ARTICLE AD BOX
detikai.com
Senin, 05 Mei 2025 22:10 WIB

Jakarta, detikai.com --
Menko Kumham, Imipas Yusril Ihza Mahendra menilai belum ada urgensi bagi Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU namalain Perppu Perampasan Aset.
Ia mengatakan syarat penerbitan Perppu sebagai produk legislasi dari presiden itu merupakan kegentingan nan memaksa.
"Belum ada argumen untuk mengeluarkan Perppu untuk itu lantaran Perppu kudu dikeluarkan perihal ihwal kegentingan nan memaksa," kata Yusril di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Yusril beranggapan hingga saat ini belum ada kegentingan nan memaksa sehingga presiden kudu mengeluarkan Perppu.
Ia menyatakan norma positif saat ini, khususnya lewat UU Tipikor dan abdi negara penegak norma tetap cukup efektif menangani masalah nan ada kini.
"Jadi sekarang pemerintah menunggu saja kapan DPR bakal mulai membahas rancangan Undang-Undang itu," ucapnya.
Menurut Yusril, andaikan DPR telah siap membahas RUU itu, pemerintah bakal menyambutnya dengan surat presiden. Di mana presiden bakal menunjuk menteri mengenai untuk membahas RUU berbareng legislatif.
Isu ini kembali menjadi sorotan usai Presiden Prabowo mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset di Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025 lalu. Prabowo menyindir banyaknya koruptor nan tidak mau mengembalikan aset nan sudah dicuri dari negara.
"Saya dukung UU Perampasan Aset. Enak saja, udah maling enggak mau kembalikan aset, gue tarik aja deh itu," kata Prabowo di depan massa tindakan peringatan hari pekerja sedunia alias May Day di Monas, Jakarta, Kamis (1/5).
UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) mengatur bahwa Perppu hanya dapat dikeluarkan dalam 'Hal ihwal kegentingan nan memaksa'.
Mahkamah Konstitusi lewat Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 menegaskan bahwa ada tiga syarat presiden dapat mengeluarkan Perpu.
Pertama, adanya keadaan ialah kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah norma secara sigap berasas Undang-Undang. Kedua, Undang-Undang nan dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, alias ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
Terakhir, kekosongan norma tersebut tidak dapat diatasi dengan langkah membikin Undang-Undang secara prosedur biasa lantaran bakal memerlukan waktu nan cukup lama sedangkan keadaan nan mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
(mnf/dal)
[Gambas:Video CNN]