah bakal membikin dolar AS melemah dan imbal hasil US Treasury AS turun. Keduanya berakibat positif ke emas.
5. Pembelian Emas oleh Bank Sentral
Bank-bank sentral di seluruh bumi telah meningkatkan persediaan emas mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
Data World Gold Council menunjukkan bahwa pada 2024, bank sentral memborong 1.045 ton emas ke persediaan mereka, mendekati rekor pembelian tahunan sebelumnya. Langkah ini mencerminkan upaya untuk mendiversifikasi persediaan devisa dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Pembelian emas bank sentral terus bersambung sebesar 18 ton pada Januari 2025 dan 29 ton pada Februari 2025.
Dengan banyaknya aspek penyebab di atas dimulai dari perang dagang, ancaman resesi global, pelemahan dolar AS, tekanan inflasi di Amerika Serikat, serta pembelian besar-besaran oleh bank sentral, emas telah mendapatkan kembali kedudukannya sebagai pelindung kekayaan dalam situasi krisis.
Harga nan terus merangkak naik bukan hanya gambaran dari nilai intrinsik emas, tetapi juga menjadi sinyal dari ketidakpastian dan kehati-hatian pasar global.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Emas Pecah Rekor Lagi! Sentuh USD 2.987,75 per Troy Ons
Next Article Video:Gejolak Global Belum Berakhir, Harga Emas Masih Terombang-ambing