2.000 Wajib Pajak Nakal Diincar Kemenkeu

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengincar setidaknya 2.000 wajib pajak (WP) 'nakal' nan belum melaksanakan kewajibannya dengan baik. Hal ini sebagai salah satu insiatif strategi nan bakal dijalankan di 2025 untuk menambah penerimaan negara.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pihaknya telah mengindentifikasi ribuan wajib pajak nan perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon I Kemenkeu disebut bakal melaksanakan program berbareng (joint program) untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

"Ada lebih dari 2.000 WP nan kita sudah identifikasi dan kita bakal lakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara," kata Anggito dalam konvensi pers APBN KiTa, dikutip Minggu (16/3/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Kemenkeu juga bakal melakukan optimasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track namalain pencarian dan penelusuran.

"Melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan maupun untuk mengurangi adanya cukai dan rokok tiruan dan salah peruntukan," bebernya.

Anggito juga mengungkapkan bahwa Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara nan berasal dari batu bara, timah, bauksit dan sawit.

"Kita kelak bakal segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering, maupun nilai batu bara acuan," ungkapnya.

Terakhir, Kemenkeu bakal mengintensifikasi penerimaan negara bukan (PNBP) nan berkarakter jasa premium alias untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian dan perhubungan.

"Kita coba mengintensifikasi untuk mendapatkan tambahan penerimaan," imbuhnya.

Penerimaan Pajak Anjlok di Awal Tahun

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan pajak baru terkumpul Rp 187,8 triliun sampai Februari 2025. Realisasi itu lebih rendah 30,19% dibandingkan periode nan sama tahun lampau nan terkumpul Rp 269,02 triliun.

"Penerimaan pajak Rp 187,8 triliun alias 8,6% dari target," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani membeberkan terdapat dua aspek nan menyebabkan rendahnya penerimaan di awal tahun. Pertama, lantaran adanya penurunan nilai komoditas jagoan dari ekspor Indonesia.

"Penerimaan negara memang mengalami penurunan, tapi polanya sama dan dalam perihal ini beberapa memang nan kita sampaikan tadi lantaran adanya koreksi harga-harga komoditas nan memberi kontribusi krusial bagi perekonomian kita seperti batu bara, minyak dan nikel," beber Sri Mulyani.

Penyebab kedua dikarenakan aspek administrasi. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan baru ialah penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan ada kebijakan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari sehingga dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

"Untuk PPN deadline-nya dimundurkan dan TER kita lihat mempengaruhi PPh 21," ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani meminta tidak perlu berlebihan menyikapi kondisi ini. Pihaknya memastikan bakal tetap waspada. "Yuk kita jaga sama-sama ya. Jadi merespons terhadap perlambatan, tentu tetap kita waspada tanpa menimbulkan suatu alarm," imbuhnya.

(kil/kil)

Selengkapnya